Skip to main content

The White Dress


Ini terjadi sebelum malam pesta dansa para senior, seorang gadis tidak memiliki gaun untuk dia kenakan. Gadis ini miskin dan tinggal di bagian kota yang padat oleh imigran dari Haiti serta dari pulau lainnya di Caribbean Sea.
Di hari yang sama, dia pergi menghadiri sebuah upacara pemakaman seorang tetangga untuk berbelasungkawa terhadap jasad renta-nya.
Sementara dia sampai di rumah duka, dia melihat jasad seorang gadis seusiannya dengan postur sama dengannya terbaring kaku di sebuah peti yang terletak di dalam salah satu dari banyak ruangan yang ada, yang telah salah dimasuki olehnya. Saat dia menunduk ke peti gadis itu, dia melihat gaun yang dipakainya tampak begitu indah dan masih baru pula. Pastinya sengaja dibeli untuk pemakaman si gadis.
Saat dia masih berada di ruangan itu, pengelola upacara melangkah masuk dan berkata bahwa peti itu sudah waktunya untuk di tutup. Dia mengencangkan tutupnya dengan kunci besar, semacam kunci inggris kemudian berucap bahwa mulai saat itu peti tersebut akan selamanya tersegel, dan penguburannya akan dilaksanakan esok pagi.

Setelah pengelola meninggalkan ruangan, gadis itu berjalan ke aula, menuju ke ruangan dimana almarhum sang tetangga diupacarakan. Saat itu sembari dia menunduk dalam hikmat, dia mendengar banyak suara sesenggukan dan tangisan dari sepenjuru aula. Tiba tiba seseorang jatuh pingsan oleh kesedihan di salah satu ruangan, dan semua pelayat, termasuk sang pemimpin upacara, berlari ke sana guna membantu keluarga itu.

Ketika si gadis berlari melewati ruangan yang didalamnya terdapat peti yang tersegel tadi, muncul sebuah ide di otaknya. Dia memasuki ruangan itu, membuka petinya dengan tang yang tergeletak di sana, dan secepatnya melucuti gaun putih yang dikenakan si mayat. Dia mengembalikan tang ketempatnya dan menutup peti lalu disegelnya lagi seperti semula. Dia jejalkan gaun putih itu ke dalam ransel, kemudian menyelinap keluar sambil berjingkat jingkat melewati ruangan lain yang riuh akan tangisan.

Esok malamnya, gadis itu mengenakan gaun putih yang dia curi, lalu pergi ke pesta dansa. 1

Saat dia berdansa bergantian dengan beberapa cowo yang dikenalnya, dia mulai merasakan semacam kekakuan di kedua tumitnya. Lama kelamaan rasa kaku itu semakin menjalar ke otot otot si gadis, mengakibatkan cara berjalan dan gerakan tari-nya tampak konyol. Dia menduga mungkin ada yang salah dengan gaun yang membalut tubuhnya, jadi dia pergi ke ruang ganti wanita. Dia menanggalkannya kemudian diperiksanya setiap sisi, namun tidak ada sesuatu pun yang aneh.

Maka gadis itu kembali memakainya.

Sembari dia berdansa, tubuhnya semakin terasa dingin dan kaku hingga akhirnya menjadi begitu kaku seperti papan. Ambulan di datangkan, dan gadis itu dilarikan kerumah sakit. Dokter yang menanganinya memvonis dia sudah meninggal - tapi sebenarnya dia masih hidup! Dia masih dapat mendengarkan pembicaraan semua orang, dan menyaksikan apa yang sedang terjadi. Dia hanya tak dapat bergerak bahkan berbicara.

Akhirnya, dia hanya bisa terbaring kaku dalam peti saat upacara pemakamannya berlangsung di rumah duka yang sama, dengan dikelilingi oleh suara tangisan dari keluarga dan teman temanya yang melayat.
Dia berusaha untuk bergerak atau berteriak, tapi dia tak mampu.
Pemimpin upacara perkabungan mengakhiri acara lalu menutup petinya. Hari berikutnya, peti itu dikuburkan. Sembari penggali makam menimbun petinya sedikit demi sedikit dengan tanah liat, gadis itu dapat mendengar perbincangan mereka,

"Apa kau sudah dengar tentang kejadian di tempat ini tadi pagi?" kata salah seorang penggali.

"Belum, ada apa sih?" kata yang satunya sambil terus menimbun peti dengan sekop demi sekop penuh tanah yang masih basah.

"Seorang asisten muda di rumah makam ini mendengar suara ketukan yang berasal dari dalam salah satu peti. Jadi, dia membukanya, dan seorang gadis yang hanya mengenakan pakaian dalam bangkit lalu keluar dari peti itu. Gadis itu menjelaskan bahwa dirinya adalah korban dari ritual voodoo. Seseorang menghadiahkan sebuah gaun yang sudah di taburi dengan bubuk zombie, itu membuatnya tampak sudah mati padahal dia masih hidup."

"Hah," tanggap penggali makam satunya.
"Aku penasaran apa yang terjadi dengan gaun itu sekarang."

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...