Wednesday, September 20, 2017

THAT WASN’T MY HUSBAND WHO SLEPT NEXT TO ME LAST NIGHT - Bagian 3


Kabar baiknya : Ilmu pengetahuan merupakan senjata berguna dalam situasi ini
Kabar buruknya : Situasi ini memiliki lebih banyak pertanyaan daripada jawaban

Aku mengerti banyak dari kalian yang memiliki berbagai versi dari cerita roh jahat, kerasukan, dan lainnya, tapi setelah apa yang terjadi hari ini, aku pikir kami pasti sedang berhadapan dengan sesuatu yang berbeda.

Christoper menghubungiku ketika dia mendarat dan aku langsung saja menuju ke bandara. Saat aku sampai di bandara, Chris sedang menungguku. Dia dengan kopernya. Aku tak pernah sebahagia sekaligus sebingung ini ketika bertemu dengan Chris. Dan aku tahu, itu adalah Chris-ku. Tidak ada bibir tepat, tidak berbau, tidak ada berat badan berlebih. Aku berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. Tuhan, aku merindukannya. Aku masih begitu lega sampai aku sadar bahwa ada sesuatu yang mengerikan yang masih menungguku.

Aku mengajaknya untuk segera ke mobil, aku memaksa meletakkan kopernya di bagasi. Syukurlah, tak ada bau, tak ada kotoran. Aku hanya ingin kita segera pergi berkendara ke suatu tempat untuk menjelaskan pada Chris apa yang terjadi. Sepanjang jalan aku berusaha untuk tenang, tapi sepertinya kekhawatiranku sudah sampai pada puncaknya karena aku merasa hormon kecemasanku telah sampai di ubun-ubun dan ingin segera meleda. Aku berusaha tenang, akhirnya aku pun meceritakan segalanya pada Chris. Aku ceritakan tentang "bau busuk", tentang "Christoper" lain, tentang aku memberikan sample residu untuk diperiksa di lab. Dan Christoper hanya terdiam. Tidak mengucapkan sepatah kata apapun.

Kemudian aku dapat melihat, Chris menoleh ke arahku, bertanya apakah aku meminum obat atau menghisap ganja. Aku memang memiliki masalah ketergantungan ganja saat aku masih mudah dan setelah bertemu dengan Chris aku menghentikan segalanya. Aku dapat lihat dari matanya jika Chris sama sekali tidak mempercayai apa yang aku katakan. Aku memohon agar dia mempercayai ucapanku, tapi ia tetap diam dan melihat ke jalanan tanpa bicara apapun. Aku dapat merasakan Chris menjadi marah, aku yakin dia pasti berpikir jika aku sedang mengada-ada.

"Sialan, Rose, Aku lelah. Aku jetlag. Aku bahkan terjebak di bandara hampir seharian. Aku tidak mau mendengar omong kosong seperti ini ketika aku sampai di rumah. Bisakah kita pulang, biarkan aku mandi dan kita akan istirahat, dan semuanya akan baik-baik saja,"

Tentu saja tidak, aku tak akan kembali lagi ke rumah itu. atau haruskah? Aku mulai mempertanyakan akal sehatku. Mungkin aku memang berhalusinasi, dan mungkin aku memang tidak pernah koper berbau yang bahkan-- KOPERNYA! Aku memindahkan kopernya ke garasi. Aku benar-benar lupa, aku tahu jika aku menunjukan koper itu Christoper akan mulai mempercayaiku.

Aku menarik napas panjang, "Oke, tapi kau ingat tentang koper yan gaku ceritakan? Jika kita pulang ke rumah dan kopermu ada di sana, akankah kau percaya padaku?"

Aku yakin pasti karena tak ingin berdebat lebih panjang dan tentu saja jetlag yang ia rasakan, Chris dengan pelan menyetujui ideku, dia akan percaya setelah melihat kopernya.

Aku langsung menaikan kecepatan mobil, 145 km/jam? Aku tak peduli. Aku hanyahanya perlu menunjukkan padanya, dan keluar dari rumah itu. Sesampainya di rumah, aku langsung turun dari mobil. Aku yakin, aku benar-benar yakin jika bukti itu masih di sana. Pintu garasi terbuka dan tak ada apapun. Benar-benar kosong.

Kopernya tak ada di sana. Aku berlari ke sekitar garasi. Mungkin kopernya telah berpindah? atau mungkin aku lupa meletakkan kopernya tadi siang. Aku mncari hampir 5 kali ke area garasi iu dan ketika aku berbalik ke arah Christoper, aku dapat melihat ia marah.

"Rose, ini tidak lucu. Aku lelah. Aku lapar. Aku hanya ingin masuk ke rumah dan tidur. Aku benar-benar mencintaimu. dan aku akan anggap semua tidak terjadi dan kamu 'bersih' (tidak menggunakan narkoba), tapi tolong jangan paksa aku.."

Aku hanya bisa berdiri mematung sembari melihat punggungnya perlahan masuk ke rumah. Aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi. Chris langsung menuju kamar mandi, kami bahkan belum mengeluarkan koper Chris yang sebenarnya dari bagasi mobil. Aku duduk di ruang tamu. Tidak ada yang aneh atau berubah, dan satu-satunya bau yang aku cium adalah wangi vanila dari pengharum ruangan di dinding. Saat ini jam menunjukan pukul 7 malam.
Chris keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan handuknya saat ia mulai menuruni tangga. Mendengar langkah kaki nya di tangga, seketika aku bergidik. Suara yang sama dengan kemarin malam. Aku mulai tenang ketika aku dapat melihat wujud fisiknya yang normal. "Kau mau tidur?" tanyanya, dengan suara yang lebih lembuh dan lebih ramah dari sebelumnya.

