Skip to main content

Foto Hitam Putih


Ketika saya masih sekolah, saya pergi berkemah di gunung dengan ketiga teman baikku. Setelah kami mendirikan tenda, kami berencana untuk mengarungi area sekitarnya. Setelah berjalan-jalan selama satu jam, kami mulai lelah dan langit juga sudah mulai gelap. Saat itu memang sudah waktunya untuk kembali ke kemah.

Lalu kemudian, tanpa sengaja kami melewati sebuah gubuk tua yang terbengkalai. Penasaran, kami semua memutuskan untuk memeriksanya. Ketika saya mengingat kembali tentangnya, seharusnya saat itu kami meninggalkan tempat itu begitu saja dan kembali ke kemah kami.

Gubuk tua itu sudah sangat buruk dan kayu-kayunya sudah mulai lapuk dan membusuk. Salah satu temanku mencoba untuk membuka pintunya, tapi pintu itu terasa sulit untuk dibuka. Kami semua kemudian beramai-ramai untuk menariknya dan memaksa pintunya terbuka.

Di dalam gubuk itu, debu dan sampah berserakan di lantainya. Ada sebuah meja di sana dan di sampingnya, sekumpulan kertas surat kabar tersusun di sana. Tampaknya tempat ini sudah lama tidak ditinggali pemiliknya.

Saat temanku melihat-lihat sekeliling gubuk itu, saya mengambil salah satu surat kabar yang ada di sana. Tanggalnya menunjukkan tahun 1961. Saya kemudian penasaran siapa yang tinggal di gubuk ini di tahun itu.

Saya membuka halaman demi halaman dari surat kabar itu hingga saya sampai di salah satu halamannya - yang paling belakang. Ada sebuah artikel di halaman depannya yang tampak familiar. Saya melihat tanggal dari surat kabar itu dan menyadari bahwa surat kabar itu baru saja di sini beberapa hari yang lalu.

Ada seseorang yang benar-benar tinggal di sini.

Saya merasa tidak nyaman, perutku terasa mual.

Tidak lama kemudian, salah satu dari temanku menyahut, "Wow!"

"Ada apa?" tanyaku.

"Ketika aku membuka laci mejanya, keluar ini ..." katanya, seraya menunjuk ke foto-foto hitam putih yang ada di lacinya.

Dia mengambil foto-foto itu keluar dan kami semua melihatnya. Awalnya saya tidak tahu apa yang ku lihat. Ada gambar-gambar dari dua orang gadis yang duduk di kursi. Foto-foto itu tampaknya diambil dalam gubuk itu. Ketika melihatnya lebih dekat, saya lalu menyadari bahwa gadis-gadis itu tengah diikat dan ditawan. Mimik wajah mereka mengerikan.

"Oh, Tuhan!" sahut salah satu temanku.

"Ini aneh," kataku. "Ayo cepat keluar dari sini ... lekas!"

Kami meninggalkan gubuk itu secepatnya dan mulai menyusuri perjalanan panjang ke tempat berkemah kami. Saat itu langit sudah gelap dan kami terbiasa melihat dari balik pundak kami ke belakang - memastikan tidak seorang pun mengikuti.

Malam itu, tidak satu pun dari kami bisa terlelap. Kami terus terjaga di dalam tenda dan mengobrol tentang foto-foto hitam putih yang aneh itu. Kami semua ketakutan karenanya.

"Mungkin kita harus melaporkan hal ini kepada polisi." saranku.

"Mari lupakan semua yang terjadi hari ini." timpal temanku.

Semuanya lalu sepakat.

Keesokan paginya, kami mengepak barang-barang kami dan berkendara pulang ke rumah. Temanku menurunkanku di depan rumah. Ayah dan ibu sedang keluar untuk berakhir pekan, jadi saya masuk sendiri mengangkat tasku dan langsung naik ke atas untuk segera mandi.

Ketika saya membuka pintu kamarku, saya benar-benar terperanjat.

Di dindingnya berbaris foto-foto hitam putih. Foto-foto yang sama yang kami temukan di dalam gubuk itu.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...