Skip to main content

The Dare Game


Matt dan aku berkenalan di kemah musin panas. Umur kami sama dan tak butuh waktu lama bagi kami untuk menjadi sepasang sahabat. Bahkan, teman-teman kami mengira kami bersaudara.

Kami seringkali bermain “Dare” di perkemahan.

Suatu hari, kami menemukan sebuah pondok kayu tua di dalam hutan. Tempat itu terlihat tak terawat dan menakutkan.

“Kutantang kau untuk mengetuk pintu!” tantang Matt.

Aku berjalan mendekati pintu dengan perlahan lalu mengetuknya dua kali. Sesegera mungkin aku langsung berlari kembali.

“Aku tantang kau mengintip melalui jendela!” aku balik menantang.

Dia pergi mendekat dan melihat melalui jendela. Namun kemudian dia kembali dan mengatakan bahwa ia tak bisa melihat apa-apa karena debu yang menempel tebal di kaca. Namun ia mengira melihat sebuah dapur tua di dalam.

“Giliranku,” kata Matt, “Kutantang kau kembali ke pintu dan membukanya!”

Aku berjalan mengendap-ngendap lagi ke depan pintu dan membukanya. Ternyata mudah sekali, bahkan tak dikunci.

“Krieeeeet ...” pintu itu mengeluarkan suara deritan ketika dibuka. Akupun segera berlari kembali ke tempat kami berdiri tadi.

“Pintunya nggak dikunci dan sepertinya tak ada siapapun di dalam.” Kataku, “Baik, sekarang giliranku. Kutantang kau untuk masuk ke dalam!”

“Apa kau yakin tak ada orang di sana?” tanyanya.

Aku mengangguk. Matt mengambil napas panjang dan melakukannya. Dia masuk ke dalam pondok itu melalui pintu yang tadi kubuka.

Aku tak bisa melihat apapun karena kegelapan yang menyelimuti bagian dalam pondok.

Akupun menunggu Matt untuk kembali sembari berpikir tantangan apalagi yang akan diberikannya sebagai balasan.

Namun, Matt tak kunjung keluar.

Aku merasa tak sabar. Namun segera, perasaan itu digantikan dengan rasa takut. Bagaimana jika ada seseorang di dalam dan menangkap Matt? Aku mengendap-endap kembali ke arah pintu. Baru saja aku mau menengok ke dalam ketika tiba-tiba pintu itu terbanting menutup! Aku amat terkejut hingga jatuh tersungkur ke belakang.

Aku lari sekencang mungkin ke arah hutan. Aku panik sekarang. Aku ingin kembali ke sana untuk mencari Matt, namun aku terlalu takut.

Tiba-tiba seseorang meraih bahuku dari belakang.

Aku berteriak dan jatuh tersungkur lagi. Namun kali ini aku mendengar suara tawa Matt. Aku menoleh dan menemukannya berada di belakangku.

“Matt!” teriakku, “Sialan kamu! Ini sama sekali nggak lucu!”

Matt memegangi perutnya sambil tertawa terbahak-bahak. Ia membuatku semakin kesal.

“Matt, aku serius! Tadi kupikir terjadi sesuatu denganmu!”

Aku mencoba berjalan kembali dengan kesal, namun Matt menghentikan langkahku. Ia meyakinkanku bahwa tadi hanyalah lelucon dan sebaiknya kami lanjut bermain. Namun aku sudah tidak “mood” lagi.

“Ayolah!” bujuk Matt, “Satu kali lagi lalu kita kembali ke perkemahan, oke?”

“Oke.” Aku akhirnya menyerah, “Apa tantangannya?”

“Aku menantang kamu masuk ke dalam pondok untuk menemukan Matt yang asli!"

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...