Wednesday, September 20, 2017
MY WIFE AND I FOUND A DOOR IN THE MIDDLE OF THE WOODS
"Huh, apa itu?"---
"Ada apa sayang?" jawab istriku dari belakang.
"Kurasa aku melihat sebuah pintu."
Dia tertawa.
"Apakah kepalamu tadi terbentur sesuatu? Kita berada di tengah hutan, mana mungkin ada sebuah p-- oh,huh."
Karen ikut menghentikan langkahnya, kami berdiri berdampingan sambil melihat pintu itu, sebuah pintu kayu tua yang dibangun tepat disisi bukit.
"Terkadang kau memang menemukan hal yang aneh saat bereskpedisi, kan sayang?" Dia tersenyum lebar. "Haruskah kita ketuk pintunya?"
Aku menggeleng.
"Aku tak yakin jika harus menemui orang yang tinggal di tempat seperti ini."
"Ah ayolah." Karen memukul lembut bahuku. "Mana insting berpetualangmu?"
Karen melangkah ke pintu dan mengetuknya dengan sopan.
"Halo, Saya sedang mencari Mister Beard, apakah Mister Tree Beard ada?"
Aku terkekeh seraya menggelengkan kepala. Karen tidak pernah membiarkanku lupa tentang hal-hal indah yang membuatku jatuh cinta padanya. Dia menoleh kepadaku, kekecewaan nampak di wajahnya.
"Sepertinya tak ada orang disini, sayang." Katanya.
"Baiklah, ayo pergi." Kataku. "Kita juga sudah mendapatkan cukup jamur, ayo cari tempat bertenda."
“Apa kau bercanda? Ya Tuhan, Aku menikahi pria paling membosankan di dunia ini! Kita harus mengecek ke dalam!"
"Baiklah," Aku akhirnya menyetujui rencana Karen. "Lagipula, kadang kau harus mengabaikan akal sehat, jika tidak, aku mungkin tak akan pernah menikahimu."
"Kau benar-benar lucu. Setelah Aku mengusirmu dari rumah, mungkin kau bisa tinggal disini bersama Mr. Tree Beard."
Aku terkekeh lalu memutar kenopnya. Pintunya tak terkunci. Setelah pintu itu terbuka, kami disambut dengan bau tidak sedap yang berasal dari dalam sana. Dari baunya aku yakin ini adalah bau lumpur.Tapi sepertinya aku salah, setelah ku lihat dengan teliti ternyata bagian dalamnya terbuat dari batu-batu yang sangat keras, yang mungkin sudah berumur ratusan tahun.
“Tunggu sebentar,” kuletakkan tasku ke bawah lalu ku ambil senterku.
Kuhidupkan senter itu lalu ku arahkan cahayanya ke dalam.
“What the hell…”
Dindingnya ditutupi oleh berbagai macam ukiran yang nampak aneh dan tak masuk akal. Ini mengingatkanku dengan huruf Hieroglif milik bangsa Mesir.
“Apa ini, wingdings?” canda Karen.
Aku tak menjawabnya. Tiba-tiba Aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang mengawasi kami. Kuarahkan senterku ke berbagai arah, tak ada seseorang di sana. The passage continued on and sloped downwards until the flashlight beam ended on the ceiling about thirty feet away.
“Karen, Kupikir kita harus-”
“Tunggu sebentar. Apa itu?”
Karen mengarahkan telunjuknya ke sesuatu di lantai. Kuarahkan senterku ke arah yang ditunjuk Karen. Dan disana, terdapat suatu cairan hitam.
“Oli motor?” Candaku. Tapi Karen nampak serius. Dia berlutut untuk mengecek cairan apa itu.
“Ini darah, Danny.” Katanya. “Dan lihatlah, darah ini menuju ke dalam, ke bagian bawah."
Kuarahkan senterku ke atas. Dia benar,ada noda darah yang mengarah jauh ke bagian dalam gua.
“Menurutku, apa yang kau kira darah itu hanyalah darah dari sebuah hewan.” kataku. “Kita harus pergi.” Tapi Karen sudah mengikat rambutnya sama seperti saat dia bekerja. Ia kemudian mendekatkan kedua tangannya ke mulutnya, bersiap untuk berteriak.
“Haloo!” Teriaknya. Teriakan Karen menggema, yang pastinya jauh lebih besar dari perkiraan semula . “Apakah ada seseorang dibawah sana?”
Hening. Namun setelah beberapa saat, terdengar suara dari bawah sana. Suara yang sangat kecil, yang mungkin sangat sulit ditangkap oleh telinga.
...t-tolong…
Suaranya seperti terdengar dari bagian paling dalam gua. Saat Aku mendengar suara itu, bulu kudukku langsung berdiri dan ada perasaan yang sangat tidak enak hinggap di dadaku.
“Karen, mungkin saja itu adalah jebakan,” Kataku. “Kita panggil Polisi Hutan saja lalu segera pergi dari tempat mengerikan ini.”
“Sesorang sedang terluka di bawah sana, Danny.” Katanya dengan tegas. Tapi kemudian ekspresinya sedikit melembut. “Maaf sayang, tapi inilah yang kau dapat jika kau menikahi seorang perawat."
Aku menghela napas. Aku tahu tidak ada yang bisa menghentikan Karen begitu dia memutuskan untuk melakukan sesuatu, tapi aku terus mencengkeram senter mag yang berat ini selagi kami menyusuri lorong jauh ke bawah.
Jejak darahnya semakin tipis saat kami masuk lebih dalam. Siapa pun yang pasti telah kehilangan sebagian besar darah mereka di depan gua. Tapi jika mereka terluka di luar sana, mengapa mereka mundur lebih jauh ke dalam gua? Mengapa tidak pergi ke luar di mana mereka memiliki kesempatan untuk ditemukan oleh orang lain? Itu sangat tidak masuk akal.
Udaranya semakin panas dan lembap saat kami menuruni lereng yang semakin curam, dan bau jamur yang menyengat menyerbu lubang hidung kami. Aku terbatuk saat aku menghirup udara yang mengerikan itu. Dari mana semua debu ini berasal? Bagian dalam dinding gua itu terbuka lebar oleh akar-akar pohon yang tumbuh melewati bebatuan.
“Apa-apaan tempat ini?” bisikku ke Karen.
“Mungkin semacam bunker darurat?” tebaknya. Dia berteriak lagi. “HELLO-O!”
Suaranya terdengar ke segala arah. “Jika kau dapat mendengar kami, tetaplah tenang! Kami akan membantumu keluar dengan selamat!”
“...to-tolong….”
Suaranya sedikit lebih keras kali ini. Kita makin dekat,pikirku. Tapi perasaan tak enakku semakin kuat ketika mendengar suara itu. Apa Karen tak merasakannya?
Semakin ke dalam, kita akhirnya sampai di tempat dimana noda darah itu berakhir. Ada jejak noda yang memanjang di tanah. Nampak seperti ada seseorang yang diseret di lantai dalam keadaan terluka parah. Dan lalu noda itu menghilang di satu titik,bahkan tidak setetespun terlihat setelahnya. Dinding gua sekarang hampir sepenuhnya ditumbuhi oleh akar, dan pernapasan kami menjadi semakin sulit karena udaranya berubah semakin panas dan lebih didominasi oleh debu.
“...to...tolong….”
Suaranya terasa sangat dekat sekarang. Suara itu terasa aneh, nafasnya terasa serak. Layaknya sebuah tiruan kasar dari cara bernafas seseorang.
“Entah bagaimana caranya, kita harus turun jika ingin menyelamatkannya.” Karen mendesah. Dia pasti mengalami lebih banyak kesulitan untuk bernapas dengan kondisi dimana debu yang panas dan tebal ini harus kami hirup.
“Biar Aku yang turun.” kataku. “Kau mundur saja.”
