Skip to main content

Hello Stalker

Sekarang, aku mengerti bagaimana rasanya hidup sendiri.
Memilih untuk menempuh pendidikan dan jauh dari keluarga merupakan sebuah pilihan yang harus aku pilih. Setidaknya, keinginan untuk membuat kedua orang tuaku bangga adalah harapan terbesar yang paling ingin ku wujudkan.
"ini sudah ke tiga kalinya" batinku, menutup kembali gorden setelah melihat pria asing tetanggaku yang selalu berdiri disana, menatap kosong ke kamar yang aku sewa.
Ya, aku tinggal di sebuah Rumah susun yang di peruntukan memang untuk mahasiswa dan mahasiswi dari luar kota. Jadi, kami bisa di katakan memiliki tetangga yang berasal dari banyak kota dan jauh dari keluarga merupakan hal yang biasa.
Namun sejujurnya aku merasa risih, setiap melihat tetanggaku yang tepat berada di depan kamarku.
Kamarku berada di lantai 2, setelah melewati tangga. Gaya arsitek dari Rusun ini memiliki tekstur saling berhadapan, jadi kebetulan sekali aku mendapatkan kamar dengan seorang tetangga yang aneh, dimana setiap aku pulang dari kampus atau dari sebuah tempat, dia biasa berdiri disana memandang kosong pada kamarku, dengan senyuman aneh itu.
Berkali-kali aku mendengar rumor, bila dia adalah orang yang aneh  dan yang paling buruk adalah gossip bahwa dia adalah kutuk buku dan seorang stalker.

Aku mencoba untuk tidak terlalu jauh terlibat denganya, namun setiap kali aku memandang di balik gorden jendelaku, aku selalu melihatnya berdiri di depan pintunya memandang kamar ini seolah-olah ada yang menarik dari kamarku ini.

Pada suatu malam, aku terbangun dari tidurku dengan suara terengah-engah, saat aku merasa seperti melihat kilatan dalam sebuah bayangan.
Aku menatap ke sekeliling, berusaha mencari apa yang baru saja ku rasakan.

Dan aku menemukan ada yang janggal dengan kamarku. Jadi, aku mengendap-endap, sebelum menemukan, benda-benda kecil di sekitar kamarku tampak berantakan. Aku tidak pernah meninggalkan kamarku dalam keadaan berantakan seperti ini.
Ku coba mencari apa yang sebenarnya terjadi, lalu aku merasa melihat sebuah gundukan dalam tumpukan baju kotorku.
Ku raih benda yang bisa ku genggam saat berjalan menuju tumpukan pakaian, tanganku mulai terulur untuk melihat apa yang ada di balik tumpukan pakaian itu, dan....
"AWAS!!"

Seorang pria berlari dan menerjang tumpukan pakaian, dan seketika mulutku mengangah, menatap seorang pria lain dengan kamera di tanganya, mereka saling memukul satu sama lain.
Aku yang ketakutan tidak bisa melakukan apapun.
Kakiku begitu gemetar melihat 2 orang asing di kamarku, dimana salah satu dari mereka adalah tetangga anehku.

Mereka saling baku hantam, hingga, akhirnya aku bertindak karena takut dengan memukul kepala pria asing pembawa kamera dan melumpuhkanya seketika.
Tetangga aneh itu menatapku yang tampak begitu shock, dia menenangkanku dan menggatakan, selama ini dia melihat ada yang aneh dalam kamarku, seolah ada seseorang di dalamnya jadi itu lah alasan dia suka menatap kosong kamarku.
Aku begitu lega mendengarnya, ternyata dia tidak seperti rumor yang selama ini ku dengar.
Jadi aku membantunya, membawa Stalker gila itu menuju kantor polisi, tanpa ku sadari, mataku melirik apa yang ada di balik sobekan baju pada celana tetanggaku yang usang.
karena Itu seperti lipatan "celana dalamku"

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...