Skip to main content

Mom, Dad... I'm Adopted - Ibu, Ayah... Aku Anak Adopsi

Mom, Dad... I'm Adopted

Orang tuaku menghentikan kegiatan mereka. Ibuku, yang memakai kalung mutiara lengkap dengan anting mutiara juga, berdiri tegak. Ia memakai celemek dan sarung tangan untuk oven, dan bajunya yang berwarna biru muda benar-benar membuat mata birunya semakin bersinar. Ibu menutup oven dan membuka sarung tangannya, memperlihatkan kuku-kukunya yang terawat dengan indah. Ia melihat kearahku.

Ayahku meletakkan pipa rokoknya di meja dan menutup buku yang sedang dibacanya. Rambutnya klimis dan ia memakai kemeja dan kardigan berwarna lembut. Ia meletakkan kacamatanya dan melihat kearahku.

"Kenapa, nak?"
"Apa yang membuatmu berkata begitu, nak?"
Mereka bertanya dengan serempak.

Aku berdiri dengan tegap didepan mereka. Hari ini aku memakai celana panjang warna cokelat, kemeja yang dimasukkan kedalam celana dan tidak lupa ikat pinggang dan sepatu. Penampilanku terlihat serupa dengan mereka, sekaligus membuatku merasa seperti orang asing.

"Aku cuma... tahu, bu, yah," Aku berusaha terdengar percaya diri, tapi suara yang keluar tidak begitu meyakinkan. "Jangan konyol," kata ayah yang sekarang berdiri disamping ibu di ruang dapur kami yang terang. Ia memegang pundakku dan melihat tepat di mata biruku yang persis seperti mereka, "Kau anakku, dan kami mencintaimu, nak."

Aku memperhatikan wajah ayah, berusaha mencari setitik kebohongan disana, tapi tidak kutemukan. "Duduklah, sayang," ibu membawa masakannya. "Makan malam sudah siap."

Aku duduk di meja makan kami yang indah dan meletakkan lap di pangkuanku, sesuai yang diajarkan di sekolah. Mataku mulai basah, "Kau yakin?" Aku bertanya sambil menatap kosong meja didepanku. Ibu mulai meletakkan peralatan makan didepanku dan ayah, dan ayah mulai makan daging dan kentang tumbuk yang sudah dibuat ibuku.

"Yakin, nak." Ayah berkata, sambil menikmati makan malamnya dan menjilat bibirnya. Ibu pun duduk diseberang ayah, dan memegang tanganku dengan lembut, "Kau anak kami, sayang. Sungguh." Katanya. Setelah mengambilkan porsi daging dan kentang untukku, ibu melanjutkan, "Nah, sekarang ayo ngobrol tentang yang lain! Kau belum menyapa tamu kita hari ini, nak."

Aku mulai terisak dan wajahku berubah merah. Aku melihat ke ujung meja. Tepat diseberangku duduklah seorang wanita asing yang tak kukenal. Ia terikat di kursi, dari leher ke kakinya. Mulutnya sudah ditutup dengan lakban, dan kepalanya sedikit maju kedepan.

Tangan kanannya tidak diikat, tapi itu bukan karena rasa kasihan. Tangan kanannya telah dipotong sampai dibawah bahu, dan darah masih mengalir dengan jelas dari lukanya, membasahi pakaiannya. Ia tak sadarkan diri karena baru saja menderita sakit luar biasa saat tangannya dipotong ayahku. Ayah, yang telah selesai makan, memuji ibu karena dagingnya telah dimasak dengan sempurna. Mereka berdua tertawa.

Aku melihat potongan daging masakan ibuku didepanku. Daging yang tadinya berasal dari tangan wanita itu. Aku berusaha keras menahan isak tangisku dan bertanya dengan lirih,

"Ibu, ayah, kumohon... Katakan aku ini diadopsi..."

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...