Skip to main content

Man With Red Eyes

Man With Red Eyes

Saat aku masih kecil, aku memiliki seorang teman imajinasi. Setidaknya, aku mengira ia adalah teman imajinasiku. Sekarang, aku tidak begitu yakin.

Aku akan melihatnya dari waktu ke waktu di sekitar rumahku. Ia adalah seorang laki-laki yang bersembunyi dalam bayangan. Ia benar-benar hitam dari kepala sampai jari kaki, sedangkan kulitnya gosong dan bopeng seperti korek yang terbakar. Aku tidak bisa menggambarkan wajahnya atau hal lainnya yang menonjol. Hal yang bisa kulihat hanyalah matanya yang berwarna merah. Ia memiliki mata merah yang paling mengerikan. Bahkan sekarang saat aku memikirkannya, hal itu membuatku merinding.

Ia muncul tak terduga dan tanpa peringatan apa pun. Aku sedang bermain dengan mainan-mainanku saat tiba-tiba ia ada di sana. Ia tak pernah membuat suara. Ia tak pernah mengatakan apa pun. Ia tak pernah melakukan apa pun kecuali berdiri di sana sambil melihat padaku dan tersenyum. Kemudian, ia akan menghilang tanpa suara secara tiba-tiba seperti saat ia datang.

Seiring waktu, aku mulai terbiasa atas kehadirannya. Ia akan datang sedangkan aku hanya menatapnya, kemudian kembali bermain dengan mainan-mainanku. Aku bisa selalu merasakan matanya menatapku saat ia berdiri baik dekat maupun jauh dariku.

Keluargaku tahu tentangnya, tetapi mereka tidak pernah melihatnya. Ibu dan ayahku berpikir hal yang lucu jika aku memiliki teman imajinasi. Tetapi saat aku menggambarkan lelaki itu pada mereka, mereka sedikit ketakutan. Saudariku satu-satunya orang yang percaya bahwa lelaki itu benar-benar nyata. Ia berkata bahwa lelaki itu membuatnya ketakutan.

Suatu ketika, aku baru saja selesai dari toilet dan sedang mencuci tanganku. Aku berdiri di atas sebuah bangku kecil sehingga aku bisa mencapai bak cuci. Tiba-tiba, aku melihat seorang lelaki dari ujung mataku. Ia berjalan menaiki tangga. Aku memanggil saudariku dan memberitahunya bahwa lelaki itu di sini. Saudariku datang sambil berlari, tetapi saat ia sampai di tempat lelaki tersebut, lelaki itu berjalan turun tangga sampai menghilang dari pandangan. Saat saudariku pergi, ia datang pelan-pelan kembali ke tangga. Aku menyerah mencoba menunjukkan dia pada orang-orang karena lelaki itu jelas-jelas tak mau terlihat.

Akhirnya, orang tuaku pindah rumah. Aku ingat melihat lelaki dengan mata merah sedang menatap mobil pindahan. Ia tidak mengikuti kami, kemudian aku tidak melihatnya lagi setelah itu. Aku memutuskan ia hanya khayalan dari imajinasi masa kecilku. Tahun-tahun berganti dan aku melupakan tentangnya.

Kemudian suatu malam saat aku berusia 16 tahun, aku sedang berjalan naik tangga ke kamarku. Saat itu tengah malam. Saat aku berjalan menyusuri lorong, sesuatu muncul dari satu kamar ke kamar lain. Sesuatu itu melangkah ke cahaya dan aku menyadari ketakutanku. Itu adalah si lelaki dengan mata merah.

Aku berhenti dan membeku di tempatku berdiri. Jantungku seperti melompat ke tenggorokan. Ia hanya berdiri di sana sambil menatapku. Mata merahnya menyala terang dan ia tersenyum dengan jahat. Kemudian, ia pelan-pelan berjalan menyeberangi lorong dengan masih menatapku. Ia lalu masuk ke dalam kamar.

Jika itu hanya film, mungkin aku akan menangkapnya. Kemudian memaksanya untuk memberitahuku siapa atau apa sebenarnya dia. Mungkin hal itu akan berakhir dengan pergulatanku dengannya sampai mati. Tetapi, ini bukan film. Ini nyata dan aku tak akan melakukan hal-hal tersebut.

Aku berbalik, kemudian lari menuruni tangga dan kabur dari rumahku. Aku duduk di pinggir jalan di luar rumah, gemetar dan menggigil sampai senja datang. Aku tak pernah melihatnya lagi setelah itu.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...