Skip to main content

TOO LITERALLY - Terlalu Jujur


TOO LITERALLY - Aku menganggap semua hal terlalu serius. Seumur hidupku, aku selalu serius. Orang kadang mengatakan suatu hal sebagai guyonan atau semacam istilah untuk mengarahkan laju pembicaraan mereka, namun aku akan menanggapinya secara serius.

Aku tinggal di sebuah kota kecil di Inggris, kau tahu. Kota kecil dimana semua orang sudah saling mengenal dan kejahatan terheboh pada tahun itu hanyalah tentang pencurian tanaman bunga pettunia milik Ny. Lancaster. Meski kota tempat tinggalku kecil, semua orang disana memanggilku dengan julukan yang sama; Penny Potbelly (Penny si perut gentong). Julukan yang bodoh, tapi begitulah mereka memandangku, dan aku tak menyalahkan mereka. Karena aku memang seorang gadis ber-perut buncit, ber-pinggang lebar, dan berwajah tembem yang mana selalu dibilang manis oleh ibuku, yah terserah deh. Intinya adalah aku kegemukan. Aku tak suka dengan keaadan ini, tapi aku terlalu malas untuk berubah. Selayaknya remaja gemuk lainnya, aku juga mengalami kejatuhan mental setiap kali kulihat diriku di cermin, namun aku kira semua gadis pun melalui proses yang sama dalam rangka menuju tingkat kedewasaan.

TOO LITERALLY - Aku memiliki seorang sahabat, dan ia sungguh berbanding terbalik denganku; dia kurus, cantik serta anggun. Setiap cowok bahkan semua orang di kota terpesona olehnya. Mereka sungguh penasaran, bagaimana ia bisa berteman baik denganku, jujur aku sendiri juga tak tahu, mungkin karena kami sudah bersama sejak masih memakai popok, dan aku senang karena kami tak terpisahkan. Sahabatku ini bernama May.

May dan aku tengah makan siang bersama di sebuah cafe kecil, yang mana sudah menjadi kebiasaan rutin kami. Seorang pelayan cowok bernama Steve datang menghampiri meja kami, dulu saat aku masih berusia 9 tahun, aku sering memperhatikannya di sekolah.

"Mau pesan apa Nona-nona?" tanya Steve, tanpa melihatku, tapi menatap lapar pada May seolah May adalah sepotong daging.

"Aku pesan cheesecake blueberry dengan sedikit kudapan kentang goreng saja, terimakasih." Jawab May, sembari menoleh padaku, dan mengisyaratkanku untuk gentian memesan.

Begini, meskipun aku sangat gemuk dan akan melakukan apapun untuk merubahnya, aku tak pernah bisa mengontrol kebiasaan makanku. Jika ingin makan, maka demi Tuhan aku akan makan.

"Double patty beef burger, kentang goreng ukuran besar, satu porsi steak, red velvet cupcake, dan segelas besar cola, terimakasih. " pesanku, malu-malu, sadar sesadar-sadarnya bahwa si pelayan pasti tengah memcemoohku dalam hatinya.

"Apa semua menu ini untuk dibagi berdua?"

"Ah, iya." Jawab May kikuk,.tahu bahwa aku akan malu jika ia.menjawab sebaliknya.

"Kau ingin steak-mu di masak matang atau setengah matang?" Tanya Steve, memandang ke arahku.

"Matang, terimakasih."

"Baiklah, pesanan kalian akan segera tiba." Kata Steve sembari melenggang pergi.

Setelah si pelayan pergi, May menatapku dengan raut kecewa di wajahnya.

"Kenapa?" Celotehku, sambil menunduk ke bawah, bersiap mendengar sesuatu yang sudah tak asing lagi di telinga.

"Penny, kau tahu kan kalau kau itu cantik bagiku, tapi kau harus berusaha mengontrol kebiasaan makanmu! Terlalu banyak makan itu tidak sehat."

"Aku tidak takut gemuk kok." Jawabku berbohong, sembari May memandangku penuh simpati.

"Benarkah? Terus kenapa dua minggu yang lalu kau tiba-tiba mendobrak pintu rumahku saat aku tengah ganti baju?"

Aku masih membisu ketika pelayan datang membawa pesanan kami. Ia meletakan makanan makanan itu diatas meja, dan aku langsung menyambar burgerku, lalu mulai menyantapnya dengan lahap, tak sabar untuk segera mengisi perutku yang keroncongan. May hanya mendesah sambil menggelengkan kepala.

"Dirimu adalah apa yang kau makan." Celetuk May, sambil menggigit sepotong kentang goreng.

TOO LITERALLY - Itu adalah percakapan terakhirku dengan May untuk beberapa waktu sesudahnya. Setelah hari itu, aku jarang berbicara dengan May dan kami bahkan tak lagi bertegur sapa, seolah ada aura ketegangan yang tiba-tiba muncul diantara kami. Dia pikir dia itu siapa? Menghina makananku, padahal dia sendiri juga memakan makanan yang sama buruknya! Menurutku itu aneh.

Namun aku segera merasa sangat bersalah ketika mengetahui bahwa May menghilang dua minggu kemudian.

Aku termenung, merasakan penyesalan karena tidak menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Hilangnya May menjadi buah bibir masyarakat kota selama berbulan-bulan, namun setelah sekian lama dilakukan pencarian dan karena kurangnya tenaga polisi yang memadai di kota kami, akhirnya kasus May di tutup dengan kesimpulan bahwa May telah kabur dari rumah atas dasar kenakalan remaja.

Para polisi sudah berulang kali mendatangi rumahku untuk mengajukan beberapa pertanyaan, semacam, 'Kapan terakhir kali kau bertemu May? Apakah May pernah berniat untuk kabur? Apakah May sedang berhubungan dengan seseorang?' Aku rasa aku telah mengecewakan mereka ketika aku berkata bahwa aku sudah tak pernah melihat May lagi sejak beberapa minggu sebelum ia menghilang.

Dengan hilangnya gadis tercantik di kota, akhirnya aku memutuskan bahwa inilah saatnya untukku ambil peran. Aku akan menjadi 'Gadis Idaman' baru.

TOO LITERALLY - Aku mulai melakukan hal-hal gila untuk mendapatkan bentuk tubuh yang langsing, namun tampaknya sia-sia. Setelah berminggu-minggu mencoba dan masih tak ada perbedaan, aku memutuskan untuk menyerah jika percobaan terakhirku gagal, dan menerima julukanku yang tak terelakkan sebagai potbelly Penny dalam masyarakat.

Aku masuk ke dalam apartemenku lalu membuka pintu kulkas, mengeluarkan kotak Tupperware plastik terakhir. Kotak plastik yang bertuliskan, "siku".

May selalu tampak sangat cantik. Ia selalu terlihat anggun.

Tapi dia salah.

Dirimu bukanlah apa yang kau makan.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...