Monday, September 25, 2017

Have you been drinking Red Bull 90 days lately?

Jika kau minum Red Bull 90 hari terakhir ini, kuharap kau baik-baik saja sekarang. Tapi aku khawatir padamu.

Aku tak akan menuliskan namaku, karena aku takut dengan apa yang akan mereka lakukan padaku jika mereka tahu aku yang menulis ini. Aku akan menyebut diriku Zed. Aku bekerja di salah satu pabrik Red Bull di Austria selama lebih dari 7 tahun. Itu pekerjaan yang bagus. Dengannya aku bisa menghidupi istri dan anakku. Kebanyakan yang bekerja di sana adalah warga asli Austria, tapi aku berasal dari sebuah negara barat (lagi, tak bisa kusebutkan). Aku datang ke Austria saat masih muda, bertemu istriku, dan tak pernah pergi.

Bukannya keluargaku tak menginginkan aku kembali, mungkin itulah kenapa kami jarang bicara. Tapi aku hanya anak drop-out SMA yang mencari jalan hidupnya. Aku menghabiskan dua tahun berkeliling Eropa dan hanya tidur di emperan atau kadang menghabiskan malam di taman. Aku akan mengerjakan pekerjaan apapun demi uang lalu menghabiskannya untuk bir. Tapi saat bertemu istriku, aku merasa ada yang berubah di dalam diriku. Aku berjanji padanya untuk tak akan lagi menjadi orang brengsek tak berguna seperti sebelumnya. Aku akan mendapat pekerjaan tetap dan menjadi seorang laki-laki. Laki-laki yang baik.

Itu sebagian alasan kenapa aku menulis ini. Jika aku masih seperti yang dulu, aku tak akan membiarkan informasi ini bocor. Hal itu tak mempengaruhiku, jadi kenapa aku harus peduli? Tapi aku orang yang lebih baik sekarang. Apa yang kuketahui mungkin akan berdampak pada hidup jutaan orang. Aku tak punya pilihan selain menyebarkannya.

Fasilitas Red Bull kami sangat unik, karena kami memproduksi liquid dan botol di tempat yang sama. Kelihatannya mereka melakukannya untuk menghemat biaya transportasi. Aku bekerja di bagian botol. Bisa dikatakan itu bukanlah hal yang menarik. Aku hanya akan berdiri di samping belt conveyor, kaleng akan berjalan maju, liquid tertuang ke dalamnya, dan penutup akan dipasang di paling akhir. Tugasku adalah mengawasi seluruh proses itu dari hari ke hari dan memastikan tak ada yang salah. Dan tak ada yang salah selama 7 tahun ini. Tentu saja kami memiliki tumpahan yang tercecer, tapi itu adalah hal yang wajar. Yang terjadi pada September jauh lebih buruk.

Awalnya hanya seperti hari-hari biasa. Aku ingat membuat kue panekuk untuk anak-anak dan istriku memberi ciuman mengantuk saat aku berangkat kerja. Semua orang lelah seperti biasanya. Aku menuju posisiku, menunggu keseluruhan proses dimulai.

Stefan, teman kerjaku, dengan anehnya menjadi cerewet. Biasanya dia adalah pria pendiam dengan kehidupan yang tertutup. Tapi hari ini dia mendekatiku dan bergosip seperti bocah. “Tanpa banteng,” dia berkata. “Kali ini babi.” Sebenarnya dia berbicara Jerman, jadi aku terjemahkan.

“Hah?”

“Tak ada banteng untuk produknya. Urinnya maksudku. Mereka harus menggunakan babi.” Dia mengetukkan jarinya ke bagian logam di belt conveyor.

“Aku tak tahu apa yang kau bicarakan.”

Dia memutar matanya. “Urin, untuk produknya.”

“Itu cuma bohongan,” aku tertawa padanya.

“Tidak, itu benar. Mereka tidak menggunakan sebanyak dahulu, terlalu mahal, tapi memang masih ada kandungannya. Di setiap tetes kuningnya. Tapi kiriman banteng kali ini tidak cukup. Mereka harus mencampurnya dengan sesuatu yang lain. Itulah kenapa mereka menggunakan babi.” Dia memandang berkeliling lalu berbisik. “Kudengar mereka melakukan sesuatu yang keliru padanya.”

