Monday, September 25, 2017

Assisted Suicide

Dia akan menunggu sampai semua tidur sebelum memulai. Aku akan tetap berbaring dan berpura-pura tak sadar, tapi suaranya akan terus ada; lolongan lemah dalam keputusasaan setiap dia memohon padaku. Mengemis padaku. Memaksaku untuk membantunya mengakhiri hidupnya.

Di terang siang hari, aku akan berbicara kepada orang terkasihku tentang malam tanpa tidur kami. Rasa kasihan diwajahnya begitu kentara; begitu tak berdaya dan pasrah. Ia tahu tak ada yang bisa ia lakukan. Semua penderitaan harus ditahan oleh ‘dia’, dan, sebagai teman, aku. Aku orang kepercayaannya; satu-satunya orang yang nyaman untuk dia ajak bicara. Untuk terisak. Untuk diteriaki.

Tak ada yang keliru jika efek dari stres kini menimpaku. Berat badanku bertambah; aku tak nyaman bergerak; aku semakin depresi. Dokter kami tahu dia punya masalah. Ia tahu sesuatu—itulah kata yang mereka gunakan: sesuatu—ada yang salah dengan dia. Dokter hanya tak bisa memutuskan itu apa. Yang artinya ia tak bisa melakukan apa-apa.

Semalam, kami mengalami masa puncak. Selama berjam-jam, dia terus berteriak menulikan dengan kekuatan yang tak masuk akal. Dia menceritakan padaku dengan rinci soal penderitaannya yang abadi. Penderitaan yang kulawan dengan begitu lambatnya. Jeritannya mereda begitu energinya menguap. Seperti malam-malam sebelumnya. Tapi bukannya terisak sedih dan memohon, nadanya berubah sinis kali ini. Kata-katanya berubah kasar.

“Aku akan membunuhmu,” dia berbisik. “Akan kubelah tubuhmu.”

Napasku tetahan di kerongkongan. Dia tak pernah berkata seperti itu sebelumnya. Semua ucapan dengkinya selalu dia tujukan pada dirinya sendiri. Ini baru terjadi. Mengerikan.

“Kau akan berdarah hingga mati,” dia memberitahuku di tengah isakannya yang bergetar. “Kau tahu bagaimana rasanya bahwa kau tahu bisa mengakhiri ini tapi tidak kau lakukan? Tahu bahwa kau meninggalkan para gadis sendirian?”

Penyebutan si kembar membuatku melompat dari tempat tidur dengan geram dan marah. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dia akhirnya tahu apa yang diperlukan bagiku untuk setuju. Pikiran tentang Dominique dan Shonda di tempat asuh gara-gara kebencian-nya dan kepengecutanku terlalu berat untuk dipikul. Terlalu berat untuk dipikul ibu manapun.

Aku mulai menangis saat membuat persiapan yang begitu kutakuti sejak malam pertama dia memohon padaku untuk mengakhiri hidupnya. Aku tidak mengucap sepatahpun padanya begitu aku siap. Dia terus memanggil dan bertanya apa yang sedang kulakukan. Aku tidak menjawab. Dia sudah terlalu lemah untuk berteriak. Terlalu lelah. Semua yang dia ucapkan hanyalah kata-kata menyedihkan dan kalimat semacam, “kumohon...” dan, “aku sangat kesakitan.” Kata yang kudengarkan lagi, lagi dan lagi, tapi sekarang ada tambahan sinis “atau kalau tidak...”

Aku tahu jika kulakukan apa yang dia minta, aku akan masuk ke dalam penjara. Si kembar akan hidup tanpa ibu mereka, sesuai dengan ancamannya. Tapi dengan begini, paling tidak aku akan hidup. Juga, jika aku berhati-hati, aku bisa meminta teman baikku untuk membantu menyembunyikan jasadnya. Mereka sudah mengatakannya dahulu—di masa kelam saat kukunjungi kenyamanan mereka setelah bulan-bulan tanpa malam yang tenang.

Akhirnya segalanya siap, dia menyadari apa yang terjadi. Dia menang. Aku merasa muak. Sebagian diriku tahu aku melakukan hal yang benar—bahwa penderitaan yang dia tahan sudah terlalu banyak untuk dialami oleh siapapun. Tapi sebagian lain—bagian yang lebih besar—melakukannya karena alasan lain. Aku ingin dia mati. Aku ingin dia pergi dari hidupku, pergi dari hidup putriku, dan pergi dari lingkaran teman dan seluruh keluarga. Aku ingin otonomiku kembali.

Kami pergi ke kamar mandi di mana semua dapat digosok hingga bersih. Beberapa waktu kemudian, 8 bulan penderitaan tanpa tidur kami akhirnya berakhir. Jeritannya berhenti. Permohonannya berhenti. Penderitaannya berhenti. Tak ada yang tersisa selain aku dan jasadnya dan darah. Darah di bak mandi. Darah di tanganku. Darah di hanger baju.

No comments:

Post a Comment

Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat