Skip to main content

YOU NEED TO EAT


“Kamu harus makan, Nak! Kamu butuh tenaga!”

Namun Adalyn yang berusia 13 tahun tetap tidak mau makan. Rasanya ia sudah tak mampu menelan makanan apapun. Aroma sup ayam buatan ibunya saja sudah cukup untuk memicunya muntah.

Ia mendorong mangkok itu menjauh dan menutup matanya, “Aku tak mau makan ini! Dimana susternya?”

“Ia pergi 30 menit lalu ketika kau tertidur.”

Adalyn mencoba untuk berbaring dengan posisi yang paling nyaman. Namun hal itu seperti mustahil, mengingat infus dan selang-selang lainnya yang meliliti tubuhnya. Ia melenguh dan mencoba berbaring sebisanya.

“Jangan ngambek begitu! Kau harus makan!”

“Aku tidak lapar!”

“Kamu tak pernah merasa lapar, Mama rasa itulah masalahnya! Semuanya khawatir terhadapmu! Membiarkan dirimu sendiri kelaparan bukanlah hal yang baik!”

Adalyn menghela napas. Ia tahu lebih baik tentang tubuhnya sendiri. Ia tak berselera makan saat ini. Bahkan saat ia merasa lapar, ia tak bisa menelan apapun. Selalu begini sejak ia kecil.

“Semua orang mengkhawatirkanmu!”

“Yeah, pasti.” pikirnya.

Seorang perawat kemudian masuk, membuat Adalyn merasa lega.

“Halo, Sayang? Bagaimana kabar pasien kecil kita?”

“Baik.” katanya tanpa antusiasme sedikitpun.

“Ia mulai lebih baik.” Ibunya menjawab sembari mengoleskan lipstik berwarna merah tua, “Namun aku masih tak bisa membuatnya makan.”

Sang perawat mengamati catatan kesehatan Adalyn dan meletakkan kembali ke samping ranjangnya, “Jangan khawatir, Mrs. Anderson. Kami dapat menempatkan dalam diet terkontrol di rumah sakit ini. Anda tak perlu membawakannya makanan dari rumah.”

“Tapi ia memiliki alergi makanan yang parah!” sanggah ibunya. “Dan aku tak bisa yakin apakah makanan yang kalian hidangkan di rumah sakit ini akan membuat kondisinya lebih baik ataukah lebih buruk.”

Adalyn mengamati percakapan mereka. Ia sudah pernah mengalaminya sebelumnya. Ibunya tak pernah memperbolehkannya makan makanan rumah sakit. Suster menatapnya sejenak dan Adalyn memberikan sorot mata putus asa dan memohon.

“Jangan khawatir,” sang suster bersikeras, “Kami akan merawatnya dan Anda dapat pulang untuk beristirahat selama beberapa jam.”

Urat-urat di wajah Mrs. Anderson seakan mencuat keluar, “Apa kau gila! Aku ibunya! Aku takkan meninggalkannya walau sedetik saja!!!”

Sang perawat hanya menggeleng-gelengkan kepala dan keluar ruangan.

Adalyn menahan air matanya. Selalu sama setiap hal ini terjadi. Ibunya kemudian mendorong semangkuk sop ke arahnya, namun kali ini dengan nada agak mengancam.

“Adalyn Nicole Anderson! Kamu harus makan sekarang! Jangan suruh Mama untuk membentakmu lagi!”

Adalyn meraih sendok dengan tangannya yang kurus. Begitu menatap tangannya yang seperti tulang berbalut kulit, barulah ia menyadari betapa rapuhnya dia sekarang. Ia memasukkan isi sendok itu ke dalam mulut. Bau pembersih lantai yang bercampur dalam kaldu sop itu membuatnya pusing. Kali ini ibunya sedang sibuk di telepon.

“Ya, terima kasih atas semua simpatimu. Aku tahu ... namun memiliki anak sakit adalah beban yang harus kutanggung ...”

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...