Conveyor mulai berjalan dan Stefan kembali ke tempatnya. Aku tak percaya padanya. Aku menghabiskan hariku melakukan hal lama, mengamati kaleng dan menekan tombolku. Saat makan siang kami semua pergi ke ruang istirahat. Julia, seperti biasa, membawa satu kaleng Red Bull. Tak hanya karena dia bekerja di sini, tapi dia juga kecanduan pada barang itu. Dia membuka kalengnya sambil mendesah. “Segar dari line,” katanya puas, meneguknya lahap.

Untungnya aku tak pernah menyentuh minuman itu. Ada bekas rasa di lidah yang aneh yang tak bisa kutahan di minuman itu.

Stefan kembali bercerita. “Pengiriman ini akan ditujukan ke Amerika Utara. Tak yakin apa yang akan terjadi saat semua ini sampai ke mereka. Tak ada banteng, kau tahu. Hanya babi.” Tak ada yang serius menanggapinya.

Dua minggu kemudian, Stefan tidak muncul di tempat kerja. Tak ada penjelasan, tak ada apapun. Seseorang yang tinggal dekat dengannya mengecek rumahnya namun tak ada yang menjawab.

Saat itu Kamis kukira, ketika Julia kambuh. Paling tidak itulah yang kami kira. Itu sudah 4 minggu sejak Stefan menghilang. Julia jatuh ke lantai dan mengamuk seperti orang gila. Tak ada dari kami yang pernah menghadapi orang kambuh. Dia menjerit, “Mereka di mataku! Mereka di otakku!” Seseorang mendapat ide untuk menyelipkan dompet ke giginya. Aku berlutut di sebelahnya, berusaha membuat kepalanya tetap menghadap atas. Itulah saat aku menemukan keanehan. Ada sesuatu yang meliuk-liuk di mata kirinya. Berenang ke atas.

Sebelum aku sadar apa yang terjadi, seorang supervisor menyuruh dua orang pria untuk membawanya pergi. Dia memberitahu kami bahwa Julia punya penyakit ayan. Dia bilang itu normal. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Kami tidak melihat Julia lagi.

Aku memimpikan sesuatu yang meliuk di dalam matanya. Aku sedang berdiri di ruang istirahat, selain bahwa salah satu dindingnya sudah diganti dengan satu bola mata raksasa. Satu garis melengkung mulai memanjati mata itu, menggali jeroannya sementara dia naik. Lalu dua lagi mengikuti. Garis itu mulai terfokus. Mereka seperti ular putih, kecuali darah yang bergaris di tubuh panjang mereka. Salah satu dari mereka menusukkan kepala keluar dari dinding kornea, menatapku dengan wajahnya yang tanpa ekspresi. Tak ada mulut di sana, tapi aku bersumpah dia tersenyum.

Aku terbangun dalam keringat dan napas dangkal. Aku masih mendengar jeritan Julia meski sudah terbangun. “Mereka di otakku!”

Di tempat kerja, beberapa yang lain juga mulai sakit. Bermula dari sakit kepala. Satu orang menggambarkannya hanya sakit kepala ringan, lalu denyutan, dan akhirnya sebuah bor listrik merobek tengkorak mereka. Setelah pusing datanglah pemandangan aneh. Sebuah garis kecil akan lewat di depan pandangan mata mereka. Dan akhirnya, setelah beberapa hari, serangan penuh. Semua meneriakkan sesuatu di dalam kepala mereka. Tak ada yang kembali bekerja setelah terserang.

Fasilitas mulai terlihat suram. Orang-orang takut untuk pergi kerja. Kami tak pernah tahu siapa yang akan menjadi selanjutnya atau apa yang sedang terjadi. Akhirnya supervisor mengadakan meeting perusahaan. Aku ingat bahwa di pabrik besar kami hanya sekitar 50% pekerja yang hadir. Bahkan angka supervisor pun menyusut.

Sang bos besar muncul di depan mikrofon dan berbicara. Suaranya tenang namun mengancam. “Kalian mungkin sudah dengar rumor tentang sesuatu yang mengkontaminasi produk. Ini tidak benar. Kalian tak akan terjangkit jika minum Red Bull. Tak ada satupun yang mati karenanya. Gosip yang beredar tentangnya adalah bohong. Jika kalian ketahuan membicarakan kebohongan ini, kalian akan dipecat dengan segera. Ada pertanyaan.” Cara dia mengucapkan ‘ada pertanyaan’ tidak benar-benar sebuah tanya. Itu sebuah pernyataan. Konklusi dari pidato kecilnya.

