Skip to main content

When Two Virgins Meet

Aku ingin menjerit, tapi lakban ini membekap erat mulutku.
"Aku kenal perempuan semacam kau", ucapnya sambil memainkan pisau. "Kalian semua sama saja."
Aku berusaha memberitahukan kebenaran padanya, namun ia adalah pria yang sangat kolot.

Pisau di tangannya kini hanya berjarak sejengkal dari leherku.
"Afhu fsih hrafawan!" Gumamku dengan mulut terlakban.
"Apa?"
"AFHU FSIH HRAFAWAN!" ( Aku Masih Perawan!)
Ia kemudian segera meraih dan melepas lakban dari mulutku.
"Aku masih perawan!" Jeritku.
Kebenaran sederhana itu membuatnya tercekat seketika. Walaupun awalnya ia tampak tak percaya.
"Periksa kontak telepon di hp-ku! Hubungi ibuku! Hubungi saudariku! Mereka tahu aku memang masih perawan!"
Ia menutup mulut dengan telapak tanganya seolah baru saja mendengar sesuatu yang amat mengerikan.
"Tapi... saat kita ngobrol sebelum ini, kau berkata bahwa kau sudah tidur dengan dua belas pria."
Aku sendiri tak mengerti kenapa aku mengatakan hal semacam itu. Mungkin karena membeberkan ketidakperawanan sedang marak di antara para sejoli yang tengah pdkt. Idiot. Ya kau benar.

Setelah mendengar pengakuanku, kegarangannya tampak mereda. Ia mulai berceloteh tentang masa lalunya. Dulu ia memiliki seorang tunangan yang sudah sejak SMA ia pacari.
Mereka berdua mengikrarkan sumpah untuk selalu menjaga kesucian hingga jenjang pernikahan.

Namun di malam pengantin, ia mengetahui bahwa wanita itu sebenarnya sudah 'menjajakan keperawanannya' pada beberapa pria lain.
Pria itu pun sadar bahwa selama ini dirinya telah ditipu mentah-mentah, dan menjadi bahan lelucon bagi seluruh warga kota. Semenjak itulah ia mulai membunuh para wanita.
"Tapi hanya yang sudah tak perawan," ungkapnya sembari meletakkan pisau di atas meja.

Ia kemudian meminta maaf padaku.
"Jadi.. bukankah kita pasangan yang cocok!" Serunya menitikkan air mata. "Aku perjaka. Kau perawan.
Aku tak dapat membunuhmu! Aku sudah salah tentangmu. Kukira gadis secantik kau pasti sudah 'melakukannya' beberapa kali."
"Aku juga merasa kita berdua cocok." Ucapku lembut.
Mungkin benar ia adalah seorang pembunuh berantai, namun ia juga hanya pria sederhana dengan harapan yang sederhana pula; yaitu untuk mencintai dan dicintai. Aku pun pernah merasakan sakitnya dikhianati sehingga aku maklum.
Aku menenangkannya.
Kemudian aku mencium keningnya.

"Aku ingin mengakui sesuatu." Ia berucap ketika melepaskan ikatanku. "Aku... ehmm... aku bukan perjaka. Sudah tidak lagi."
"Bukan masalah," jawabku. "Aku juga mau bilang kalau aku memang sudah tidur dengan dua belas pria."
"APA?!" Bentaknya, "kau berbohong kalau masih perawan!?"
"Oh aku tidak bohong soal itu," ucapku seraya menyambar pisau di atas meja lalu menghunjamkannya ke tubuh pria di hadapanku. Kudorong tubuhnya jatuh kemudian aku tidur berbaring di sampingnya.
Kuamati ia meregang nyawa sementara darahnya mengalir membasahiku bak sutera merah berkilau yang membalut kulitku; sensasi yang sangat kucintai.
"Sssst..." bisikku di telinganya.
"Tidurlah bersamaku sekarang. Kau beruntung menjadi yang ke-13."

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...