Skip to main content

The Purple Fireworks


Tommy sedang berlari sambil berteriak menuju kamar ayahnya saat terdengar bunyi ledakan dari luar. Dia langsung naik ke kasur dan berusaha membangunkan ayahnya.

"Ayah! Ayah! Seseorang menembaki rumah kita!" Tommy mulai menangis. "Aku takut, Ayah."

Ayah tommy bangun, lalu berdiri dan kemudian menuntun Tommy menuju ke arah jendela. Dia membuka tirai yang menutupi jendela itu, dan tersembulah kegelapan malam yang menyelimuti kota.

"Lihat kesana, nak." Ayah Tommy menunjuk ke sisi kiri. Di kejauhan, cahaya ungu terang yang menyilaukan mata, meledak di langit malam, menempatkan dirinya berada di antara bintang-bintang sebelum menghilang. "Mereka hanyalah kembang api."

Tommy menggengam tangan ayahnya lebih erat seraya suara ledakan itu terus terdengar. "Ayah, kenapa mereka menembakkan kembang api sekarang?"

"Tiap warna dari kembang api memiliki arti tersendiri, Tommy. Warna ungu digunakan oleh polisi sebagai tanda bahwa mereka telah menemukan pembunuh."

Tommy terpesona dengan keindahan dari kembang api tersebut. Cahayanya membesar dan tampak semakin dekat.

"Aku harap Ibu ada disini agar kita bisa melihat ini semua bersama-sama." gumam Tommy. "Apa ayah pikir Ibu bisa melihat ini dari tempatnya sekarang?"

Ayah Tommy tak menjawab pertanyaan itu.

Tiba-tiba, muncul pergerakan di jalan. Tommy menyadari bahwa ada beberapa bayangan yang berlari lalu bersembunyi di semak-semak, dan di balik pohon. Jantung Tommy berdegup lebih cepat.

Tommy tidak bisa mengeluarkan satu suarapun. Insting Tommy menyuruhnya agar ia tetap diam. Dengan bantuan cahaya dari kembang api, Tommy bisa melihat Ayahnya mengeluarkan air mata.

"Tommy," kata ayahnya. "menjauhlah dari jendela."

Tommy panik, "Apa--apa yang terjadi?" Dia lalu mundur.

Jantungnya terhenti ketika melihat ada titik merah di leher ayahnya.

"Tommy, tutup matamu."

Titik-titik merah mulai bermunculan lagi baik di dada maupun di dahi ayahnya.

"Ayah..."

"Tutup matamu sekarang!" teriak ayah Tommy.

Tommy melakukan seperti perintah ayahnya. Untuk beberapa detik, dunia seakan berhenti. Tommy berpikir semua akan baik-baik saja. Kemudian, ayahnya berbicara untuk yang terakhir kali.

"Tommy, ingatlah.. ini semua hanya kembang api."

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...