Tak ada dari kami yang bicara. Supervisor lain maju ke depan mikrofon. Suaranya sedikit takut-takut. "Untuk saat ini kita tidak mengizinkan karyawan meminum produk dari line. Kalian bisa mendapatkan Red Bull di waktu kalian sendiri, tidak saat bekerja. Ini tak bisa ditawar.” Dia menggigil sebentar.

Setelah beberapa waktu kami bubar. Tak ada yang bicara. Tapi sebelum aku dapat pergi sang bos besar menarikku minggir.

“Kau Zed, benar? Dari _____ ? (Aku edit negaranya)

“Ya, sir,” balasku, sedikit terkesima.

“Apa kau mau jadi supervisor? Bayaran dua kali lipat dan lebih sedikit bekerja.” Dia memalsukan senyum. “Kami butuh bakat sepertimu. Ditambah bahasa Inggrismu sempurna. Ini nilai tambah bagi kita.”

“Saya tak tahu harus bilang apa,” aku merespon dalam kebingungan.

Sang bos besar menarik keluar sebuah map putih. “Baca ini. Jika kau bisa menerimanya, kami akan mempromosikan dirimu. Jika kau merasa... tak nyaman... kita akan berbincang lagi.” Dia mendorongkannya ke tanganku. “Sekarang pulang dan kembalilah pada kami besok.”

Aku tidak sepenuhnya jujur pada kalian, siapapun yang membaca ini. Benar aku sudah menyamarkan namaku, tapi itu bukan karena apa yang akan dilakukan perusahaan kepadaku. Itu karena apa yang akan aku lakukan besok. Kalian tahu bahwa map yang dia berikan padaku adalah detail deskripsi bagaimana aku akan disalahkan untuk semua yang terjadi. Aku harus berpura-pura menjadi supervisor berkedudukan tinggi di plant. Aku akan mengakui telah mengizinkan komposisi tanpa-uji ke dalam Red Bull yang dikirim ke Amerika Utara. Aku akan menjelaskan bahwa perusahaan tak tahu tentang ini, dan bahwa itu kesalahanku sendiri.

Sebagai gantinya, perusahaan akan memberiku gaji yang luar biasa setiap bulan selama sisa hidupku.

Itu disampaikan dalam bentuk pilihan, tapi aku tahu tidak seperti itu kenyataannya. Jika aku bilang tidak, skenario terbaik adalah aku kehilangan pekerjaanku. Yang terburuk aku akan berakhir seperti Stefan. Aku tak bisa melakukan itu pada istriku, pada anakku. Aku ingin menjadi laki-laki yang lebih baik, tapi aku mencintai mereka lebih dari aku mencintai reputasiku.

Jadi besok, dalam konferensi pers global, aku akan menerima tanggung jawab untuk sesuatu yang tidak pernah kulakukan. Namaku akan tersebar di semua headline. Aku akan dipermalukan. Aku dan keluargaku harus pindah, untuk bersembunyi. Tapi paling tidak kami akan aman. Kuharap.

Tapi sebelum kulakukan ini semua, aku ingin kalian tahu apa yang terjadi pada mereka yang minum produk yang terjangkit. Aku harus bilang pada seseorang, terutama kau yang di Amerika Utara. Karena mungkin ini akan menimpamu.

Produknya mengandung cacing pita. Jutaan darinya. Mereka memangsa tubuhmu seperti serigala mencabik seekor rusa. Selain bahwa yang ini belum pernah kau dengar. Mereka tidak hidup di perutmu. Mereka menuju otakmu. Seperti predator tipis yang kelaparan, mereka naik lewat tubuhmu dan melahap seluruh isi tengkorakmu. Jika kau beruntung, kau akan bertahan cukup lama untuk bilang pada orang tersayangmu bahwa kau menyayanginya. Jika tidak, kau akan menemui takdir yang sama dengan Julia. Menggeliat di lantai dalam penderitaan, melihat mereka berenang di dalam bola matamu.

Cacing ini menjangkiti produk yang dikirim antara September dan November. Recall akan dimulai besok, tapi pasti sudah banyak dari kalian yang terkena cacing itu. Silakan cari pertolongan medis. Mungkin seorang dokter bisa menyelamatkanmu. Mungkin aku bisa menyelamatkanmu. Tapi ini tak akan menjangkau sebanyak yang seharusnya.

Jika kau sedang membaca ini dan merasa pusing, atau jika kau bisa melihat bintik kecil di sudut matamu, maaf. Aku harus mengatakan sebuah kebenaran kasar, mungkin kini kau sudah mati.

No comments:

Post a Comment

Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat