Skip to main content

Xulub


Aku lahir di Mexico selatan, bagian dari kelompok etnik khusus. Kami memiliki banyak keanehan. Diantaranya adalah kurangnya kata-kata untuk “wanita”. Kami tidak membutuhkan kata-kata itu, karena di kebudayaan kami, anak perempuan menjadi wanita setelah mereka menikah.
Aku menjadi wanita saat berusia 13 tahun. Suamiku, Ikal, berusia 38 tahun. Pertama aku menolak, dan bahkan mencoba melarikan diri, tapi ayahku melembutkan hatiku. Sakitnya sama seperti waktu Ikal dan aku dinikahkan, malam yang sama.
Ikal adalah seorang pemabuk yang bertempramen buruk. Dia pulang setiap jam 3 atau 4 subuh, dengan bau alkohol menyengat. Jika dia menemukan sesuatu yang tidak membuatnya senang- Perabotan berdebu, cucian tidak selesai, atau makanan yang rasanya hambar- Dia akan memukuliku sampai habis. Dia pergi lagi saat pagi menjelang siang. Bahkan jika dia tidak disana, aku tidak bisa melarikan diri, pertama ini dikarenakan kakiku yang dirantai, kedua keluargaku akan dipenjara jika aku lari dari suamiku.

Tahun-tahun itu adalah bencana. Aku masih memiliki bekas luka dan tulang yang bengkok untuk membuktikannya. Setelah ulangtahunku ke 15 kapanpun aku sendirian, aku mulai mendengar suara. Suaranya serak, perlahan, dan penuh kebencian tapi terdengar melindungi. Itu merusak waktu istirahatku, waktu dimana Ikal sedang tidak di rumah.
“Anak yang malang,” katanya. “Ditakdirkan untuk memiliki hidup yang sedih.”
Pertamanya aku mengabaikan itu. Dia selalu mengatakan apapun yang kutahu. Tapi akhirnya aku tidak tahan lagi. Satu malam, aku berpura-pura tidur. Tapi ketika dia mulai berbisik, aku menyalakan api.
Fisiknya adalah lelaki pendek, dengan kulit kasar berwarna gelap dan punuk di punggungnya. Kurus dan hanya tulang, kecuali perutnya yang besar. Matanya serba hitam, menggantung di rongga matanya, dan mulutnya mirip seperti senyuman licik.

“Xulub,” aku berbisik, dan gemetar. Sang Iblis.
Xulub tertawa, kemudian meniup api yang menyala itu.
Setelah itu, Xulub tidak pernah menyembunyikan dirinya lagi. Dia selalu melecehkanku setiap saat, tidak hanya mengutuk dan memperlihatkan kelakuan yang tidak masuk akal, tapi merusak pekerjaan rumah tanggaku juga. Dia menabur banyak garam di makananku ketika aku tidak melihat. Dia mengencingi termos air yang kuisi. Dia membakar lilin dan menuang lilin panas ke ranjang.
Suamiku tentu saja tidak senang. Pukulan semakin brutal kurasakan sampai tetanggaku yang pria juga khawatir. Tidak ada yang membantuku pastinya. Itu adalah hukumnya.
Xulub terlihat sangat bahagia. Dia selalu meledekku dan meludahiku dan tertawa. Dia terus menghancurkan perabotan dari tanah liat, rok yang kumiliki, dan juga konstruksi kayu yang kusebut rumah.

Satu pagi, dia meninggalkan mayat anjing busuk di mejaku. Aku tidak bisa menerima ini lagi.
“Kenapa?” hanya itu yang bisa kukatakan.
Dia tertawa, dan menunjukku. Atau lebih tepatnya, dia mengarahkan kuku jari kotorya itu ke perutku.
Dengan stress yang panjang membuatku lupa. Aku menghitung tiap minggu dengan jariku. Bulan itu.. aku tidak mendapatkan tamu bulananku. Aku menangis beberapa jam. Ikal menemukanku di pojokan, sedang menangis dengan posisi membujur. Dia berteriak kepadaku, dan aku berteriak kembali untuk pertama kalinya. Aku memberitahu dia tentang bayi kami.
Pikiran menjijikan melewati pikiranku. Bagaimana kalau itu bayi Xulub?
Ikal meninju mulutku, dan langsung keluar dari rumah. Datang Xulub, menggali dari bawah tanah, senyumnya jauh lebih lebar dari sebelumnya. Dia mencoba membelai perutku, tapi aku memukul tangannya.

“Apakah kau mau membuat perjanjian denganku, Ix Chel?” dia bertanya, masih tersenyum.
Aku melihat wajahnya ketika dia menyebutkan namaku untuk pertama kali. Aku menggigit bibirku penuh kejijikkan.
“Berikan aku anakmu, dan aku akan menjadikan semua keinginannmu menjadi nyata.”
Aku mendengar cerita ini dari nenek. Xulub mempermainkan dirimu, dan memanipulasi dirimu, dan menghancurkanmu. Tapi dia tidak akan pernah berbohong. Dia tidak bisa.
“Apakah kau tidak membenci suamimu?” dia sudah tahu jawabannya. “Mengapa kau mau mengandung anaknya?”
Aku tidak memiliki jawaban lain. “Apa yang ingin kau lakukan kepadanya?”
“Apa yang aku lakukan dengan barang setelah perjanjian bukan urusanmu.”
“Barang?” Aku meludahkan darah ke kakinya. “Anakku tidak akan diperlakukan sama denganku.”
“Well, jika dia bisa lahir.”

Kata-katanya membuatkau menangis lagi, karena itu benar. Apa yang anakku bisa milikki dengan ayah seperti Ikal?”

“Ambil dia,” Bisikku. “Ambil suamiku.”
Dia membuat suara mengklik dari mulutnya. Itu membuatku lebih kesal, karena aku baru sadar dia tidak punya lidah.
“Hanya yang belum terlahirlah yang menarik.”
Aku tidak mau mendengar apapun lagi setelah itu. Dia ingin mencari perhatianku, pertama dia menjambak rambutku, dan mencakar tanganku, dan menjatuhkan lilin panas di tanganku. Tapi tidak kuperdulikan sedikitpun.
Ketika Ikal pulang, dia mulai memukuliku. Tapi kali ini pukulannya mengarah langsung ke pinggangku. Ketakutan, aku berteriak memanggil tetanggaku. Tapi itu semua sia-sia.
Suamiku tidak melihatnya, tapi Xulub ada disana, duduk di pojokan, masih tersenyum.
Ini masih terjadi sampai seminggu kedepan. Tapi apapun yang terjadi, bayiku masih berada didalamku. Dia mulai tumbuh, dan membuat Ikal semakin emosi.

Dia memukuliku dengan panci panas. Bau terbakar dari kulitku membuatku menggila. Aku mengambil pisau, bukan untuk mempertahankan diriku tapi untuk bunuh diri, yakin bahwa apa yang menungguku dibalik ini jauh lebih baik daripada neraka ini.
Darah berceceran ke badan suamiku. Matanya membelalak, mulutnya terbuka lebar. Dia melempar panci itu dan lari keluar dari rumah kami. Sementara, darah tetap tumpah. Aku mulai tergolek di lantai.
Sudah berakhir, pikirku.

Tapi Xulub tidak berpikir seperti itu.
Dia menekan leherku dengan tangannya yang kotor, dan darah itu terhenti. Beberapa saat kemudian luka itu menutup.
Aku berteriak di wajahnya, lelah, mual dan terlalu sakit karena kematianku tidak diberikan kepadaku.
“Keinginanmu, Ix Chel,” Dia berbisik. “Katakan padaku.”
Aku menggelengkan kepalaku. Menutupi wajahku dengan tangan.
“Aku bisa membuatnya membayar apa yang telah dia lakukan kepadamu. Aku bisa mengeluarkanmu dari sini. Aku tidak akan mengganggumu selamanya. Yang harus kau lakukan adalah memberikan anakmu. Cepat. Dia sedang kembali.”
Tangan kananku merasakan perutku yang memar, dan kehangatan didalamnya. Anak perempuanku yang manis. Alasan aku kesakitan selama beberapa bulan ini. Tidak hanya memakan tubuhku, tapi penderitaanku juga. Parasit.

“Permintaan apapun?” Bisikku. “Kau berjanji?”
“Aku berjanji. Aku akan memberikan apapun untuk anak itu.”
“Kalau begitu.” Kataku, “Keinginanku adalah kebahagiaan kekal untuk anakku.”
Untuk pertama kali, Xulub berhenti tersenyum. Aku tersenyum kembali, untuk pertama kalinya, dan merasakan diriku mulai tergeletak.

Atziri berusia 10 tahun hari ini. Dia adalah anak yang penuh semangat dan manis yang pernah kau lihat. Tidak ada seorangpun menduga dia dibesarkan oleh seorang ibu remaja dari masyarakat miskin. Yang lebih mengejutkan, adalah, jimat mengerikan yang dibawa kemana2 olehnya: Batu yang terukir dengan gambar tulang wajah dan mata menggantung. Dia merasa itu adalah pelindungnya.

Terkadang, hanya terkadang, aku menangkap dia melihatku, dengan penuh kebencian tapi aku tidak bisa menahan senyumku.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...