Skip to main content

Sunday Morning

Sunday Morning

Sunday Morning atau Minggu Pagi merupakan sebuah cerita horor tentang seorang gadis muda yang selalu terlambat pergi ke misa di gereja. Kisah ini berdasar pada sebuah cerita rakyat tua dari Prancis yang biasa disebut "Spectres' Mass" atau "Misa Hantu" yang ditulis pada tahun 1890. Ini adalah cerita rakyat yang sama, menginspirasi cerita "Minggu Pagi" di buku "Scary Stories to Tell in the Dark".

Ada seorang wanita muda bernama Josephine yang kebiasaannya terlambat pergi ke misa di gereja setiap Minggu pagi. Ia selalu lupa memasang alarm dan tidak pernah bangun tepat waktu. Akhirnya, orang tuanya lelah menasehatinya dan memutuskan agar gadis itu tak terlambat ke misa lagi.

Suatu Minggu pagi, Josephine terbangun pada tengah malam. Tidak menyadari pukul berapa waktu itu, ia mengira tidur terlalu lama lagi dan melompat dari tempat tidur. Ia cepat-cepat berpakaian dan berlari keluar dari pintu tanpa melihat jam.

Hari itu di luar masih gelap, tetapi biasanya memang gelap pada tahun tersebut. Di luar sangat tenang dan tidak ada seorang pun di jalanan. Suara yang bisa didengar Josephine hanyalah suara langkah kakinya sendiri di jalan karena terburu-buru menuju ke gereja.

Saat Josephine mendengar suara bel gereja berbunyi, ia mempercepat langkahnya dan mengambil jalan menerabas melalui pemakaman. Ia sampai di gereja bertepatan dengan akan dimulainya misa. Ia mengambil tempat duduk dan melihat sekeliling.

Josephine terkejut, ia tidak mengenali siapa pun. Gereja itu diisi dengan orang-orang yang belum pernah dilihatnya. Mereka semua menatap mukanya lurus-lurus dan keheningan yang mengerikan melayang-layang di atas perkumpulan itu. Saat pendeta keluar untuk melakukan misa, Josephine menyadari pendeta itu juga asing baginya.

Sang pendeta memberitahu jamaat untuk mendo'akan jiwa seorang gadis muda bernama Francoise yang meninggal malam sebelumnya, Josephine terkejut. Ia tahu Francoise dan ia tak pernah mendengar bahwa gadis malang itu sakit. Ada sesuatu yang benar-benar salah. Ia mulai merasa sangat aneh.

Ia melihat sekitarnya lagi. Saat matanya mulai memyesuaikan pada lampu penerangan, ia melihat seseorang yang ia kenal. Itu adalah seorang wanita tua yang duduk di bagian belakang gereja. Jantung Josephine seakan turun ke perut saat ia mengingat bahwa wanita tua itu telah meninggal setahun yang lalu.

Memandang ke bagian depan gereja, ia melihat beberapa orang yang duduk di sana terlihat aneh. Kulit mereka terlihat putih seperti mutiara. Salah satu dari mereka menolehkan kepalanya dan Josephine merasa ketakutan saat melihat orang itu berwujud kerangka yang dibalut dalam sebuah jas. Hanya sebuah tengkorak dan beberapa tulang.

"Misa ini untuk orang mati," pikir Josephine. "Setiap orang yang ada di sini sudah mati, kecuali aku. Ini adalah misa hantu."

Ia memperhatikan beberapa dari mereka melihatnya. Mata mereka penuh dengan kemarahan. Jelas baginya bahwa ia tidak memiliki urusan di sini.

Tiba-tiba, ia merasakan tepukan di pundaknya. Dengan gugup, ia menoleh dan menemukan kakeknya berdiri di baris di belakangnya. Kakeknya telah meninggal tiga tahun yang lalu. Ada kekhawatiran terlihat di wajahnya. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Josephine dan berbisik di telinganya.

"Pergilah sekarang, selama kau bisa," desisnya. "Kau tak seharusnya ada di sini."

Josephine segera mengambil mantelnya dan berjalan dengan cepat ke arah pintu. Ia mendengar bunyi langkah kaki bergema di belakangnya dan ia melihat sekilas ke belakang. Mayat-mayat itu berdiri dari bangku-bangku mereka dan mengikutinya. Wajah mereka terlihat geram dan benci.

Josephine sangat ketakutan. Saat ia menuju pintu, kumpulan hantu itu memekik di sekitar tumitnya. Ia bisa merasakan tengkorak berbentuk tangan menyambarnya, mencoba untuk menghentikannya pergi. Ia tergelincir, kemudian berbalik dan berusaha membebaskan dirinya sendiri dari cengkeraman mereka. Mantelnya sobek dan ia mencoba menyelinap ke pintu.

Teriakan dan tangisan seakan membuat Josephine menjadi gila, ia berlari ke rumah dan memberitahu orang tuanya apa yang terjadi. Setelah hari itu, seseorang datang ke rumah mereka sambil membawa mantel dan topi yang ditinggalkan oleh Josephine. Barang-barang itu ditemukan di pemakaman, terkoyak-koyak.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...