Aku mengeluarkan tali panjang yang biasa kita bawa untuk jaga-jaga dan melilitkannya ke sebuah akar yang sangat tebal yang berada di dinding gua ini. Kupastikan ikatannya sudah kuat, kemudian kupasangkan talinya ke tubuhku sendiri. Aku tidak pernah ingin mengabaikan suatu hal lalu pulang separah ini, tapi Aku tahu Karen takkan mungkin tinggal diam sampai ini berakhir. Aku mulai turun dengan hati-hati sambil kuarahkan cahaya senterku kebawah agar Aku tidak terpeleset dan jatuh.Dibawah sana, dapat kulihat siluet yang menyerupai manusia, kuarahkan langsung senterku ke arah siluet itu.
Darahku membeku.
“Karen… lari.”
“Huh?”
“LARIIIII!”
My breath was knocked out as the rope yanked back against my waist. I hoped it was Karen pulling, but I knew it wasn’t. She wasn’t that strong. I landed on the ground hard, and the rope continued to pull me backwards.
“Danny, apa maksud-”
“LARI SAJA SIALANN!!”
Dia mulai lari, dan disaat yang sama, akar-akar yang menempel di dinding itupun ikut bergerak menuju ke arah kami.Aku memotong tali yang melilit tubuhku dengan pocket knife-ku, begitu terlepas aku langsung lari lalu mencengkeram Karen bersamaku. Dia takkan ragu untuk lari jika dia melihat apa yang kulihat.
Di bagian terbawah gua itu, terdapat sebuah tubuh seorang pria yang tergantung diatas tanah. Dengan akar-akar yang menggeliat dan masuk ke dalam tubuhnya. Akar-akar tersebut menggerakkan kotak suaranya untuk membuatnya seperti seseorang yang sedang meminta tolong. Tubuh itu telah menjadi boneka sepenuhnya.
Kami meninggalkan peralatan kami disana, yang penting kami bisa selamat. Kami lari menuju ke jalan keluar yang dipenuhi kegelapan, perasaan tersiksa memenuhi dada kami saat udara yang penuh debu di dalam gua itu memenuhi paru-paru kami. Tiba-tiba saja kami terjatuh, dapat kurasakan ada akar yang melilit kaki kami dan menarik kami kembali ke dalam. Aku mencoba memotong akar itu dengan pocket knife-ku dan untungnya aku berhasil. Aku coba menarik tangan Karen tapi tarikan akar itu sangatlah kuat.
“Tinggalkan aku!” teriaknya kepadaku
“Apa kau gila!” Kuayunkan pocket knife-ku secara membabi buta ke arah kakinya. Berulang kali kucoba hingga akhirnya Karen bisa terlepas.
Kami terus berlari menuju jalan keluar, dan bisa kurasakan udaranya semakin sejuk dan dingin. Kita hampir berhasil. Aku bisa melihat cahaya yang mengintip dari pintu keluar itu. Kami berlari sekuat tenaga hingga mencapai ke depan pintu. Tolong, terbukalah. Kuarahkan tanganku ke gagang pintu itu lalu memutarnya. Kami berlari keluar. Kutarik tangan Karen sedikit agak kasar sebelum kami terjatuh ke tanah.
“Kita berhasil."kayaku sambil kesulitan bernafas karena banyak menghirup udara berdebu yang dihasilkan oleh gua itu.
“Yeah.” wajah Karen memerah tanda bahwa dia kelelahan, tangan dan kakinya dipenuhi dengan bekas luka. Untunglah aku tak separah Karen
“Makhluk apa itu tadi?” kataku yang kehabisan nafas. Aku mencoba bangkit berdiri.
Karen menggelengkan kepalanya.
“Aku tak tahu... Yang jelas kita harus cepat-cepat keluar dari sini.”
Aku membantu Karen berdiri, kami berdiri sambil batuk dan terengah-engah dengan tangan kami berada di lutut. Dia terbatuk dan mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
“Danny?” Katanya, sambil menunjukkan sesuatu padaku.
Sebuah daun kecil keluar dari mulutnya. Aku melihat wajahnya saat sulur hijau kecil mulai menyebar dan melingkar di bawah kulitnya, dan aku baru sadar sebuah fakta yang mengerikan, yang kami hirup selama ini bukanlah debu.
Itu adalah spora.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat