Detektif itu mulai menyelidiki tempat kejadian ditemukannya mayat itu. Ia menemukan beberapa barang bukti yang diantaranya cincin emas , sehelai rambut, maupun bercak darah di baju korban. Sementara itu, sang kakek yang menemukan mayat korban dimintai keterangan atas penemuan mayat itu.
“Bagaimana anda bisa tahu ada mayat di sana?” tanya sang detektif
“Saat itu aku pulang larut karena menjenguk anakku di kota, namun saat aku tiba di dekat rumahku, aku menemukan bercak darah yang menunjukanku dimana ditemukannya mayat itu” jawab sang kakek
“Lantas apa yang anda lakukan saat melihat mayat itu?”
“Aku berteriak minta tolong tapi tiada yang datang, mungkin karena letak rumah tetanggaku cukup jauh. Maka dari itu, aku langsung menghubungi polisi”
“Bagaimana kondisi mayat saat ditemukan?”
“Yang seperti anda lihat, bahkan aku tidak menyentuhnya sama sekali!”
“Aku khawatir pembunuhnya masih berkeliaran di sekitar rumah anda, bagaimana jika sementara waktu sampai pembunuh itu ditemukan, anda bisa tinggal di rumah anak anda?”
“Sebenarnya sangat berat meninggalkan rumah itu, tetapi demi keamanan akan kulakukan!”
“Baiklah mau kuantar pulang?”
“Tidak usah! Aku bisa sendiri!”
Detektif itu semakin giat menggali informasi demi informasi mengenai sang pembunuh. Dari bukti yang ditemukan ada sehelai rambut hitam dengan panjang sekitar 3 cm. Itu membuktikan bahwa pembunuhnya tidak berambut cukup panjang. Sementara bercak darah bergolongan darah A yang merupakan darah sang pembunuh menguatkan bahwa pembunuh itu sempat terluka sebelum membunuh korbannya.
Keesokan harinya, detektif Peter mengunjungi sahabat korban yang bernama Parker. Ia mengunjungi Parker karena tetangga Parker sempat mendengarnya bertengkar dengan korban sebelum kejadian itu. Pintu hijau itu pun diketuknya. Namun tak ada jawaban, hanya keheningan yang menyambut.
“Parker! Bisa buka pintunya? Saya detektif Peter mau berbicara dengan anda!”
Lagi-lagi tak ada jawaban. Akhirnya ia pun mendobrak pintu itu dan menemukan kondisi rumah yang berantakan. Ia pergi kedapur dan menemukan Parker dengan membawa pisau.
“Pergi kau dari sini!!! Aku tidak membunuh Sam! Aku berkata jujur!”
“Kalau kau bukan pembunuhnya, mengapa kau ketakutan seperti ini?”
“Banyak orang yang menuduhku, aku muak dengan semua ini!”
“Hei bung tenanglah! Kita bisa bicara baik-baik”
“Tidak! Pergi kubilang! Jangan sampai pisau ini melukaimu!”
“Aku ini detektif terkenal! Kau tidak tahu?”
“Aku tidak peduli siapa kau! Pergi kubilang!”
“Aku tidak mau pergi sampai kau menjelaskan semuanya!”
“Menjelaskan apa? Pembunuhan itu? Sudah kubilang aku tidak membunuhnya!”
“Kalau kau tidak melakukannya, cobalah bicara denganku!”
“Aku Tidak Mau!!!”
Parker segera kabur menghindari sang detektif. Karena terus dihalangi, ia pun tidak sengaja melukai tangan detektif Peter. Ketakutan semakin menjadi, ia takut akan dibawa ke Kantor Polisi. Maka dari itu, dengan sekuat tenaga ia berhasil lolos dari sang detektif. Namun pelariannya tidak terlalu jauh, karena kakinya tertembak oleh pistol detektif Peter.
Selama kurang lebih satu jam detektif Peter menginterogasi Parker, namun jawaban akhirnya tetap sama yaitu ia tidak membunuh Sam. Bahkan karena terlalu kesal, ia menampar Parker berkali-kali agar mau mengaku. Namun Parker tetap bersikeras bahwa bukan ialah pembunuhnya.
Untuk sementara Parker ditahan di sebuah sel. Detektif Peter meneliti kembali tempat penemuan mayat Sam. Ia pun semakin bingung karena menemukan tulisan di pohon.
“Kau salah orang”
Esoknya, sebuah mayat wanita muda kini ditemukan di dekat sawah. Petani bernama Jacklah yang menemukan mayat itu. Kondisi mayat itu sama seperti kondisi mayat Sam. Terdapat banyak luka sayatan di seluruh tubuhnya. Pada hari itu juga Jack diinterogasi.
“Bagaimana anda menemukan mayat itu?”
“Aku sedang menjaga kambing-kambingku. Namun, aku mencium bau yang sangat busuk. Aku menelusurinya dan menemukan mayat wanita itu mengenaskan!”
“Lalu apa reaksimu terhadap mayat itu?”
“Aku terkejut dan berteriak ke seluruh warga. Beruntung banyak yang datang dan mau membawa mayat itu.”
“Baiklah cukup untuk hari ini. Kau boleh pulang!”
Detektif Peter bergegas menemui Parker dan meminta maaf kepadanya serta memberi uang dispensasi padanya.
“Aku mohon maaf atas kejadian waktu itu. Ini ambilah uang dariku!”
“Aku tidak butuh maafmu dan juga uangmu! Sudah cepat keluarkan aku dari sini!”
“Sombong sekali kamu! Pria kampung sepertimu tidak pantas berkata seperti itu!”
“Kenapa? Sudah salah malah menghinaku. Dasar orang kota tak tau diri!”
“Diam! Apa uang dariku ini kurang? Aku punya banyak jika kau mau!” Teriak detektif Peter sambil melemparkan uang itu ke muka Parker
Parker hanya terdiam dan pergi.
Keesokan harinya, mayat seorang pria ditemukan di dekat sungai. Para penduduk kini mulai merasa khawatir, bahkan mereka tak berani lagi untuk keluar malam.
Pikiran detektif Peter semakin kacau, sampai banyak korban berjatuhan ia belum juga menemukan pembunuh keji itu. Beberapa terduga pun banyak yang tak terbukti bersalah. Namun ia menemukan bukti yang cukup kuat untuk menjerat salah satu penduduk bernama Brian, yang kedapatan sering keluar malam. Di tangannya juga terdapat sebuah luka dan beberapa hari yang lalu ia sempat mengadukan kehilangan cincin emasnya. Serta rambutnya yang tidak begitu panjang.
Tanpa berlama-lama ia bergegas menemui Brian dengan membawa sebuah pistol. Adu mulut pun tidak terelakan. Karena terus dipaksa untuk mengaku, Brian meludah tepat di muka detektif Peter dan berkata kasar. Karena dipenuhi ambisi dan lupa diri, detektif Peter pun tak sengaja menembak Brian tepat di dadanya.
“Tidak apa-apa jika ia tertembak. Desa ini harus berterima kasih kepadaku karena telah membunuh pria berhati busuk ini!”
Detektif Peter pun keluar dengan senyum kemenangan. Namun, ia terkejut dengan sebuah tulisan di kaca mobilnya.
“Kau Salah Orang!”
Pikirannya semakin kacau dan hal itu membuatnya frustasi. Ia pun bergegas menuju lokasi mayat pertama ditemukan. Ia melajukan mobilnya dengan kencang dan beberapa menit kemudian sampai di tempat yang dituju. Saat sedang sibuk mencari barang bukti lain, ia dikejutkan oleh suara seorang kakek yang memanggilnya.
“Siapa kau?”
“Aku detetktif Peter!”
“Sedang apa kau disini?”
“Hmm sedang mencari barang bukti pembunuhan!”
“Pembunuhan? Benarkah disini lokasi pembunuhannya?”
“Kakek penduduk asli desa ini kan? Kok bisa tidak tahu disini pernah terjadi pembunuhan?”
“Oh itu. Sudah lima hari saya keluar kota. Jadi tidak terlalu tahu tentang kasus pembunuhan itu. Namun, aku tahu di desaku inilah terjadi pembunuhan berantai itu. Karena ramai diperbincangkan di kota.”
“Oh begitu. Baiklah kek, mau saya antar? Karena saat ini desa ini sedang tidak aman. Banyak penduduk yang tidak berani keluar malam karena kasus ini!”
“Tidak usah nak. Rumahku dekat kok. Itu disamping dengan pintu berwarna biru!”
“Kau tidak bercanda kek? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin!”
Detektif Peter sangat terkejut hingga ia jatuh pingsan. Kakek itu kebingungan dan segera menelpon polisi, detektif Parker pun dilarikan ke Rumah Sakit.
Paginya setelah sadar dan keluar dari rumah sakit, ia dibawa ke pengadilan setempat dan didakwa atas pembunuhan seseorang tanpa alasan yang jelas. Ia pun dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara.
Sudah dua minggu detektif Peter berada di dalam sel. Ia kedatangan tamu seorang pria berjaket biru, namun ia tak mengenalnya.
“Aku sudah mengambil kembali cincin emasku dari lacimu. Terima kasih sudah menjaganya.”
Detektif Peter pun tersadar akan bekas luka di tangan pria asing itu, serta cincin di jari manisnya.
“Pembunuh!!! Dialah pembunuhnya! Tangkap dia polisi!”
Penjaga sel menghampirinya, pria berjaket biru itu dengan tenang meninggalkannya dengan senyum sungging di bibirnya.
“Diamlah detektif gila!” bentak penjaga sel
Detektif Peter hanya tersenyum dengan pikiran kacau yang menyelimutinya.
No comments:
Post a Comment
Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat