Wednesday, September 20, 2017

KISAH NYATA PEMAIN HITORI KAKURENBO - Bagian 3 (FINAL)

Aku pergi.

Bahkan aku tidak melakukan pengepakan, biar aku beli baru saja. Aku melapor ke CIEE (badan yang mengatur program menginap di Jepang ini) bahwa aku tidak bisa tinggal lagi bersama keluarga tersebut.

Ini bukan kunjungan pertama ke Jepang. Aku tinggal di Chiba-shi sebelumnya selama dua minggu musim panas lalu, dan mereka sudah menawarkan untuk tinggal bersama mereka. Lokasinya cukup dekat untuk aku sekolah di Tokyo, semoga CIEE mengizinkan tapi kalaupun tidak boleh, tak akan pernah aku mau kembali ke rumah tersebut, meski aku cukup yakin dibolehkan.

Ayah dan Ibu tidak menulis catatan tersebut. Aku menyadarinya pagi ini saat aku keluar kamar. Meski pintu kamarku bersih dari simbol darah tersebut (karena aku menabur garam di depannya), semua pintu di rumah ditandai dengan simbol 死 dari darah. Saat mau sarapan, aku melihat ada noda seperti darah di lemari tempat aku dan Akane sembunyi. Aku buka pintunya, dan....berharap seandainya tidak kubuka.

Ayah dan Ibu disitu, masih bernapas, meski seperti sekarat. Tapi mata mereka, mata mereka sudah tidak ada lagi, dicongkel keluar, tak ada pula bulu matanya. Mereka juga sulit berbicara, karena rasa sakit yang luar biasa.

Ibu berbisik, "Akane....jangan"

Aku berbisik, "Jangan khawatir, ini Sarah, biar kubantu"

Aku ambil garam, menaburkan di sekitar tangga, untuk jaga-jaga. Lalu aku rasa kurang dan kubakar lebih banyak dupa dan kutaruh di lantai bawah sebelum kubantu Ayah dan Ibu. Teleponnya juga tidak berfungsi, masa bodoh kalau tetangga tahu dan bergosip soal ini, menyelamatkan nyawa mereka lebih penting daripada reputasi.

Aku bersyukur aku melakukan penaburan garam, karena mereka bisa keluar dari pintu, dan ternyata ada Akane. Penutup matanya lepas, mata kirinya rusak. Seolah dia sendiri yang melakukannya. Sebelumnya, matanya hanya tergores dari kecelakaan saat pertama kali ritual. Dia memegang pisau dari ritual tersebut, dan pisaunya terbalut darah, darah Ayah dan Ibu kurasa, dan aku mencoba sebisaku untuk tidak muntah. Mata kanannya menatap kami dengan dalam, berputar, dan dia tersenyum.

"Sayang aku tidak menemukanmu."

Aku takut. Aku langsung keluar rumah bersama Ayah dan Ibu, lari ke tetangga terdekat meminta pertolongan dan menelpon ambulans. Saat aku pergi, tirai kamar Akane terbuka, dan aku berani sumpah, aku melihat dia mengintip keluar.

Aku pergi ke kuil sehabis itu. Pendeta kuil bilang aku baik-baik saja, garam dan dupa melindungiku, dan jiwaku masih bersih. Tapi aku memohon untuk melakukan pembersihan rumah, aku cerita tentang Akane, aku beri alamatnya, dan dia bilang akan bantu sebisanya dan mengunjungi rumah tersebut.

Aku menelpon bibi untuk memperingatkan agar Erina kecil dijaga, tapi bibi malah bilang, Erina kecil sudah wafat tiga hari lalu, tengah malam, dan bibi belum berani bilang ke Ayah dan Ibu. Aku menangis dan aku cerita ke bibi semua yang terjadi, dan meminta dia waspada akan Akane. Bibi mulai menangis di telepon, aku meminta maaf terus menerus, dan bibi hanya bilang hati-hati, demi Erina.

Aku lalu menelpon keluarga baruku di Chiba, naik kereta ke Tokyo, dan pindah beberapa jam lalu. Aku tidak tahu apakah pak pendeta berhasil membantu Akane atau tidak, tapi tidak akan pernah aku mau mampir lagi ke rumah di Kasukabe-shi dalam waktu dekat.

Ada dari kalian yang khawatir mampir ke Jepang setelah baca cerita ini. Aku malah menyarankan pergi saja, tapi, jangan sekali-kali coba berurusan dengan dunia gaib di sini. Ini bukan seperti papan Ouija, ini benar-benar berurusan dengan kutukan, kematian, penyiksaan, pokoknya jangan. Setiap kali aku menutup mata, aku terbayang mata kosong Ayah dan Ibu, dan aku takut, takut juga dengan Akane. Aku menyimpan dupa dan garam di kamarku dan aku menggantung jimat. Aku merasa aman, untuk sekarang, tapi berapa lama sampai aku ditemukan?

UPDATE:

Ada telepon jam 11 malam, keluargaku sedikit mengomel, ini dari pendeta di Kasukabe-shi. Dia mengabarkan, bahwa dia tidak bisa menyelamatkan Akane sepenuhnya, dia minta maaf terus. Dia bilang, jiwa Akane sudah menyatu dengan "Erina", dan pembersihannya tidak sempurna. Sekarang Akane sudah di rumah sakit, bersama orangtuanya. Akane tidak lagi kerasukan tapi kutukannya akan tetap di dia dan keturunannya selama empat generasi. Keturunan sebelumnya seperti paman, bibi, dan sebelumnya lagi aman saja, aku juga. Pendeta memintaku mampir ke kuil di Kasukabe-shi hari minggu nanti dan bicara ini lagi.

No comments:

Post a Comment

Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat