Skip to main content

KISAH NYATA PEMAIN HITORI KAKURENBO - Bagian 3 (FINAL)

Aku pergi.

Bahkan aku tidak melakukan pengepakan, biar aku beli baru saja. Aku melapor ke CIEE (badan yang mengatur program menginap di Jepang ini) bahwa aku tidak bisa tinggal lagi bersama keluarga tersebut.

Ini bukan kunjungan pertama ke Jepang. Aku tinggal di Chiba-shi sebelumnya selama dua minggu musim panas lalu, dan mereka sudah menawarkan untuk tinggal bersama mereka. Lokasinya cukup dekat untuk aku sekolah di Tokyo, semoga CIEE mengizinkan tapi kalaupun tidak boleh, tak akan pernah aku mau kembali ke rumah tersebut, meski aku cukup yakin dibolehkan.

Ayah dan Ibu tidak menulis catatan tersebut. Aku menyadarinya pagi ini saat aku keluar kamar. Meski pintu kamarku bersih dari simbol darah tersebut (karena aku menabur garam di depannya), semua pintu di rumah ditandai dengan simbol æ­» dari darah. Saat mau sarapan, aku melihat ada noda seperti darah di lemari tempat aku dan Akane sembunyi. Aku buka pintunya, dan....berharap seandainya tidak kubuka.

Ayah dan Ibu disitu, masih bernapas, meski seperti sekarat. Tapi mata mereka, mata mereka sudah tidak ada lagi, dicongkel keluar, tak ada pula bulu matanya. Mereka juga sulit berbicara, karena rasa sakit yang luar biasa.

Ibu berbisik, "Akane....jangan"

Aku berbisik, "Jangan khawatir, ini Sarah, biar kubantu"

Aku ambil garam, menaburkan di sekitar tangga, untuk jaga-jaga. Lalu aku rasa kurang dan kubakar lebih banyak dupa dan kutaruh di lantai bawah sebelum kubantu Ayah dan Ibu. Teleponnya juga tidak berfungsi, masa bodoh kalau tetangga tahu dan bergosip soal ini, menyelamatkan nyawa mereka lebih penting daripada reputasi.

Aku bersyukur aku melakukan penaburan garam, karena mereka bisa keluar dari pintu, dan ternyata ada Akane. Penutup matanya lepas, mata kirinya rusak. Seolah dia sendiri yang melakukannya. Sebelumnya, matanya hanya tergores dari kecelakaan saat pertama kali ritual. Dia memegang pisau dari ritual tersebut, dan pisaunya terbalut darah, darah Ayah dan Ibu kurasa, dan aku mencoba sebisaku untuk tidak muntah. Mata kanannya menatap kami dengan dalam, berputar, dan dia tersenyum.

"Sayang aku tidak menemukanmu."

Aku takut. Aku langsung keluar rumah bersama Ayah dan Ibu, lari ke tetangga terdekat meminta pertolongan dan menelpon ambulans. Saat aku pergi, tirai kamar Akane terbuka, dan aku berani sumpah, aku melihat dia mengintip keluar.

Aku pergi ke kuil sehabis itu. Pendeta kuil bilang aku baik-baik saja, garam dan dupa melindungiku, dan jiwaku masih bersih. Tapi aku memohon untuk melakukan pembersihan rumah, aku cerita tentang Akane, aku beri alamatnya, dan dia bilang akan bantu sebisanya dan mengunjungi rumah tersebut.

Aku menelpon bibi untuk memperingatkan agar Erina kecil dijaga, tapi bibi malah bilang, Erina kecil sudah wafat tiga hari lalu, tengah malam, dan bibi belum berani bilang ke Ayah dan Ibu. Aku menangis dan aku cerita ke bibi semua yang terjadi, dan meminta dia waspada akan Akane. Bibi mulai menangis di telepon, aku meminta maaf terus menerus, dan bibi hanya bilang hati-hati, demi Erina.

Aku lalu menelpon keluarga baruku di Chiba, naik kereta ke Tokyo, dan pindah beberapa jam lalu. Aku tidak tahu apakah pak pendeta berhasil membantu Akane atau tidak, tapi tidak akan pernah aku mau mampir lagi ke rumah di Kasukabe-shi dalam waktu dekat.

Ada dari kalian yang khawatir mampir ke Jepang setelah baca cerita ini. Aku malah menyarankan pergi saja, tapi, jangan sekali-kali coba berurusan dengan dunia gaib di sini. Ini bukan seperti papan Ouija, ini benar-benar berurusan dengan kutukan, kematian, penyiksaan, pokoknya jangan. Setiap kali aku menutup mata, aku terbayang mata kosong Ayah dan Ibu, dan aku takut, takut juga dengan Akane. Aku menyimpan dupa dan garam di kamarku dan aku menggantung jimat. Aku merasa aman, untuk sekarang, tapi berapa lama sampai aku ditemukan?

UPDATE:

Ada telepon jam 11 malam, keluargaku sedikit mengomel, ini dari pendeta di Kasukabe-shi. Dia mengabarkan, bahwa dia tidak bisa menyelamatkan Akane sepenuhnya, dia minta maaf terus. Dia bilang, jiwa Akane sudah menyatu dengan "Erina", dan pembersihannya tidak sempurna. Sekarang Akane sudah di rumah sakit, bersama orangtuanya. Akane tidak lagi kerasukan tapi kutukannya akan tetap di dia dan keturunannya selama empat generasi. Keturunan sebelumnya seperti paman, bibi, dan sebelumnya lagi aman saja, aku juga. Pendeta memintaku mampir ke kuil di Kasukabe-shi hari minggu nanti dan bicara ini lagi.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...