Skip to main content

THE NAIL - KUKU

THE NAIL - KUKU
THE NAIL - KUKU

“Waktunya untuk tidur, The Nail sudah dekat.”

“Tapi anak penurut tak perlu takut”

“Tutup mata kirimu, lalu yang kanan.”

“Saatnya ucapkan selamat malam.”

Hingga aku berumur 9 tahun, aku tak banyak memikirkan tentang arti lagu itu. Kupikir itu hanya lagu pengantar tidur biasa yang dinyanyikan oleh seluruh ibu yang ada di negeri kepada anak mereka. Baru setelah aku cukup besar dan bertanya pada teman-temanku.

Namun tak ada yang pernah mendengar lagu itu.

Setiap malam, ketika aku hendak tidur, ibuku akan menyanyikan lagu pengantar tidur yang sama. Dan setiap malam, aku akan mengikuti sesuai liriknya. Aku akan menutup mata kiriku ketika lagunya mengatakan begitu, dan kemudian aku akan menutup mata kananku. Dan setelah kedua mataku terpejam, aku akan mencoba untuk tertidur.

Namun saat aku berumur 9 tahun, aku memutuskan untuk membaliknya.

THE NAIL - KUKU - Aku tak mengharapkan apapun untuk terjadi, sumpah. Itu hanya sebuah bentuk pemberontakan seorang anak yang duduk di kelas 3 SD. Aku tak melakukannya saat ibu menyanyikan lagu nina bobo itu. Aku tak mau dimarahi. Namun setelah ibuku meninggalkan kamarku, aku membuka mataku lagi. Dan kali ini aku menutup mata kananku dulu ....

Aku segera membuka mataku lagi. Aku telah melihat sesuatu. Seseorang. Di tengah cahaya remang-remang yang masuk melewati jendela kamarku, aku melihat sekilas sesosok lelaki, berdiri di pojok ruanganku. Ia berdiri di sana, menghadap ke dinding. Dan kupikir, ketika aku membuka mata kananku lagi, orang itu membalikkan badannya ke arahku.

Namun ia menghilang.

Aku masih ingat, pikiranku seperti melaju kencang dalam kepalaku. Aku tak yakin aku telah melihat sesuatu tadi. mungkin itu hanya imajinasiku. Namun bagaimana jika bukan? Bagaimana jika sesuatu memang ada di sana, sesuatu yang hanya bisa kulihat dengan mata kananku tertutup? Aku tak pernah melihatnya sebelumnya di kamarku sebelum ini. Ia tak pernah mengangguku. Jika ia benar-benar ada, mungkin saja ia tidak berbahaya? Namun bagaimana jika ia ingin menyakitiku?

Aku takut jika aku melihatnya lagi. Namun aku juga penasaran. Makanya aku menutup mata kananku kembali.

Ia tak lagi ada di pojok ruangan. Ia kini berdiri tepat di samping ranjangku. Dan dari sedikit cahaya yang menyinari kamarku, aku bisa meihat bahwa ia sedang memegang pisau yang diarahkan tepat di atas dadaku.

Saat ia menurunkan pisau itu, aku segera melompat dari atas ranjang ke lantai. Aku mendengar bunyi selimut sobek ketika pisau itu menembus dan mencabiknya. Aku membuka kedua mataku kali ini, namun aku tetap bisa melihatnya. Ia menoleh ke arahku dan aku memutuskan berlari untuk mencari ibuku.

Ia kemudian berjalan ke arahku ketika aku mulai mencari jalan ke pintu di tengah gelapnya kamarku. Aku menoleh dan melihatnya dengan lebih baik.

Pertama kupikir ia adalah seorang laki-laki, namun sekarang aku tak yakin. Bukannya aku mengatakan ia perempuan, namun wajahnya tampak tak bisa dibedakan apakah ia laki-laki atau perempuan. Mungkin ia keduanya, atau bahkan mungkin bukan kedua-duanya.

THE NAIL - KUKU- Aku tak memperhatikannya dengan saksama, karena saat itu yang kupikirkan hanya bagaimana menyelamatkan nyawaku darinya. Namun ada 3 hal yang kuingat darinya. Ia hanya memiliki satu mata yang menyala dan terbuka lebar. Tidak, matanya tidak terpusat di tengah seperti cyclops, namun matanya ada di sebelah kiri seperti mata manusia normal. Namun di tempat dimana seharusnya terdapat mata kanan, tak ada apapun di sana. Tak ada lubang atau apapun. Hanya kulit yang halus, seolah tak pernah ada apapun di sana.

Namun itu bukan hal yang paling aneh darinya. Hal lainnya adalah mulutnya. Ia tersenyum, mulutnya membuka lebar. Namun di antara kedua bibirnya, seperti tak ada bukaan atau rongga mulut. Bahkan tak ada gigi. Yang kulihat seperti lempengan keramik yang rata dengan garis-garis yang menyerupai gigi dilukis di atasnya.

Dan hal yang paling aneh dan menyeramkan adalah kukunya. Hanya ada satu. Apa yang aku kira sebagai sebuah pisau ternyata bukanlah pisau sama sekali. Aku baru menyadari bahwa itu adalah kuku jari tengahnya. Jari-jari lain di tangannya nampak normal. Namun jari tengahnya membesar dengan ukuran yang menjijikkan dan kuku yang tajam dan melengkung seperti pisau mencuat di ujung jari tersebut.

Aku berusaha keras membuka pintu, namun pintu itu sepertinya macet. Makhluk itu terus mendekatiku sambil meringis bengis. Pisau, ah bukan, kukunya terarah kepadaku.

Akhirnya di detik-detik terakhir sebelum ia berhasil menghujamkan benda tajam itu ke dadaku lagi, aku berhasil membuka pintu dan berlari sambil menangis menjerit-jerit menuju kamar ibuku.

Aku tak menoleh. Aku hanya terus berlari. Dan ketika aku sampai di depan kamar ibuku, aku langsung membukanya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan melompat ke atas tempat tidur.

“Ada apa sayang?” ibuku sepertinya telah tertidur dan kurasa aku telah membangunkannya. Dengan mata yang masih mengantuk, ia bangun dan menoleh ke arahku.

“Aku melihatnya,” aku terisak, “Aku melihat The Nail!”

“The Nail?” tanya ibuku. Aku segera melingkarkan tanganku di pinggangnya untuk memeluknya.

“The Nail! Dari lagu itu! Aku menutup mata kananku dulu, lalu aku melihatnya!”

“Lagu apa Nak? Ibu tak mengerti maksudmu ...”

Aku menatap ibuku dengan mata berkaca-kaca, “Lagu nina bobo yang selalu ibu nyanyikan setiap malam di kamarku sebelum aku tidur.”

Wajah ibuku langsung tampak merasa bersalah.

“Nak, maafkan ibu. Aku tahu ibu salah, selalu pulang larut malam sehingga agak mengabaikanmu. Namun ibu tak pernah menyanyikan lagu nina bobo di kamarmu. Tiap kali ibu mau masuk ke kamarmu untuk mengucapkan selamat malam, kau selalu sudah tertidur. Ibu tak pernah masuk ke kamarmu.” THE NAIL - KUKU

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...