Hari ini kamu pergi ke toko buku dan mendapati bahwa hantu-hantu sudah pandai menulis. Bukan menulis cerita menakutkan, tapi menulis buku harian bernuansa komedi terlepas dari lucu ataupun tidak. Kamu pun bertanya-tanya, ke mana perginya hantu-hantu yang membuatmu kencing di celana semasa kecil? Ke mana perginya pocong yang berubah jadi guling yang selalu membuatmu tak bisa tidur saat malam? Ke mana perginya kuntilanak di puncak pohon tua di halaman sekolah, yang selalu kamu ceritakan kepada teman-teman sekelasmu dengan perasaan merinding?
Pikirmu, mereka sekarang sudah banyak berubah. Pocong sudah bisa melawak dan kuntilanak sudah bisa bergosip. Mereka sekarang hanya sekumpulan badut-badut jenaka, tidak lebih. Pikirmu, mimpi burukmu sudah usai, tak ada lagi yang perlu kamu takutkan. Pikirmu, kamu bisa menjalani harimu dengan tenang karena cerita hantu hanya tinggal kenangan masa kecil.
Kamu memang naif.
Biar kuberi tahu. Pocong itu, Kuntilanak itu, Mister Gepeng itu, mereka masih ada di sana, menjalani peran yang sama. Kamu hanya berpura-pura tidak melihat mereka, karena kamu pikir "bila aku tak melihat mereka maka mereka juga tak bisa melihatku". Bodoh, tentu saja mereka bisa melihatmu. Mereka selalu mengawasimu dan memerhatikan gerak-gerikmu. Mengapa tidak? Mereka adalah teman lama yang selalu kauhindari, mereka akan selalu menuntut perhatianmu. Mereka mencintaimu, Kawan.
Kamu tahu celah sempit di dekat lemari pakaianmu? Ya, celah sempit yang kaupikir sengaja dibuat untuk mencegah lemarimu basah terkena rembesan air hujan. Sosok yang kausebut Mister Gepeng saat ini tinggal di sana. Ia sudah pindah dari gudang dan WC sekolahmu; mungkin karena ia ingin terus bersamamu, atau mungkin karena generasi baru penghuni sekolah itu sudah tak menarik lagi baginya.
Mister Gepeng kini hidup di celah lemari pakaianmu, terkadang di kolong tempat tidur. Ia sesekali mengintipmu ketika kamu sendirian di kamar. Biasanya ia merayap di dinding dan langit-langit ketika kamu sedang tidur, lalu menjatuhkan benda-benda di meja untuk membuatmu terbangun saat tengah malam. Ketika kamu membuka mata, ia berubah menjadi bayangan. Ia mengikutimu saat kamu pergi ke kamar mandi sendirian, terkadang membuka keran yang baru saja kau tutup rapat. Kalau lain kali kamu buang air tengah malam, cobalah kamu menengok ke atas, mungkin kamu bisa bertemu dengan kawan lamamu.
Kalau kamu pikir Kuntilanak sudah berubah menjadi genit dan suka bergosip, kamu sedang menipu dirimu sendiri, Kawan. Ia masih sama seperti dulu, masih menginginkanmu. Kamu ingat dengan pohon besar yang sering kamu lewati di jalan? Ia ada di sana sekarang. Bila kamu melewati pohon itu, pasang telingamu baik-baik, lepaskan earphone-mu, kamu mungkin akan mendengar suaranya. Bukan, bukan suara genit kebanci-bancian seperti presenter televisi murahan. Suaranya adalah suara tawa yang tertahan di tenggorokan, kadang meraung, kadang seperti suara anak kucing yang baru lahir dan kelaparan. Kalau kamu melewati pohon itu di malam yang sepi, perhatikanlah kelebat-kelebat kain putih di antara dahan-dahan, atau mungkin helaian rambutnya yang sepintas terlihat seperti surai-surai akar beringin.
Dan pocong? Pocong masih terbungkus kain putih, masih menggeliat dan melompat-lompat. Bukan karena ia bodoh, tapi karena ia ingin keluar dari kain kafannya, karena ia ingin memelukmu, Kawan. Ia juga masih sering menyamar menjadi guling. Setiap malam, ia ingin kamu memeluknya, ia ingin kamu melepaskan ikatannya. Bahkan detik ini juga, Pocong sedang berdiri mematung di sudut ruanganmu, menatapmu dengan dingin. Jangan menoleh, Kawan, pocong yang satu ini tidak punya selera humor.
Jadi mulai detik ini, saat kamu membaca buku komedi tentang hantu, saat kamu tertawa terpingkal-pingkal, kamu harus selalu ingat ... bahwa sebenarnya kamu tidak pernah tertawa sendirian.
No comments:
Post a Comment
Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat