Skip to main content

PANDORA - Bagian 6

baca bagian sebelumnya

Sekarang aku akan menjelaskan alasan mengapa kisah itu penting.

Pada kenyataannya, tradisi mengerikan itu tak bertahan lama. Orang-orang lama-lama meragukan tradisi tersebut hingga akhirnya kepercayaan itupun luntur. Akhirnya hubungan antara ibu dan anak berjalan seperti biasa seperti sekarang ini. Tradisi itupun akhirnya dilupakan.

Namun tetap ada dua kebiasaan yang masih bertahan hingga kini, yaitu kebiasaan memberikan “nama sesungguhnya” pada anak perempuan dan kebiasaan mewariskan meja rias untuk putrinya.

Suatu saat, seorang wanita bernama Yachiyo yang dibesarkan dengan cara ini, menikah dan memiliki keluarga normal. Seperti yang dilakukan ibunya kepadanya, Yachiyo memberikan nama tersembunyi pada putrinya, Yoshiko dan menyiapkan sebuah meja rias untuknya.

Keluarga itu hidup dengan damai, hingga Yoshiyo berumur sepuluh. Dan terjadilah peristiwa itu.

Suatu hari Yachiyo pergi mengunjungi orang tuanya, meninggalkan Yoshiko di rumah bersama suaminya. Ia pulang larut malam dan ketika ia tiba di rumah, ia menemukan sesuatu yang sangat mengerikan.

Yoshiko telah tewas. Kuku-kuku dan giginya telah tercabut. Darah berceceran dimana-mana.

Yachiyo mencari ke seluruh rumah dan menemukan serpihan kertas bertuliskan nama tersembunyi Yoshiyo di lantai. Kuku dan gigi Yoshiyo berserakan di meja rias putrinya.

Suaminya tak ada dimanapun.

Yachiyo hanya bisa menangis sambil memeluk jenazah putrinya. Tetangga yang mendengar tangisan Yachiyo datang dan berusaha membantunya. Ada yang berinisiatif menghubungi orang tua Yachiyo, sementara ada pula yang berusaha mencari suaminya.

Namun tak ada yang menemani Yachiyo.

Malam itu, Yachiyo memutuskan untuk bunuh diri di samping jenazah anaknya. Ia menyayat kedua pergelangan tangannya dengan pisau.
Ketika orang tua Yachiyo mendengar kabar kematian cucu mereka, reaksinya mereka sungguh dingin.

“Aku pikir aku tahu apa yang terjadi,” kata ibu Yachiyo, “Yoshiko pasti mendengar tentang ritual itu dari Yachiyo dan memutuskan untuk mencobanya sendiri. Yachiyo pasti tak menceritakannya dengan lengkap sehingga ia hanya menangkap bagian-bagian tertentu saja. Kemudian, ia menunggu hingga berumur 10 tahun untuk melakukannya.”

Ketika orang tua Yachiyo datang ke rumah malam itu, mereka menemukan Yachiyo juga telah tewas. Para tetangga merasa shock.
Orang tuanya segera memerintahkan, “Tak ada yang boleh masuk ke dalam rumah sebelum kami pergi.” Setelah berkata seperti itu, merekapun masuk.

Setelah berada di dalam selama beberapa jam, mereka akhirnya keluar. “Kami akan mengadakan upacara pemakaman. Kalian tak perlu mencari suaminya. Kalian akan mengerti segera.” mereka lalu memaksa para tetangga untuk pulang kembali ke rumah mereka.

Suaminya tetap menghilang selama beberapa hari. Namun suatu hari, ia ditemukan tewas di depan rumah mereka. Ketika ia ditemukan, segumpal rambut hitam yang panjang ditemukan tersumpal di mulutnya.

Para tetangga Yachiyo menanyakan pada orang tua Yachiyo mengapa ini terjadi.

“Siapapun yang masuk ke dalam rumah Yachiyo akan berakhir seperti ini,” ibunya berkata, “Rumah ini telah dikutuk. Siapapun, tolong jangan pernah masuk ke dalam rumah ini lagi!”

Sejak itu rumah tersebut menjadi semacam kuil untuk mengenang Yachiyo dan Yoshiko dan dibiarkan apa adanya. Selama bertahun-tahun, masyarakat mengikuti larangan orang tua Yachiyo untuk tidak memasukinya dan rumah itupun tak pernah tersentuh lagi.

Hingga akhirnya, rumah itu dirubuhkan karena mulai meresahkan. Namun di dalamnya mereka menemukan benda itu. Benda yang sama seperti yang kami lihat.

Meja rias dan rambut.

Mengetahui bahwa benda-benda itu mengandung kutukan, warga pun berinisiatif memindahkannya. Mereka membangun sebuah rumah baru yang sama persis dengan rumah Yachiyo di luar kota, di tempat yang jarang dikunjungi. Mereka meletakkan meja rias dan rambut itu di dalamnya dan mereka sengaja membuat dinding di pintu rumah itu. Tentu agar tak ada seorangpun yang masuk dan terkena kutukannya.

Hanya itulah penjelasan mengenai apa yang kami lihat. Dua meja rias dan rambut itu masing-masing milik Yachiyo dan Yoshiko.

Namun cerita ini tak berakhir sampai di sini.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...