Tuesday, September 19, 2017

UBLOO - Bagian 4



Sambil melamun dan memutar gelas gin, aku berjalan mengelilingi kamarku. Besok aku akan bertemu dengan Bank Louisiana untuk melihat sekolah lama yang dilihat oleh Robert Jennings. Ketika aku mengatakan bahwa aku berniat membeli tempat itu mereka cukup terkejut, dan ketika mereka juga berkata bahwa tidak ada yang berniat membeli tempat itu, aku juga terkejut. Rumah itu, meskipun bobrok dan membutuhkan banyak perbaikan, namun tetap indah. Perempuan yang di telepon itu memberitahuku bahwa sekolah itu sudah menjadi cerita seram lokal untuk orang sana. Tempat itu ditutup ketika sudah tidak ada lagi dana yang membantu, para siswa dan orangtua juga sangat kecewa karena pemerintah setempat memilih untuk mengirimkan mereka ke tempat lain daripada menambahkan dana. Setelah itu sekolah tersebut langsung masuk ke pasaran, tapi kurasa tidak ada orang yang berpikir untuk mengambil tempat yang sudah berbuat baik ke para anak-anak itu. Waktu berlalu dengan cepat dengan adanya beberapa badai dan tanpa adanya perawatan, pelan tapi pasti tempat itu langsung menjadi pusat kejadian mistis, meskipun tidak ada kejadian yang pernah terekam disana.

Aku kembali meminum sedikit gin. Tidak pernah kuduga aku akan menjadi seorang yang terbiasa dengan ini. Aku tidak pernah menjadi seorang peminum sebelumnya, aku hanya menyukai sedikit whiski. Dan sekarang hanya ini yang bisa kuminum.

Kamar hotel yang kutinggali cukup gelap dan apek. Rekening bank yang kumilikki sudah cukup berkurang banyak karena sudah 2 bulan kulalui tanpa bekerja, dan aku tidak bisa hidup dengan boros. Pernah terpikir olehku untuk menulis resep dan menjualnya tapi aku tidak bisa melakukan itu. Biarpun uang adalah sesuatu kuperlukan, tapi aku tidak bisa untuk tidak menjadi diriku sendiri yang dulu. Siapa tahu? Mungkin sekolah ini bisa memberikan informasi baru yang bisa kugunakan untuk membunuh Ubloo. Bunuh? Aku menggelengkan kepalaku. Ini adalah kutukan, bagaimana caranya aku membunuh sesuatu seperti itu?

Aku kembali melamun dan menyender di lemari, memperhatikan es batu yang cair dan bergoyang di kedua sisi.

“Dokter.”

Suara itu terdengar dari belakang. Aku berputar dengan cepat sampai hamnpir terjatuh, dan mataku harus menyesuaikan dengan gerakan yang cepat itu. Samar samar terlihat seseorang, dan itu Andrew. Kami saling menatap satu sama lain. Dia menggunakan kaus berwarna hitam dan celana jeans. Rambutnya berantakan dan kusut, dan mata hijau terangnya sudah berganti dengan mata putih.

“Dokter, mengapa kau ada disini?” dia mulai berkata.
Suaraku tersangkut di tenggorokan sebelum akhirnya aku bisa melepaskan itu.
“Aku sedang berusaha mencari jalan keluar, Andrew. Aku sedang mencoba mengalahkan Ubloo.”
Andrew menggelengkan kepalanya perlahan.
“Kau tidak bisa mengalahkan Ubloo Dokter. Tidak akan bisa.” “Ubloo selalu disana, menunggu, dan memperhatikan.”
Kami berdiri dan terdiam, perutku terasa mulas karena depresi dan kegugupan.
“Aku hanya bisa berusaha Andrew.” Aku akhirnya berkata “Aku hanya bisa mencoba, karena aku tidak bisa membiarkan ini terjadi ke orang lain. Aku tidak bisa.”
Itu adalah saat dimana aku melihat sebuat bayangan di belakang Andrew, dengan gerakan yang perlahan namun terlihat ceroboh. Kulitnya yang licin dan berwarna abu-abu terlihat tertarik dari tubuhnya, dan aku bisa melihat setiap tulang dan otot yang bergerak dengan 6 kaki panjangnya. Kira-kira tingginya sekitar 6 kaki, mungkin lebih, dan tubuhnya terbungkuk di dengkulnya. Kepalanya yang bulat besar dan mata hitam pekatnya menatap tajam ke arahku, aku bisa merasakan bahwa dia memperhatikan gerakanku. Belalai panjangnya mengibas setiap kali dia bergerak. Dia berhenti tepat di belakang Andrew yang mulai berkata lagi.

“Itu akan terjadi ke orang lain dokter.” Mata putihnya menatapku. “Hanya ada satu jalan keluar sekarang.”
Belalai Ubloo bergerak, dan menekan ke telinga Andrew. Dan lidah tipis panjang nya muncul di hidung Andrew dan dia mengeluarkan suara yang melengking.
Aku menutup telingaku dan perlahan merosot dari lemari. “Tidak! Hentikan itu!” Aku berteriak, tapi tidak ada artinya.
Daging tubuh Andrew mulai terlepas dari tulangnya, menetes seperti lilin dan memperlihatkan tengkorak dan jaringan ototnya. Dia terus berteriak sampai tubuhnya menjadi tumpukan daging di kakinya. Wajahnya sudah meleleh dan tulang rahangnya sudah terlihat, dan terdengar suara benda tajam dan otot rahangnya terlepas, dan tulangnya terbengkokkan, semuanya itu terjadi sambal dia berteriak kesakitan.

“TOLONG! AKU TIDAK BISA LAGI! AKHIRI INI SEMUA TOLONG!”

Dan akhirnya Andrew berhenti, rahangnya masih terbuka. Dia hanyalah setengah tulang sekarang, dengan sedikit daging dan isi perut yang tersangkut diantara tulang yang tidak terjatuh ke lantai. Dia terdiam, dan lehernya tiba-tiba terpatahkan ke arahku, dan bola mata putihnya berputar ke belakang dan terlihat mata hijau menyeramkan. Di belakangnya terlihat Ubloo.

“Akhir adalah Awal dokter.”

Dan tengkoraknya terpecah menjadi abu dan terjatuh ke gundukan daging dan empedu yang tertinggal, dan belalai Ubloo jatuh dan menggantung dibawah kepalanya.

“Ubloo.”

Kakiku tersangkut di seprai ranjang seperti ikatan ranting. Aku terbaring di genangan keringat dingin, terengah, dan melihat keatap yang gelap.
Aku masih terbaring disana sampai aku mulai bisa bernapas dengan tenang dan mulai berjalan ke arah lemari dan membuka salah satu lacinya. Disana terdapat sebotol obat, dan pistol.
Ketika aku masih mencari cara untuk menghilangkan kutukan ini, sebagian kecil dari diriku mengingatkanku bahwa memang hanya satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan ini semua.

Kubuka botol Adderall dan meminum 3 tablet dengan gin yang sudah hampir habis itu. Aku berputar dan kulihat di sekitar ruangan, tidak ada apa-apa. Aku menyalakan saklar lampu dan mengecek jam. 4:37 pagi.
Waktunya untuk pergi.
Aku sampai di bank sekitar jam 7 pagi. Itu tidak akan buka sampai satu jam kedepan, jadi aku membuka sebotol gin yang ku simpan di mobil dan mencampurkannya ke dalam kopiku. Hisapan pertama seperti membakar lidahku tapi aku sudah tidak perduli lagi. Ada yang lebih parah dari mulut yang terbakar.
Aku terus memikirkan apa yang Andrew katakan, jika itu Andrew. Bisa jadi itu adalah Ubloo yang berbicara denganku? Tidak masuk akal. Jika itu bisa memberitahuku untuk bangun, mengapa dia mau bayangan Andrew berbicara denganku? Mendengar bahwa mahluk itu bisa bicara membuatku merinding.

Akhirnya pertemuan dengan wanita yang akan memperlihatkanku sekolah sudah sampai. Namanya Linda. Dia adalah perempuan yang sudah cukup tua dengan rambut kecoklatan dan flek di wajahnya, dan dia juga memiliki senyuman yang indah. Cukup memakan waktuku untuk membersihkan diri. Jika aku ingin terlihat seperti seorang yang ingin membeli tempat ini aku harus bermain rapi. Aku merapikan rambutku dan kucukur sedikit janggutku. Kugunakan baju kerjaku dulu dan kusemprotkan parfum. Kalau boleh jujur, sangat nyaman kembali menjadi diriku sebelumnya.

Kami menggunakan mobilnya untuk menuju ke sekolah, hanya beberapa blok dari bank. Ketika kami sampai aku mendapatkan perasaan yang mengerikan, aku merasa aku sudah tahu tempat ini hanya dalam diary Robert. “Sekarang memang terlihat begini, tapi asal kau tahu dulu tempat ini sangat indah.” Linda berkata sambal menuju ke pintu gerbang itu.
Dia mengambil kunci dari tasnya dengan tiga kunci dan meraba-raba di antara itu. Aku melihatnya dengan hati-hati. Ada 2 kunci berwarna emas dan 1 lagi yang perak. Dia mengambil yang warna perak dan dibukanyalah gerbang itu. Sambil berjalan aku juga melihat gerbang yang ujung atasnya tajam. Tidak baik untuk dipanjat, tapi kalau dilakukan dengan hati-hati maka itu sesuatu yang bisa dilakukan.

“Kebunnya sedikit tumbuh panjang sekarang, kami biasanya mengirimkan orang untuk memotong rumput ini setiap bulan, dan untuk mengecek tempat tersebut, memastikan tidak ada yang macam-macam dengan tempat ini.”
Kami berjalan setapak dan naik di tangga depan. Dari gantungan kunci yang sama dia mengambil kunci emas dan membuka kuncinya. Pintu terbuka kedalam dan dia masuk.
“Jadi, disini kita memiliki lobi, dan seperti yang kau lihat ada lantai rusak dengan langit-langit yang tinggi, yang kami cukup marah dengan hal ini,” Katanya sambal menutup pintu dibelakangku.

Rumah ini sebetulnya indah dan aku tahu mengapa sangat mudah bagi Robert untuk membeli rumah ini sebagai investasi. Linda menunjukanku sisa ruangan di rumah itu, yang mana sangat suram dan berdebu. Lantai yang berdenyit saat kami berjalan, dan bukti dari bekas hantaman air terciprat di dinding dan atap. Hampir semua di lantai satu adalah kelas, dengan sedikit pengecualian adanya dapur kecil yang digunakan para guru untuk istirahat. Diatas adalah kantor dekan, dan tambahan kelas.

Aku terus berjalan di sekeliling rumah, dan hanya setengah mendengarkan apa yang Linda infokan, yang lainnya adalah menunggu untuk sesuatu yang melompat dari dalam kegelapan, namun tidak ada. Aku menemui jalan buntu. Aku sudah mengikuti semua tanda yang menuju ke titik ini, tapi nyatanya yang kurasakan aku semakin tersesat dan sendirian.

Ketika kami selesai melihat rumah, aku kembali ke bank bersama Linda untuk membicarakan dokumen dan digit nominal. Aku duduk di dalam kantornya ketika dia menaruh tas dan mengambilkan kopi untuk kami. Saat dia kembali, dia duduk dan membawa beberapa dokumen.

“Kami membuka harga minimum 685,000 dollar, dengan segala tagihan dan biaya tambahan yang ada akan dibebankan ke pembeli. Ada juga biaya broker sebesar 10,000 dollar tapi bisa kami hilangkan kalau anda berkomitmen, mereka cukup bersikeras untuk menyingkirkan property ini.” Ketika dia selesai menjelaskan dia memberikan dokumen untuk kulihat. Aku berpura-pura membacanya dan kembali terduduk di kursiku.
“685,000 dollar cukup baik, biarpun rumah yang mirip akan lebih mahal 2x lipat dari pasaran saat ini, apalagi yang ini ukurannya luas dan arsitekturnya bagus.”
Linda tahu apa yang aku katakan sebelum aku berbicara lagi.

“Tentang itu,” aku melanjutkan “Aku mendengar beberapa rumor tentang tempat ini, biarpun aku ragu-ragu, tapi aku juga penasaran.”
Linda membuang nafasnya biarpun kata-kataku sangat diperhalus.”
“Well aku hanya bisa memberitahumu bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang property ini. Ketika sekolah ini ditutup mereka mengirimkan siswanya ke sekolah negeri, yang mana para orang tua tidak terlalu bahagia karena masih banyak rasisme disana. Para orang tua meminta kami untuk menambahkan budget tapi itu terlalu mahal untuk terus menjalankan hal itu. Mereka juga mengancam beberapa pembeli yang potensial, rumah itu kosong beberapa lama sampai timbulnya cerita itu. Setelah itu, sangat sulit untuk menjual rumah tersebut, apalagi sudah terkena kerusakan dan memiliki darah jelek di balik itu.”

Aku mengangguk, cukup masuk akal. Ada bagian dari diriku bahwa aku tidak akan mendengar cerita aneh tetapi yang kudengar malahan tentang orang yang terlihat dari jendela, orang yang masuk dan tidak keluar lagi, dan sebagainya.
“Well, aku harus membicarakan ini dengan istriku dan melihat apa yang dia inginkan,” aku merasa aneh mengatakan ini. Aku meminum lagi kopiku. Panasnya telah berganti dengan dingin yang sudah bisa diminum langsung.
“Tentu saja, aku mengerti.” Jawab Linda dengan senyuman.
“Sementara apakah kau tidak bermasalah kalau aku mengambil Salinan dari-“ aku berniat mengambil kertas dan menumpahkan kopiku ke baju Linda. “Oh Tuhan, maafkan aku.”
“Oh!” dia berdiri dan mencari sesuatu untuk mengelap dirinya. “Umm- mohon maaf sebentar.”
Dia berlari dari ruangannya dan aku mendengar suara hak sepatunya menggema.

“Maafkan aku!” Aku berteriak sembari tanganku merogoh tasnya untuk mencari kunci. “Aku sangat ceroboh seharusnya aku mengingatkanmu!” Aku menyelipkan kunci itu kedalam kantung, dan mengambil tissue yang kusembunyikan di bawah kursiku dan menaruh kembali ke atas mejanya.
“Oh ini tidak apa-apa!” Dia kembali dengan handuk kecil ditangannya. “Ini bisa terjadi kapanpun pak. Biarkan aku memberikanmu sebuah print dari perjanjian ini.”
Linda menemaniku ke parkiran dan aku lagi-lagi meminta maaf sudah menumpahkan kopi. Dia berharap akan mendengarkan kabar dariku secepatnya. Aku tidak bisa menahan tawaku saat aku sudah jauh dari bank tersebut dan melihat dia berdiri dengan bekas kopi di bajunya.

Ketika aku kembali ke kamar hotel kembali kutuangkan segelas gin dan duduk di ranjang. Kutenggak lagi 2 tablet Adderall. Aku akan pergi ke rumah itu sekitar jam 2 pagi. Aku harus membawa senter dan beberapa peralatan, untuk berjaga jikalau aku salah mengambil kunci. Sementara itu sangat tidak mungkin, itu tidak seperti aku yang membiarkan diriku salah. Aku mulai membereskan peralatanku di tas ransel. Senter, palu, kunci inggris, obeng dan linggis. Dari dalam lemari kuambil masker ski. Aku mulai merasakan sesuatu yang berat bergerak dan melihat bahwa itu adalah pistol revolverku. Aku berdiri sambil melihatnya, dan kembali ke kenyataan saat teleponku berbunyi. Kuterima telepon itu dan melihat sang penelepon. Itu adalah Eli, aku tidak ragu untuk mengangkat telepon itu.

“Eli, apa kabar?”
“Aku baik saja dokter, apa kabarmu?” dengan logat selatannya yang berat.
“Membaik kupikir.” “Bagaimana aku bisa membantumu?”
“Well dokter, aku melakukan beberapa pencarian tentang.. sesuatu.”
“Dan?” aku kembali bertanya. Ubloo bukanlah barang baru untukku, jadi aku cenderung kurang tertarik kalau bukan soal ini.
“Well, aku tidak bisa menemukan sesuatu yang baru tentang ‘Daiala Bu Umba’ secara spesifik, tapi aku menemukan sesuatu yang mirip di sejarah suku lain.”
Telingaku langsung semangat dan aku berdebar.
“Mari kita dengar itu.”
“Well disini dikatakan, ada seorang dari suku itu yang terkena mimpi buruk parah. Mereka menemukan dia meninggal di tendanya, dan orang yang menemukan mulai mendapatkan mimpi buruk juga.”
“Menarik juga.” Kataku sambil menghilangkan kegembiraan di suaraku.
“Well ini terjadi beberapa saat sebelum suku ini menangkap kejadian ini, tapi tidak seperti suku lain, mereka tidak mengasingkan orang yang terkena mimpi, melainkan mereka akan bersama ‘Ubuala.’”
“Ubuala?”
“Ya dokter, itu adalah Bahasa kuno Khoe untuk ‘Sang Pembangun’. Ubuala akan duduk dengan orang yang terkena mimpi dan ketika mereka mulai mimpi buruk maka Ubuala akan menggoncangkan mereka dan berteriak ‘Ubloo!’”
Perutku terasa mulas. Ini mulai menakutkan dan menghantamku kembali ke rumah.
“Apakah itu membantu?” tanyaku
“Well ini membantu, tapi sedikit, tapi kemudian yang terkena mimpi buruk itu mulai melaporkan kalau dia melihat monster saat dia terbangun. Tidak ada yang percaya dengannya dan suatu hari dia menemukan orang itu tewas dengan tangan yang tersayat di dekat mata air.”

Ini tidak mengejutkanku.
“Well, kemudian apa?”
“Sang kepala suku kemudian mengatakan bahwa dia yang akan bertugas sebagai Ubuala untuk orang yang menemukan pria itu, dan tidak pernah meninggalkan sisinya. Sampai suatu ketika, sang pria itu terbangun dari mimpi buruknya, dia bergulat untuk mengambil pisau dari sang kepala suku dan membunuh dirinya.”
“Bajingan…”
“Apa kau sedang duduk dokter?”
“Ya, mengapa?”
“Karena kau tidak akan suka kelanjutannya. Disini dikatakan bahwa sang kepala suku ingin mengeluarkan kutukan itu dari sukunya, dan jika seseorang menemukan dia meninggal maka kutukan ini akan berjalan, jadi….”
Jantungku berdegup sangat keras.
“Jadi..?”
“Jadi dia meminta sukunya untuk membawa dia ke tempat yang orang lain tidak akan pernah menemukan tubuhnya.”
Suasana hening diantara kami.
“Kemana?”
“Mereka menguburnya, dokter… Hidup-hidup.”
“Ya ampun, Eli….”
“Aku tahu dokter. Sekarang jejak ini sudah mengilang. Aku menemukan beberapa laporan kecil tentang mimpi buruk di suatu tempat tapi tidak ada lagi dalam sejarah ini. Jadi aku melihat ke Voodoo. Aku mengerti bahwa setelah kutukan ini dibuat, maka arwah ini akan terus mengikuti sampai semuanya terpenuhi. Ini adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan ini, jadi aku belum tahu apakah menguburkan kepala suku secara hidup-hidup menghentikan itu.”

Aku mual dan menangis.
“Well apakah ad acara untuk memunculkan itu lagi saat dia sudah menemui titik buntu? Maksudku pasti ada alasan mengapa kutukan itu kembali.”
“Ya, kutukan itu selalu bisa direvitalisi selama itu dimunculkan kembali, tapi tetap saja, itu hanya akan membuat lapar dari apa yang dijanjikan, dan siapapun yang memunculkan ini harus tahu ritual yang dijalankan. Dukun yang memunculkan Daiala Bu Umba menggunakan gading gajah, ular dan barang lainnya, juga dengan apa yang tersisa dari suku mereka, dan buku yang kau berikan adalah satu-satunya yang pernah kudapatkan tentang suku Binuma. Sebelum itu, tidak ada yang tahu mereka pernah ada.
Kepalaku sakit setelah mendapatkan informasi baru ini.

“Baiklah, aku tidak berencana untuk berhenti sekarang Eli. Dan jika menguburkanku hidup-hidup tidak akan menghilangkan mahluk ini selamanya kuharap ada kemungkinan lain.”
“Aku mengerti dokter. Maaf aku harus memberi tahumu soal ini.”
“Tidak apa Eli, semua informasi adalah informasi yang baik.” Aku ragu-ragu dan menanyakan pertanyaan ini. “Apakah kau akan menguburkanku jika diperlukan, Eli?”
Terjadi keheningan yang panjang, tapi akhirnya kudengar kembali aksen selatan kuno itu, lembut seperti air.
“Jika itu diperlukan, aku akan melakukannya.”

******
Aku mencapai sekolah itu tepat pukul 2 pagi.
Kutarik tas ransel dari kursi belakang dan kutaruh di pahaku. Sambil bernafas dalam dalam, dan kubuka pintu mobil.
Udara malam itu tenang dan lembab. Aku harus memarkir dengan jarak yang cukup jauh dari sekolah jadi aku menjinjing tas itu di bahuku dan mulai berjalan kearah gerbang.
Sambil berjalan aku tidak bisa berhenti berpikir tentang informasi dari Eli. Tentang kepala suku, Ubuala, dan semuanya. Bagaimana Daiala Bu Umba berkata Ubloo? Mengapa itu memberitahukan aku untuk bangun namun dalam bentuk orang lain? Aku berjalan lebih jauh dan menghentikan langkahku.

Apa jadinya kalau itu bukanlah yang berkata Ubloo? Bagaimana kalau itu adalah sesuatu yang lain? Arwah lain yang ingin membantuku? Mencoba menghentikan sesuatu yang buruk sebelum terjadi? Masuk akal. Itulah mengapa aku bangun dari mimpi, mengapa aku selalu mendengarnya sebelum itu.
Aku merasakan ngilu di perutku saat aku berjalan kembali. Jika mahluk itu memakan keputusasaan maka akan masuk akal untuk beberapa arwah lainnya membangunkanku sebelum mahluk itu memakan habis keputusasaanku. Pikiranku mulai berpikir soal informasi baru ini, dan untuk pertama kalinya, aku merasakan sedikit harapan.

Ketika aku sudah sampai di gerbang itu bahuku sudah terasa nyeri karena membawa tas ransel itu. Aku membuka tas dan meminum setablet Adderall untuk rasa aman, dan langsung kuambil kunci. Dan membuka pintu dengan kunci perak itu. TERBUKA!!
Akhirnya keberuntunganku dimulai. Aku membuka gerbang perlahan dan masuk ke dalamnya. Aku berjongkok dan perlahan berlari ke dalam untuk membuka pintu berikutnya tanpa bersuara. Setelah pintu ditutup semua hanyalah kegelapan pekat. Kubuka resleting ransel dan merogoh sampai aku menemukan senter. Kusinari ruangan pertama itu dan berharap menemukan sesuatu. Terlalu banyak menonton film horror saat masih kecil kurasa. Aku tertawa kecil. Dan mulai mencari di sekitar rumah. Lagi-lagi, aku tidak tahu apa yang aku cari saat aku sedang di rumah itu, tapi aku merasa aku akan tahu saat aku melihatnya. Aku mencari di lantai atas dan melewati kantor dan kelas. Aku mengetuk dinding untuk mendengar apakah ada ruang tersembunyi dibalik itu. Sambil berjalan aku melihat disekitarku. Setelah 2 jam tanpa hasil, aku berjongkok dan membuang nafas. Aku harus kembali di malam berikutnya. Keparat!

Hal yang lucu adalah bangunan ini tidak seperti di tempatu Stoneham, Massacusets. Aku berdiri dan berjalan kearah dinding untuk menyentuh sesuatu. Cat tembok yang sama, atau kelihatannya sama. Ada sesuatu tentang karpet ini yang aneh. Mungkin karena aku benci membersihkan-
Dan aku melihatnya. Satu ubin itu warnanya lebih baru daripada yang lainnya. Aku berjalan lagi dan menyinari sekelilingku. Meskipun itu adalah ubin yang sama, tapi lebih terlihat…. baru.
Kutaruh tas ranselku dan kuambil palu dan linggis. Kupukul paku itu ke ubin tersebut sampai hancur jadi dua. Aku hanya bisa melihat dari pecahan itu sebesar 3 inchi. Tidak bisa kulihat apa yang ada di dalamnya. Marah karena keingintahuanku, kupatahkan papan itu sampai terbuka hampir semua. Dan apa yang akan kulihat hanya akan membuatku mual.
Tulang yang berada di tanah. Tidak lazim untuk rumah di Louisiana dibangun beberapa kaki kebawah tanah, seakan dibangun seperti untuk menghindari banjir, biarpun yang satu ini dianggap dianggap jauh dari jenazah di dalam air. Ada satu atau dua kaki sebagai jarak dan kemudian lumpur, yang dipenuhi dengan tulang dan abu. Aku mencari diantara lantai yang tertambal dengan senter penuh ketakutan, dan akhirnya terlihat.

Sudah luntur, tapi masih sedikit terlihat, dengan sebuah lingkaran besar di sekitar tumpukan tulang dan abu, dengan simbol-simbol yang bisa kubaca seketika. Itu adalah tulisan kuno Khoe. Aku terduduk membeku, menatap pada tulisan yang ada di kertas di sebelah sisi. Aku sedikit membungkuk dan dengan ujung jari kutarik kertas itu. “Aku bertanya bagaimana kau tidur di malam hari, sekarang aku mendapatkan jawabanku.”
Tertanda: “Monaya Guthrie”

Aku terduduk di tengah kebingungan. “Monaya Guthrie.” Aku bergumam dengan kemarahan. Pasti orang ini yang membangkitkan Ubloo kembali dengan ritual dan mengirimkannya ke orang yang menutup sekolah ini. Mataku penuh dengan tangis dan frustasi. Tapi mengapa? Mengapa monster ini masih mencari? Kalau tugasnya menghabisi suku itu sudah selesai mengapa dia masih ada disini? Dan kemudian aku tersadar.

Dukun yang menulis bahwa istrinya terbunuh saat hamil, dan dia membakar semua yang tertinggal dari sukunya untuk membangkitkan monster ini. Tapi bagaimana jika itu bukan semua sukunya, bagaimana jika yang diinginkan monster itu sesudah membunuh dukun yang mengirimnya masih mencari anaknya? Bagaimana jika dukun itu ternyata bisa menyelamatkan anaknya?! Pikiranku terus berputar dengan penuh ketakutan dan pertanyaan. Untuk suku primitive itu sangatlah mudah melakukan hal seperti itu. Maksudku, ini hanyalah kelahiran prematur.

Aku bangkit dan mengambil semua peralatanku, tidak lupa memasukkan catatan yang kutemukkan ke dalam tas. Monaya Guthrie, aku harus mencari perempuan ini. Atau setidaknya orang yang mengenal dia. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan juga dia adalah keturunan dari-
Ubin dibelakangku berdenyit dan aku terdiam dalam ketakutan mendengar suara itu. Sambil berputar dan menyinari dengan senter aku berteriak. Di dalam kegelapan itu, dengan diterangi cahaya, Ubloo berdiri. Dia menatapku dengan mata hitam dinginnya itu. Aku harus bangun. Bajingan ayolah! Aku harus bangun!

Perlahan dia mulai merangkak mendekatiku, tulangnya yang dibalut dengan kulit lembut berwarna abu-abu itu terlihat di setiap pergerakannya. Dan aku tersadar.. Tidak pernah di dalam mimpi aku tahu bahwa aku tertidur. Kepanikan melandaku seperti demam. Orang dari suku yang melihat Ubloo ketika mereka terbangun, Andrew yang meninggal yang bersandar ke dinding menghadap pintu, jantungku seperti mau lepas dari tempatnya. Itu bukanlah roh baik yang ingin membangunkanku. Bagaimana aku bisa sebodoh ini?

Itu adalah Ubloo. Semua adalah Ubloo. Membantuku untuk bangun setiap saat. Membuatku merasa aman jadi di saat seperti ini, saat ini aku tahu aku tidak perlu terbangun, karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk melarikan diri. Ubloo berhenti, memiringkan kepalanya sedikit, dan kemudian berlari kearahku membuatku menjerit dan berlari. Aku berlari melewati kelas menuju ke lorong. Ditengah tangga turun aku melihat pintu dan Ubloo menghancurkan tembok di belakangku, mengejarku. Dia mengejarku sangat cepat. Aku membuka pintu dan mendapati kelas lainnya. Aku berlari dan berlari untuk mencari pintu lainnya. Aku berputar beberapa kaki sebelum itu dan menarik revolver dari belakang ikat pinggangku. Sambil mengarahkan dengan senter darimana aku datang dan melihat bingkai pintu hancur kedalam ketika Ubloo meluncur melalui itu. Kutembakkan 3 peluru dan melihat tubuhnya tersentak. Tempat yang tertembak itu menjadi lubang kosong tanpa darah yang mengucur, dan aku hanya bisa melihat dengan ketakutan saat lubang itu menutup sendiri.

Aku berlari menuju pintu didekatku untuk masuk ke tengah-tengah ruangan dan sambil mencari dengan senter.. Tidak ada jalan keluar. Jantungku berdegup makin kencang setelah aku menyadari ini, kusinari lagi ruangan ini tetapi aku semakin menyadari kalau tidak ada jendela sama sekali.
“Tidak, Tidak!!”
Aku mendengar Ubloo mendekat dari pintu ruangan sebelah. Tak ada yang bisa kulakukan lagi, aku berlari ke pojok dan berbalik untuk menghadapinya. Perlahan aku melihat belalainya mencapai pintu, dan kepalanya mendorong masuk, mata hitam yang menyeramkan itu menatapku, memojokkanku seperti tikus.

Aku mencengkram revolver di tanganku sangat erat dan merosot di pojokan dinding. Ini adalah akhir. Akhir dari seorang Thomas Abian. Dokter jenius yang dipercaya bisa menyelamatkan Andrew Jennings hari-hari yang lalu. Aku mulai menangis.
“Akhir adalah awal.” Kataku sambil menangis.
Ubloo masuk dan perlahan mendekatiku. Akhir adalah awal. Betapa bodohnya untuk mengatakan ini. Aku menggelengkan kepalaku dan air mata mulai berjatuhan. Ubloo sudah sangat dekat. Aku hanya akan menjadi salah satu petunjuk lagi. Aku berpikir ke diriku sendiri, menangis seperti bayi. Dan berpikir bahwa ada harapan untuk-

Perlahan aku mulai menyadari semua itu, kenyataan yang menyedihkan dari semua ini.
Monster ini tidak memakan ketakutan, dan kesedihan. Dia memakan harapan kita.
Dia membuat kita hidup sepanjang mungkin untuk membuat kita yakin kalau kita bisa melewati semua ini, dan dia akan datang.
Ubin kayu di sekelilingku mulai berdenyit saat Ubloo semakin mendekat.
Harapan saat Robert menemukan buku, harapan Andrew saat aku memberinya cyproheptadine, harapanku saat aku menemukan ritual dan catatan di bawah lantai, dan pikiranku bahwa mungkin ada roh yang baik.
Tapi akhirnya, harapan saat dia datang untuk kita, kita akan terbangun..
Aku semakin menangis saat semuanya itu terasa benar.

Ini adalah kutukan yang sangat sempurna. Dia yang akan semakin kuat saat kita berpikir bisa mengalahkannya. Akhir adalah awal pada akhirnya. Akhir hidupku adalah awal dari kelaparan yang akan mencari korban baru untuk kutukan ini. Aku membuka mataku dan menatap Ubloo. Kepalanya hanya berbeda satu kaki dari dimana aku duduk. Dia tahu, entah bagaimana dia tahu bahwa dia akan mengambil apa yang dia datangi.
“Seharusnya aku membiarkan dia menguburku.” Aku menangis saat revolver mulai kuangkat.
Kutaruh besi dingin itu di mulutku dan merasakan gigiku menggertak sambil menangis. Aku membuka mataku hanya untuk melihat belalai yang sudah mencapaiku, untuk melihat refleksi menyedihkanku di mata hitam gelapnya, untuk merasakan pelatuk yang tertarik di jariku, dan seberkas cahaya yang menyinari ruangan gelap dan sunyi itu. Gema pikiran terakhir yang memikirkan tentang orang yang akan menemukanku disini.

********
Aku membaca di sebuah artikel bahwa cahaya lampu polisi dibuat agar mata manusia tidak bisa menyesuaikan dengan lampu tersebut, sehingga mereka akan terus dilihat. Aku sudah mencoba teori ini selama 4 tahun dan aku katakan padamu, itu benar.
Hanya dengan lampu yang menyala tanpa ada suara selalu membuatku merasa aneh, tapi di jam seperti ini aku tidak mau membangunkan siapapun. Lagipula tidak ada mobil di jalanan pada jam ini dan aku sangat jujur bahwa lampu inipun tidak diperlukan.
Aku mendapat laporan bahwa ada suara berisik dan ada kemungkinan itu suara tembakan pistol di sekolah lama. Mungkin hanya beberapa remaja menyalakan petasan dan menganggap mereka sedang melihat hantu dan hal aneh lainnya. 

Aku menggelengkan kepalaku.
Semoga saja bukan dua anak bodoh itu, mengklaim mereka harus masuk kesana untuk melakukan “Investigasi.” Kedua bocah itu paling buruk. Westchester bersaudara? Winchendon? Siapa yang tahu.
Mesin mobil berbunyi cukup keras saat aku meningkatkan kecepatan ke tempat sekolah itu berada. Kumatikan lampu ketika aku mencapai tikungan terakhir dan parkir diluar. Pintu mobil kubuka, dan aku mengecek gerbangnya dengan senterku. Sepertinya terbuka. Mungkin orang lupa menguncinya. Lagi-lagi aku menggelengkan kepalaku. Itu seperti meminta orang untuk masuk kesini.

Aku mendorong gerbang itu, dan kuberitahukan padamu, aku tidak pernah percaya dengan kejadian paranormal, tapi tempat ini cukup membuatku merinding. Aku berjalan ke pintu depan perlahan dan mendengarkan. Tidak terdengar suara para anak-anak bocah itu. Aku berdiri untuk mendengarkan sekitar dua sampai tiga menit lagi untuk benar-benar yakin, dan akhirnya aku memutuskan bahwa mereka pasti sudah lari. Sambil menyusuri aku melihat kearah jendela sambil menerangi ke dalam. Semuanya terlihat normal.
“Mobil 4 ke pusat.” Kataku sambil menyalakan walkie talkie
“Silahkan mobil 4.” Suara itu menjawab.
Aku mulai berjalan mengitari gedung untuk melihat apakah ada tanda orang yang masuk.
“Kelihatannya siapapun yang ada di sekolah ini sudah pergi. Aku tidak bisa mendengar apapun di dalam.”
“Roger that mobil 4.” 
“Aku akan melakukan pengecekan secara cepat sekali lagi untuk melihat apakah ada sesuatu disini. Aku akan menginformasikan lagi. Over.”

Sambil menyusuri area gedung yang cukup memakan waktu karena areanya yang cukup besar aku berpikir, ini bukan pertama kalinya aku melakukan ini. Tempat ini cukup menarik perhatian banyak orang, apalagi pada saat Halloween ketika mitos yang beredar bahwa tempat ini berhantu. Bocah. Anakku tidak akan besar menjadi sepertimu, kuberitahukan kepadamu.
Aku terus berjalan searah jarum jam kearah pintu masuk. Aku hampir saja memanggil pusat ketika aku melihat sesuatu dari jendela. Sesuatu yang kelihatannya.. Aneh. Seperti yang kukatakan, aku sudah melakukan ini beberapa kali jadi aku tahu ini tidak semestinya. Aku mengarahkan senterku lagi ke dalam.
Apa yang kulihat mengejutkanku. Satu dari bingkai pintu rusak. Sepertinya seseorang menggunakan palu untuk memaksa masuk. 
“Keparat.” Kataku kencang. “Mobil 4 ke pusat.” Aku berkata ke radioku.
“Silahkan mobil 4.”
“Sepertinya ada seseorang yang merusak gedung ini. Aku akan melihat ke dalam dan memeriksa. Membutuhkan bantuan.”
“Roger that mobil 4. Mobil 2 silahkan menuju ke posisi mobil 4 dan membantu.”
“Roger.” Kata Bill di radio. “Aku hanya berjarak 5 menit dari mobil 4. Dalam perjalanan.”
“Roger that. Over.” Kataku membalas.

Aku berjalan cepat menuju ke pintu depan dan membuka sarung pistolku. Aku tidak yakin kalau ini adalah insting yang kudapat dari 2 kali perjalanan ke Iraq atau rusaknya bingkai pintu yang membuatku merasa ada keanehan disini. Perlahan aku mulai sampai ke pintu depan dan mencoba memutar kenopnya. Cukup mengejutkanku, ini tidak terkunci.
Pintu terbuka perlahan dan perlahan aku mengangkat senterku di bawah pistol dan menyinari bagian lobi. Tidak ada yang aneh disini. Aku melanjutkan ke bagian lorong dan sampai di bagian pojok belakang gedung, tempat dimana bingkai pintu itu rusak. 
Ditengah itu aku berpikir bahwa tidak mungkin bisa berjalan tanpa membuat bunyi di ubin. Aku sedikit gelisah dan mempercepat jalanku.

Bingkai pintu ini rusak cukup parah. Kelihatannya siapapun yang melakukan ini ada di dalam ruangan dan merusak agar bisa menuju ke lorong. Kembali bergerak menuju ke ruangan dan tidak perlu aku melihat terlalu lama sebelum aku melihat lubang di lantai. Kelihatannya ada empat sampai lima ubin dirusak dan tidak indah lagi. 
Perlahan aku melewati lubang itu dan menyinari dengan senter. Ada sesuatu di bawah, aku hanya tidak bisa melihat dengan jelas apa itu. Dengan sedikit berjongkok dan menatap selama beberapa detik sampai aku sadar apa itu.
Itu adalah tulang.
Kusinari sedikit lagi. Dan ada banyak tulang tulang itu. Boleh kuakui aku tidak takut.. sampai aku melihat lukisan itu.
Tulang itu tersusun rapi, tap di sekelilingnya terdapat tulisan tilisan aneh. Kelihatannya seperti campuran Arab dan Mandarin.
Aku bergidik dan menekan tombol di radio.
“Mobil 4 ke Mobil 2, apa statusmu?”
“2 menit lagi mobil 4.”
“Roger. Tolong dipercepat. Over.”

Aku berdiri dan memeriksa ruangan itu lebih teliti. Paku di papan lantai itu kelihatannya dipaksa agar keluar. Siapapun yang melakukan ini tahu dimana harus memeriksa. Beberapa dari ubin itu rusak, jadi kurasa orang yang melakukan ini pasti sedang terburu-buru dan ketakutan, hampir seperti-
“Sialan.” Kataku sambil menahan nafas.
Aku mengikuti jejak yang kulihat di lantai dengan senter. 
Seluruh lantai terlihat goresan yang dalam. Aku memeriksa satu yang terdekat. Kelihatannya itu hanya berjarak 2 kaki, tapi hanya tersisa 2 goresan dengan setiap langkah.
Aku merinding. Ini sudah pasti tidak benar. Seusatu tidak benar terjadi disini.

Aku bangkit dan mengikuti jejak goresan keluar ruangan dan turun ke lorong. Dia berbelok ke kanan dan kelihatannya seperti sesuatu yang didobrak ke sudut. Mereka turun ke lorong dan menuju ke ruangan yang ada di kiri. Aku memelankan langkahku dan melihat bahwa bingkai pintu ini sudah dirusak juga, tapi kali ini dirusak dari luar ke dalam. 
Sambil berdiri dan memeriksa bingkai aku mendengar sesuatu seperti suara menetes, seperti keran bocor terkena piring basah. Mungkin ada seseorang disini.
Aku menelan ludahku dan melihat kearah pojokan, dan menyinari dengan senter. Kemudian aku melihatnya. Gumpalan daging di tembok, apakah itu sisa dari seseorang? 
Terlihat di tangannya ada Revolver. Bunuh diri..
Perlahan aku mendekati tubuhnya. Siapapun dia, dia memiliki tas ransel besar dibahunya, dan sepertinya itu adalah peralatan yang digunakan untuk semua hal yang kulihat. Jadi sekarang aku tahu siapa yang menggali lubang itu. 
Aku mendengar pintu mobil patrol Bill tertutup di luar.
Ini aneh. Aku sudah menemukan banyak korban bunuh diri sebelumnya, melihat banyak mayat, tapi dengan yang ini aku merasakan ada hubungan. Sesuatu yang tidak bisa aku sentuh.
Aku mendengar derap langkah Bill ketika dia masuk ke lobi.
“…..Jeff?” dia memanggilku dengan ragu.
“Dibelakang sini Bill.” Aku menjawab 

Aku mendengar langkah kaki yang berat dari tempat yang sudah kulalui, dan mendengar dengus nafas kelelahan sebelum dia sampai ke ruangan. Kasihan Bill, dia tidak bisa berlari tanpa kehabisan nafas.
“Oh keparat Jeff.” Katanya saat melihat tubuh itu.
“Yeah, keparat, itu betul Bill kawan lamaku.” Kataku sambil melihat tubuh itu. “Orang ini merusak lantai di ruangan lainnya dan untuk alasan yang tidak diketahui dia datang kesini dan menembak kepalanya sendiri.”
Bill terdiam beberapa saat. Beberapa polisi bisa mencerna ini lebih cepat dari yang lain. Untuk Bill dan aku, mari katakan aku bermain catur dan dia bermain halma. 
“Well, aku harus menghubungi pusat. Mereka harus mendatangkan forensic kesini secepatnya---“
Sebuah bunyi memotong perkataan Bill.
Itu adalah telepon. Telepon orang yang meninggal itu.

Mereka selalu berkata jangan mengkontaminasi TKP, jangan sentuh apapun sampai forensic datang. Aku tidak pernah melanggar aturan itu. Aku bahkan tidak pernah bekerja tanpa menggosok bajuku setiap pagi, tapi sesuatu di dalam diriku, sesuatu yang dipikiranku berkata aku harus menjawab telepon ini.
Dengan sedikit berjongkok aku mengambil di kantung tempat telepon itu berdering.
“Jeff! Apa yang kau lakukan itu tidak diperbolehkan!—“
“Minggir Bill, kau pengecut biadab.” Kataku yang akhirnya mendapatkan telepon tersebut.
Aku melihat di layar depan. Hanya ada satu nama “Eli.”
Aku menekan tombol terima dan mengarahkan telepon itu ke telingaku, tapi tidak mengatakan apapun.
Hanya ada sedikit keheningan, dan:

“Halo, dokter?”
“Ini adalah Jeff Danvers dari kepolisian Tawson.”
Ada keheningan kembali, kali ini lebih panjang.
“Dimana kau menemukan telepon ini?”
Siapapun Eli ini, dia tidak bodoh.
“Aku menemukan di kantong dari seorang jenazah. Maafkan aku, tapi kupikir dokter yang ingin kau cari sudah meninggal.”
Lagi-lagi terjadi keheningan, dan aku mulai merasa tidak nyaman. Bajingan, apa yang tadi kupikirkan sampai menjawab telepon ini?
“Maaf pak.” Kataku lagi.
“Apakah kau yang menemukan dia?” Tanyanya kembali.
“Menemukan dia?” tanyaku.
“Ya pak. Aku menemukan korban kurang lebih 5 menit yang lalu—“
Apa yang kudengar selanjutnya akan mengubah hidupku selamanya.
“Oh Tuhan… Kau pria malang.” Itulah yang kudengar sebelum telepon dimatikan.

No comments:

Post a Comment

Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat