Skip to main content

Horror Cooking Show

Horror Cooking Show

Horror Cooking Show - Oh empuknya, aku mengoleskan bumbu ke atas steak itu hingga permukaannya berkilau terkena lampu panggung. Porsinya harus benar-benar tepat. Jika bumbunya terlalu banyak, rasanya takkan pas dan itu adalah hal terakhir yang kuinginkan. Aku menatap ke arah para juri yang berjalan mengelilingi kami dengan papan penilaian serta terlihat mencentang kotak-kotak yang tak terlihat oleh kami.
Ketika aku meletakkan dagingku ke dalam oven, aku menghapus keringat dari alisku dan mellirik kompetitorku yang lain. Mrs. June tampak berantakan, terlihat panik ketika ia mengelapkan tangannya ke celemeknya. Aku merasa kasihan padanya. Ia tampak tak bisa mengatasi stressnya. Keluarganya ada di kursi penonton, berusaha menyemangatinya. Salah seorang anaknya terlihat menangis.

Kemudian ada Mr. Alverson yang menggigit bibirnya cukup kuat hingga tampaknya akan berdarah. Ia tampak berkonsentrasi dengan potongan daging di hadapannya. Aku kemudian menjadi cemas dengan kenyataan dimana aku sudah menaruh steak-ku di dalam oven, sementara yang lain masih berusaha menyempurnakannya.

Horror Cooking Show - Terdengar teguran para juri yang mengatakan waktu kami semakin menipis dan menyuruh semua orang untuk menaruh masakan mereka ke dalam oven. Mrs June mulai menangis dan Mr. Alverson, tanpa ia sadari, menyumpah dengan keras. Aku merasakan secercah kelegaan.
Kami menanti, detik-detik dan menit terasa seperti berjam-jam, Akhirnya, masakanku matang juga. Aku mengeluarkannya dari oven dan dengan penyesuaian akhir, seperti melumurinya dengan minyak zaitun dan menambahkan daun kemangi. Dengan jantung berdegup tak beraturan, aku membawa nampanku ke meja juri, lantai berderit ketika kakiku menginjaknya. Akhirnya, yang lain selesai pula.
Kami berdiri di sana, berderet bertiga, semuanya menahan napas ketika juri mulai mengiris tiap steak kami dan mencicipinya, sembari berbisik satu sama lain dan menandai papan penilaian mereka. Akhirnya, kepala juri berdiri, menghadap semua orang di kursi penonton.

“Keputusan telah dibuat untuk ketiga finalis. Pemenang ronde ini adalah Mr. Alverson.”

Aku hampir melompat kaget ketika Alverson berteriak dengan kegirangan.

“Dan Mr. Farrel!”

Aku menarik napas lega.

Mrs. June menjerit. Ia mulai memohon. Salah satu anaknya berlari menembus penjagaan dan memeluknya, namun itu takkan ada gunanya.
Para algojo maju ke depan, mencampakkan anak itu, dan menangkap Mrs.June. Salah seorang menggorok lehernya, sementara yang lain menancapkan kait ke kakinya dan menggantungnya terbalik. Darahnya segera terkucur habis, menetes di atas plastik yang melapisi lantai.
Aku menahan napas ketika instruksi yang baru diberikan oleh para juri.

“Nah, tuan-tuan ... menu terakhir kita adalah sup ginjal.”

Aku merinding ketika melihat para algojo merobek perut wanita itu dan memotong kedua ginjalnya kemudian memberikannya kepada kami.
Aku kembali ke mejaku untuk mempersiapkan makanan terpenting dalam hidupku.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...