Skip to main content

Hadiah

"Ayah janjikan tidak akan meninggalkanku?" ujar Rose pada ayahnya
"Iya. Sudah tidur! besok kan sekolah" ujar ayahnya
"Iya yah" ujar Rose lalu pergi tidur
Gadis mungil berusia sekitar sembilan tahun itu memang sangat dekat dengan ayahnya. Ia dan ayahnya tinggal di sebuah rumah kecil di tepi kota. Ayahnya hanya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik besi. Sementara ibunya pergi dengan pria lain yang dirasa lebih mapan dari ayahnya.

Rose seakan-akan sudah melupakan sosok ibunya. Hanya ayahnyalah yang ia sayang saat ini dan selalu ingin bersama dengannya.
Suatu malam saat hujan turun dan dingin terasa menusuk tulang, Rose terduduk di teras rumah. Ia sedang menunggu ayahnya yang sampai larut malam belum pulang juga. Rasa khawatir dan gelisah hinggap pada dirinya. Namun ia tetap yakin bahwa ayahnya akan pulang dan memeluknya hangat seperti biasanya.

Tiba-tiba di tengah derasnya hujan, muncul sesosok pria asing yang nampaknya sedang memegang sesuatu. Dari kejauhan pria itu terlihat berlari mendekatinya dan makin terlihat jelas bahwa yang pria itu bawa adalah sebuah pisau. Karena ketakutan, Rose segera berlari ke dalam rumah dan segera mengunci pintu.

Namun, suara gedoran dan ketukan pisau di pintu rumahnya terasa sangat menakutkan. Ia hanya memejamkan mata dan berdoa agar pria asing itu segera pergi dari rumahnya. Keringat bercucuran membasahi tubuhnya dan ia tak tahu harus berbuat apa.
Tak lama kemudian terdengar suara yang nampaknya ia kenal. Ya, suara motor ayahnya.
"Ayah jangan kesini!!!" teriaknya dari dalam rumah
"Apa?" tanya ayahnya kebingungan
Tiba-tiba pria asing itu muncul di belakang ayahnya dan menusuknya berkali-kali.
"Ayah!!!" teriak Rose dengan histeris

Tangisnya pecah saat melihat ayahnya tak berdaya di tangan penjahat itu. Kepalanya menjadi pusing dan tiba-tiba ia pun jatuh pingsan.
Paginya ia terbangun di kamar tidurnya. Pada awalnya ia berpikir bahwa semua kejadian tadi malam hanyalah mimpi, tetapi semua berubah mengerikan saat ia berbalik badan dan menemukan kondisi ayahnya yang mengenaskan berlumur darah.


Dari luar kamarnya terdengar suara tawa yang menggema ke seluruh rumahnya. Ternyata suara tawa itu berasal dari pria yang membunuh ayahnya. Ia tetap membawa pisau yang kini berlumur darah dan berusaha menusuk Rose.
Rose yang kebingungan berhasil lolos dan berlari ke dapur. Disana ia melihat bubuk merica yang berada di atas lemari makan. Ia mengambilnya dan ketika pria asing itu mengejarnya, ia melemparkan bubuk merica itu ke matanya.
Spontan pria itu berteriak dan berjalan tanpa arah. Ia berusaha mencari air, namun sebelum sempat munculah Rose dengan pisau ditangannya dan menusuk pria asing itu tepat di matanya.

Karena terdengar kegaduhan, akhirnya para tetangga menghubungi polisi untuk mendatangi rumah Rose dan ayahnya tersebut. Saat didatangi terlihat disana Rose terduduk dengan gemetar dan bergumam. Sementara sosok pria asing itu tergeletak dengan pisau yang masih menancap di matanya.

Rose yang masih trauma dengan kejadian itu pun diamankan dan kemudian ia dirawat oleh salah satu tetangga.
Tujuh tahun pun berlalu. Karena rindu dengan rumahnya, Ia pun mengunjungi rumah lamanya dan tak sengaja menemukan sebuah plastik yang berada di pot bunga mawar. Ia membuka isinya dan menemukan sepasang sepatu berwarna pink.

Ingatannya kembali ke masa lalu saat ia minta dibelikan sepatu berwarna pink dan merajuk karena ayahnya beralasan tak punya uang. Bahkan, Rose sempat merajuk tak mau makan sampai ia dibelikan sepatu yang ia inginkan. Tanpa ia sadari bahwa alasan ayahnya sering pulang larut adalah karena ia sering lembur agar gajinya cukup untuk membeli sepatu anak gadis kesayangan itu.
Air matanya tak terasa menetes. Samar-samar ia melihat sosok ayahnya tersenyum dari arah jendela kamarnya.

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...