Skip to main content

Sound From Upstairs - Suara Dari Lantai Atas


Suara Dari Lantai Atas - Pulang larut malam dari kantor adalah kebiasaan rutin Edward setiap hari. Sebagai seorang akuntan diperusahaan yang tak memiliki cukup banyak karyawan mengakibatkan tugas-tugasnya menumpuk, jika tidak lembur maka ia takkan bisa menyelesaikan semua laporan itu sampai tuntas. Lelah mental dan fisik sudah menjadi santapan sehari-hari.

Setibanya di gedung kos, Edward mendapati pintu kamarnya tak terkunci, "Sial!" umpat Edward sembari bergegas masuk dan berkeliling ke sepenjuru kamar, memeriksa barang-barang serta lemari tempat simpanan uang, tak ada yang berubah, tak ada yang hilang. Edward menghela nafas lega. Sifat pelupa pemuda itu tampaknya semakin parah, terakhir kali ia lupa mengunci pintu kamar kosnya, laptop Aple dan jam tangan Rolex kesayangan pemberian mantan pacarnya yang tajirnya nauzubillah raib digondol maling. Entah siapa malingnya, tapi ia curiga ini ulah salah seorang penghuni mes kumuh ini.

Namun Edward terlalu lelah bahkan untuk sekedar merasa kesal. Ia ingin segera membaringkan tubuh penatnya. Segera Edward menanggalkan seragam kerja, sepatu kemudian menyalakan kipas angin dan merebahkan diri ke atas ranjang apeknya. "Ahhh... nikmatnya.." desah Edward. Rasa lelah ternyata juga memiliki kenikmatan tersendiri. Angin kipas sepoi-sepoi berhembus, menyejukan tubuh kerempeng Edward, kelopak matanya pun semakin memberat, setelah 12 jam membuang waktu berharga di kantor, akhirnya ia bisa... bersantai...

Suara Dari Lantai Atas - Hampir saja Edward akan terlelap dalam mimpi, tiba-tiba ia mendengar suara cekikikan nyaring dari lantai atas.

"Pasti si Bob penghuni kamar di lantai atas itu sedang asik kongkow-kongkow dengan temannya Patrick dan Sandy. Sungguh tak tahu waktu. Ini kan sudah terlalu larut untuk bersenda gurau," gerutunya dalam hati. Tapi Edward memutuskan untuk tak menggubris, ia ambil sebuah bantal dan ia tekankan diatas kepalanya agar suara gelak tawa mereka sedikit teredam. Namun sia-sia, mereka malah semakin menjadi-jadi gaduhnya. Ia bahkan mendengar derap langkah kaki berlarian kesana kemari, dan walau tertutup bantal, suara tawa mereka kian terdengar membahana di dalam kepala Edward. Edward frustasi, ia tak dapat lagi menahan amarahnya. Sungguh keterlaluan mereka. Apakah ia tak boleh beristirahat barang sebentar. Gangguan memuakan seolah tak ada habisnya di tempat sialan ini.

Dengan geram Edward segera pergi ke lantai atas, mendatangi kamar penghuni tolol yang berada persis diatas kamarnya. Setelah sampai ia gedor pintunya keras-keras. Seketika saja suara gelak tawa dari dalam berhenti. 'Huh, pasti mereka kaget kan dengan kedatanganku.' Batin Edward.

"Heh, bocah-bocah ingusan! buka pintunya!" teriak Edward penuh emosi.

Senyap. Ia gedor lagi pintunya, kali ini dengan lebih membabi buta. Namun pintu sama sekali tak bergeming. Sungguh tak bermoral, pengecut sekali mereka. Lamat-lamat ia mendengar suara saling berbisik dari dalam. Jadi mereka mau pura-pura tidak ada di kamar.

"Hei sialan, buka pintunya! Kalian pikir ini jam berapa? membuat kegaduhan! Punya jam tidak sih?!, awas ya kalian!!" bentak Edward kemudian melangkah pergi.

Namun baru beberapa langkah ia meninggalkan pintu, suara gelak tawa cekikikan mereka tiba-tiba terdengar lagi. Tak pelak itu membuat darahnya kian mendidih. Mereka pasti segaja mempermainkan Edward. "Bob dan patrick sialan, mereka meremehkanku rupanya", Edward sangat geram. Maka ia pun berbalik ke arah pintu, mengambil ancang-ancang, dan mendobrak sekuat tenaga. BRAKKK!! Daun pintu yang ternyata tak terkunci itu langsung saja terhempas membuka, tanpa perlawanan sama sekali. Tanpa banyak basa-basi lagi, ia merangsek ke dalam untuk mendamprat mereka, namun alangkah terkejut Edward melihat pemandangan dihadapannya...

Suara Dari Lantai Atas - Di sana, terbaring kaku beberapa onggok mayat. Salah satunya adalah mayat Bob, dengan leher koyak hampir putus. Sedangkan tubuh Patrick terlentang, perutnya sobek menganga, dan Sandy termutilasi. Darah berceceran di sana sini, potongan tangan dan kaki tergeletak di sudut kamar.
Edward melotot memandangi panorama yang tersuguh di depan wajahnya. Mulutnya ternganga, mendadak tubuhnya terasa kaku. Bau anyir yang seketika menyeruak penciuman langsung membuat perut Edward mengejang. Apa yang sebenarnya terjadi, mayat-mayat termutilasi itu... buraian usus itu... serta genangan darah itu... semuanya tampak seperti baru kemarin.

Bah! sungguh dungu! bagaimana Ia bisa lupa!

Dialah yang telah membantai mereka kemarin malam. Lebih tololnya lagi, ia bahkan lupa membuang mayat-mayatnya. Lupa, lupa, lupa, hanya itu yang Edward ingat. Terlalu banyak pekerjaan ternyata dapat menyebabkan kepikunan.

"Bodoh sekali, untung belum ada yang menemukan... nah, sebaiknya sekarang aku bersihkan semua kekacauan ini." Ujar Edward sembari memunguti potongan tangan dan kaki di sudut-sudut ruangan.

"Haaah... ada-ada saja..." keluhnya sambil mendengus kesal.

Suara Dari Lantai Atas - Waktu tidurnya yang berharga hari ini hilanglah sudah, terbuang percuma hanya untuk menyingkirkan mayat.

Dan semenjak saat itu, Edward tak pernah bisa tidur, dimanapun ia berada setiap kali matanya terpejam, suara-suara itu selalu melengking di dalam tempurung kepalanya. Suara derap kaki berlarian... serta suara tawa mengejek Bob dari lantai atas...

"Kekekekekekeeekkk...!!"
Suara Dari Lantai Atas

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...