Skip to main content

PANDORA - Bagian 3

baca bagian sebelumnya

Kami semua berada di ruang tamu dimana kami masuk tadi, jadi ia tak mungkin keluar. Kami mencoba mencarinya di ruang tamu dan dapur, namun kami tetap tak menemukannya.

"Haruka!" panggil Saori penuh keputusasaan, "Haruka! Dimana kamu! Jawab kakak!"

Namun tak ada jawaban.

"Hei, apa kalian pikir dia naik ke atas?" kami semua menatap ke arah tangga itu.

"Tidak mungkin! Mengapa ia melakukan itu?" jerit Saori. Air matanya mulai mengalir.

"Tenanglah! Ayo kita naik ke atas dan mencarinya!"

Tak ada waktu untuk memikirkan betapa takutnya kami. Kami berjalan melewati tiang menakutkan itu dan mulai berjalan menaiki tangga.

"Haruka-chan!" panggil kami.

"Haruka, ini tidak lucu!" seru Saori, "Keluarlah sekarang!"

Namun tetap tak ada jawaban.

Ketika kami sampai di atas, kami melihat dua kamar. Pintu masing-masing kamar tertutup. Kami menduga kedua kamar tersebut adalah kamar tidur.

Kami membuka pintu di sebelah kanan kami. Namun tak ada apapun di dalamnya. Kamipun menutupnya dan beranjak ke kamar kedua.

"Ia pasti ada di kamar ini!" kamipun membuka pintu itu secara perlahan.
Haruka ada di sana.

Namun tak ada satupun di antara kami yang berani berkata sepatah katapun. Kami semua membeku.

Di tengah ruangan itu terdapat benda yang sama seperti yang ada di tangga. Sebuah meja rias dan sebuah tiang dengan rambut manusia di atasnya. Namun tiang itu tampak lebih pendek, sama tingginya dengan Haruka yang masih SD. Kami semua sangat ketakutan dan tak berani bergerak sedikitpun.

"Kak, apa ini?" Haruka menunjuk tiang itu dan menoleh kepada kami. Ia berjalan mendekati meja rias itu. Ada tiga laci di sana dan ia membuka laci teratas.

"Apa ini?"

Ia menarik sesuatu keluar dari dalam laci. Sebuah memo dengan dua buah huruf tertulis di atasnya.
禁后 - The Forbidden Empress.

"Kak, ini bacanya apa?" namun sebelum kami menjawabnya, ia sudah menarik laci yang kedua. ia mengambil benda yang sama persis seperti yang ia temukan di laci pertama. Sebuah kertas bertuliskan huruf kanji yang sama.

Kami semua tak mengerti apa yang terjadi, namun Saori segera menghampiri adiknya dan mencengkeram tangannya dengan keras. Haruka sampai menangis dibuatnya.

"Apa yang kamu lakukan?" ia berteriak di depan muka Haruka. Dengan marah ia segera merebut kertas itu dari tangan gadis cilik itu dan membuka laci untuk mengembalikan kertas itu. Masalahnya adalah, Haruka mengambilnya dari laci kedua, sedangkan laci yang ditarik oleh Saori adalah laci ketiga.

Ketika laci itu terbuka, Saori hanya berdiri tak bergeming sambil menatap apa yang ada di dalamnya. Ia tak bersuara sedikitpun.

Ia hanya diam, seperti terhipnotis. Ia menutup laci itu kemudian menatap ke depan. Pandangannya tampak kosong. Ia lalu menarik rambutnya yang tumbuh melebihi bahunya lalu meletakkannya di mulutnya.

ia mulai mengunyah rambutnya sendiri.

"Hei, apa yang terjadi denganmu?" Kami bertanya.

"Saori! Saori, sadarlah!"

Kami semua memohon agar ia berhenti melakukannya, namun ia sepertinya sama sekali tak mempedulikan kami. Pandangannya masih kosong dan ia masih mengunyah rambutnya.

Tangis Haruka makin kencang, mungkin karena menyaksikan kakaknya bertingkah aneh. Kami semua bertambah gugup.

"Apa...apa yang terjadi dengannya?"

"Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi!"

"Pikirkan itu nanti! Sekarang kita harus membawanya pulang! Aku sudah tak mau lagi berada di sini."

Naoki, Kazuchika, dan Atsushi segera membawa Saori keluar dari rumah itu, sementara aku menjaga Haruka yang masih menangis. Bahkan setelah keluar dari rumah itu, Saori masih tetap mengunyah rambutnya. Kami tahu kami akan terlibat masalah, namun kami harus segera membawanya ke orang dewasa yang mengerti tentang sejarah rumah itu. Kami mengurungkan niat kami membawanya pulang dan memutuskan membawanya ke rumahku yang terletak paling dekat dengan rumah tua itu.

Saat itu aku belum tahu itu adalah saat terakhirku melihat Saori.

Bersambung

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...