Aku lihat inilah kesempatanku untuk meyakinkannya keluar dari rumah. Aku memohon kepadanya sekali lagi untuk pergi dari rumah ini, aku dapat melihat dengan jelas kelelahan dari wajahnya. "Ok Babe, kita akan menginap di hotel. Semoga bisa meluruskan pikiranmu dan mungkin kau bisa berhenti menjadi terlalu khawatir."

AKU MENCINTAIMU adalah satu-satunya kalimat yang bisa aku ucapkan sebelum aku akhirnya menangis. Aku lega akhirnya dapat meyakinkan Chris untuk pergi dari rumah itu. Aku benar-benar merasa hampir gila.

Chris memasukan beberapa keperluannya dan aku memasukan baju ke tas, Chris tak membutuhkan apapun karena ia masih punya baju bersih di kopernya yang masih tertinggal di dalam bagasi. Kami berjalan menuju mobil dan tiba-tiba ia memberikanku ciuman, "Kau benar-benar tak bisa jauh dariku ya, satu mimpi buruk dan kau akan langsung kehilangan akal sehat. Bagaimana bisa orang yang sangat logis sepertimu, dapat berkata kalau ada hantu sialan sudah tidur denganmu semalam. Ayo, kita ke King Edward."

King Edward adalah hotel favoritku di kota ini, karena hanya membutuhkan waktu 10 menit berkendara dari rumah, kami biasanya pergi kesana untuk menghadiri pesta atau makan siang, dan sangat jarang untuk menginap di sana.

Di perjalanan, aku mulai tenang. Ada Christoper di dekatku dan pergi jauh dari rumah membuatku jadi merasa lebih baik. SMS! Dalam keadaan panik tadi aku tak sempat berpikir untuk menunjukan bukti SMS yang aku miliki. Aku lupa menunjukannya, jadi kini aku mulai sibuk mengambil handphone ku. Tidak ada. Tiak ada SMS apapun. Aku tak ingin mengatakan pada Chris tentang hal ini, tentu saja aku akan tampak sangat bodoh karena kini tak ada bukti apapun yang tersisa. Aku tahu aku menerima SMS itu, aku bahkan membalasanya. Tapi saat ini yang aku butuhkan hanyalah pergi jauh dari rumah itu. Mungkin besok pagi akal sehatku akan kembali.

King Edward Hotel memiliki serambi indah yang didominasi dengan berbagai lukisan King Edward VII. Setelah kami tiba di meja informasi, seorang resepsionis tersenyum kepada kami dan langsung berkata, " Tuan Tillman, bagaimana malam Anda? Ah, saya yakin Anda adalah Dr. Tillman," perempuan resepsionis itu tersenyum sambil melihat ke arahku.

Christoper dan aku hanya berdiri di sana tanpa bicara. Bagaimana bisa resepsionis ini tahu nama kami? Kami bahkan tidak membuat reservasi, dan kami yakin kami tidak datang kemari sesering itu hingga resepsionis hotel ini mengenal kami.

"Um, Baik, tapi maaf, apakah kita pernah bertemu?" Christoper menjawab pertanyaan resepsionis itu sambil memalingkan wajahnya ke arahku.

"Oh, um.. Anda kan tadi baru saja check-in dan mengatakan kepada saya jika akan keluar sebentar untuk menjemput istri Anda," Resepsionis itu tersenyum tapi kini di wajahnya ia mulai kebingungan.

Christoper hanya menatap ke arahku. Dia dan aku tak tau apa yang harus dikatakan.

"Maafkan aku. Apakah semua baik-baik saja?" Resepsionis itu kembali menanyakan pada kami. Resepsionis ini tak tau apa yang terjadi, dan tentu saja sulit untuk menjelaskannya. Christoper hanya berdiri diam di tempatnya, wajahnya menjadi pucat. Aku dapat lihat sekarang ia mulai bisa mempercayai ceritaku.

Aku pun memecah keheningan itu, "Oh, iya, kami baik-baik saja, tapi, kami kehilangan kunci kamar kami. Bisakah kami dapatkan yang baru?" Aku kenal benar hotel ini sebagai salah satu yang terbaik dengan sistem pengamanan tamu VIP dan pengamanan yang bagus, aku meyakinkan diri jika tak mungkin suatu yang buruk terjadi disini. Ya, jika perlu sesuatu tentu kami bisa segera memanggil security kan?

"Tentu saja, tidak masalah. Apakah bisa saya pinjam kartu identitas untuk proses verifikasi? Saya memang mengenali Anda, tapi bagaimanapun kami harus mencocokan kartu identitas saat check-in sebelum bisa mengeluarkan kunci baru."

"Tentu," jawabku, aku berpaling ke arah Christoper. Dia masih terdiam, dari wajahnya aku tahu benar dia pun tak paham mengenai apa yang terjadi. Aku memegang tangannya, dingin dan berkeringat. "Sayang, aku butuh SIM-mu