Skip to main content

Unlucky Robot

http://www.horrorcreepypastariddleindonesia.ga/
http://www.horrorcreepypastariddleindonesia.ga/

Saat masih kanak-kanak, aku sangat sial dalam urusan pertemanan. Bukan karena alasan pada umumnya - aku tak terlalu berbeda dengan anak-anak lain di lingkunganku, aku juga tak terlalu aneh, setidaknya pada saat itu. Bukan karena hal semacam itu, bukan.

Sebenarnya aku cukup normal, hingga saat malam Halloween itu yang benar-benar mengubah peruntunganku. Aku membuat kostum berupa kotak yang dilapisi kertas timah untuk perayaan malam itu. pada bagian depan, kutempel lampu yang berkedip-kedip dan beberapa kancing sebagai hiasan, pada bagian samping aku membuat dua lubang - untuk tangan - yang kupasangi pipa karet besar dan elastis. Dengan saringan dari logam yang menutupi bagian wajah dan pistol laser mainan, aku benar-benar nampak seperti robot gagah nan garang.

Ibu memotretku beberapa kali, dan kemudian mengikuti aku yang menyusuri jalan-jalan untuk menjalankan tradisi Haloween pada umumnya. Segalanya berjalan lancar sampai kemudian, saat kami sampai di rumah Tuan Connell. Seperti kami, Tuan Connell juga pendatang baru di kota. Sosoknya hingga kini masih kuingat sebagai orang yang terlalu tua untuk umurnya - mengingat dia baru memasuki awal paruh baya. Dia pastilah orang yang kaya, sebab dia menyediakan begitu banyak permen batangan berukuran besar.

Kabar segera tersiar: rumahnya menjadi tujuan utama bagi semua anak. Saat aku sampai dan mengucapkan mantra Halloween, dia mengulurkan permen itu. Namun, dia nampak tak terlalu gembira akan hal itu. Untuk ukuran orang yang memberikan permen begitu besar, dia terlihat terlalu muram, seolah Halloween hanyalah sumber masalah baginya. Namun, saat aku melepas saringan untuk mengucapkan terima kasih, dia nyaris membelalak padaku.

Aku masih ingat saat itu dia terlihat menganga untuk beberapa saat, namun kemudian, wajahnya kembali normal dan bibirnya melengkungkan senyuman lebar.

"Sama-sama," katanya.

Dia pastilah mematikan lampu teras begitu kami pergi, sebab ibu menyadari bahwa pria itu membuntuti kami. Dia memang menjaga jarak, namun jelas sekali terlihat dia bersembunyi di balik pepohonan, semak, maupun pagar. Kesabaran ibu akhirnya habis juga. Ibu menyuruhku untuk diam di tempat sementara dia mendatangi Tuan Conell. Aku tak mengerti apa yang ibu katakan, tapi suaranya yang pelan dan marah cukup membuat nyali Tuan Connell ciut. Tuan Connell terus menggelengkan kepala dan memohon maaf, hingga kemudian, kulihat pria itu meraih dompet, membukanya dan menunjukan selembar foto.

Kulihat ibu begitu terkejut dan menutup mulut dengan tangannya. Kemudian, ibu meraih tangan Tuan Connel dan mengangguk. Pria itu kemudian menghampiriku dan berlutut di sebelahku. Aku masih ingat betapa sedih dan perihnya senyum yangmenghiasi wajah tuanya itu.

"Kau benar-benar mirip putraku," katanya.

Dia menjejalkan batang cokelat lainnya ke tanganku dan membisikkan sesuatu. Dia memintaku untuk berjanji agar tidak mengatakan hal itu pada ibu. Aku benar-benar anak yang baik. Kulakukan apa yang ia katakan. Dia mengatakan aku akan menjadi robot yang beruntung jika tetap diam dan memakan habis cokelat spesial itu, sebelum memakan permen-permen lain yang sudah dia berikan padaku sebelumnya. Dan di samping sakit perut yang tidak seberapa, kurasa aku memang beruntung.

Namun, setelah malam itu, dalam pertemanan aku tidak terlalu beruntung. Sebab, setelah malam itu, tidak banyak anak-anak tersisa di lingkungan yang kutinggali.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...