Skip to main content

Ben (Kisah Nyata)



Ben (Kisah Nyata) - Aku bersama dua temanku, Ben dan Nick saat kami liburan, dimana kejadian itu terjadi.

Kami berada di bagian terpencil di Yunani, di tempat yang tak muncul di Google Maps untuk beberapa alasan, berjalan turun ke bawah dengan mobil sewaan kami untuk mampir ke kota besar setempat untuk berpesta.

Setelah awalnya kami berencana untuk berkendara sepanjang malam, kami akhirnya pasrah bahwa kami tersesat dan keadaan saat itu semakin gelap untuk melanjutkan perjalanan malam itu, kami mampir ke pom bensin untuk bertanya jalan ke tempat menginap. Penjaga pom bensin lalu memberi kami brosur tentang kampung terdekat, dan meminta kami untuk mampir ke sana. Karena kami memang tersesat, kami pasrah. Kami berpikir rasanya ada yang berbeda, tapi tidak tahu seberapa bedanya, perjalanan membawa kami berbelok kiri dan terus melaju dalam gelap.

Tempat bermalam yang kami temui disana adalah semacam rumah-rumah kabin kecil yang terpencil, yang berjarak agak jauh satu sama lain, mungkin untuk alasan privasi. Kabin tersebut memiliki kamar mandi, dapur, kasur model dua orang dan satu orang, cukup untuk kami bertiga dalam satu malam. Nick menang suit dan mendapat kasur satu orang, jadi aku dan Ben tidur di kasur dua orang. Nick juga tidurnya mendengkur jadi ini tidak masalah.

Ben (Kisah Nyata) - Satu hal yang membuatku tidak nyaman di kabin ini adalah, ada wilayah besar yang memiliki jendela tanpa tirai di sebuah tembok. Ini menggangguku karena malam hari di luar gelap, dan lampu di dalam menyala, sehingga kalau melihat kaca jendela, seperti melihat cermin dua arah, siapapun yang berpakaian hitam bisa mengintip ke dalam tanpa kita sadari.

Kami membuat rencana untuk mampir ke bar setempat, minum-minum, tukar cerita, dan lihat nantinya bagaimana. Kami berdiskusi untuk menaruh kunci dibawah batu di pintu depan, jadi seandainya kami pulangnya berpisah, siapapun yang pulang duluan, akan membukakan pintu untuk yang pulang belakangan.

Ben lalu berceletuk, “Kenapa tidak sekalian saja bilang yang kencang jadi orang lain bisa dengar?”

Nick lalu melakukannya, untung kabin kami memang agak terpencil dan tidak ada orang dekat disini, begitu pikirku saat kami akhirnya pergi.
Tidak disangka, malam di bar itu menyenangkan. Kami banyak pesan minuman setempat bernama Ouzo, hingga pegawai bar bilang kami memesan habis stok mereka, dan harganya murah pula, untuk ukuran Yunani.

Malam semakin larut, bar sudah mau tutup, dan kami kehilangan Ben. Pikir kami, pasti dia pulang lebih dulu, meski aku sendiri tidak ingat apakah dia bilang pamit, dan sedikit heran jika misalnya dia bertindak begitu. Kami memutuskan pulang dengan mobil.

Saat sudah di mobil dan sampai, aku turun dan bilang “Aku mau buang air kecil”, lalu aku pergi ke depan pintu dan memeriksa kunci. Namun ternyata kuncinya sudah tidak ada saat aku periksa di bawah batu, kami periksa pintunya. Terkunci. “Apa-apaan ini?!”, aku dan Nick berpandangan. Ben pasti pulang duluan dan dia mengunci kita!

“BEN! BUKA PINTU! KAMI MAU BUANG AIR KECIL!”
“CEPAT BEN!”

Kami menggedor pintu. Lalu aku dengar suara seperti orang bangun dari tempat tidur dan merangkak turun. Sial, dia pasti mabuk!

“Aku tidak bisa tahan lagi”, lalu aku dan Nick memutari kabin untuk buang air kecil dimana akhirnya Ben buka pintu. Rasanya lega setelah buang air kecil, namun rasa lega itu berlangsung sebentar, dimana aku melirik sekilas ke jendela besar, dan membuatku merinding cepat. Di jendela, ada semacam bekas tempelan sidik tangan yang panjang dan tipis, dan hanya terlihat dari luar jendela karena efek kabut. Bentuknya lebih panjang dari tangan orang, namun jauh lebih tipis. Aku pikir “Astaga!”, aku mencoba menghilangkan gambaran seram dan tak masuk akal dari kepalaku, dan kupikir pastinya itu tempelan tangan orang biasa yang sedikit terhapus, dan membuatnya terlihat lebih panjang, ya kan? Manapun itu, aku tersadar bahwa seseorang, atau “sesuatu” mengawasi kita.

Aku cepat menyelesaikan urusanku dan buru-buru masuk kabin. Kami TIDAK AKAN menyalakan lampu, agar mencegah apapun dari luar untuk melihat ke dalam kabin. Dan saat kami mengunci pintu depan kami langsung tidur.

Nick langsung tidur, mendengkur bahkan sebelum kepalanya menyentuh bantal, dan setelah beberapa menit menahan dengkuran Nick, mataku merasa semakin berat jadi aku menutupnya. Saat mataku tertutup, aku tidak tahan perasaan akan bahwa mata Ben terbuka dan menatapku….dengan jahat.

Ben (Kisah Nyata) - Degup jantungku naik dengan cepat saat aku merasakan ini. Seolah Ben menahan napas dan pandangan marahnya dia mengarah padaku dalam kegelapan. Maafkan kami kalau kami tidak pulang bersamanya, kenapa dia marah sekali? Setelah beberapa menit menenangkan diri dari rasa takut tak masuk akal ini, aku mencoba tidur.

Tok tok tok, “Buka pintunya! Katanya kau tidak menguncinya!”
TOK TOK TOK! Ketokan makin kencang. “BUKA PINTUNYA DI LUAR DINGIN SEKALI!”

Ini adalah saat paling menyeramkan untukku, dan aku merasa lumpuh seketika. Itu Ben yang ada di luar.

Tiba-tiba, ada gerakan di selimut sebelahku.

Aku bangun dari kasur dengan cepat selama hidupku dan lari ke pintu, Nick juga bangun dan sadar akan kejadian menyeramkan ini, dan aku menendang pintu dan kabur ke mobil, tanpa menengok ke belakang. Aku menyalakan mobil dan mengisyaratkan Ben mengikuti masuk. Tapi dia tidak mengerti apa yang terjadi. Sambil berjalan ke dalam dia menyalakan lampu untuk melihat ke dalam.

Ini adalah kisah nyata. Sungguh terjadi. Kau bisa tanya Nick jika tidak percaya. Tapi aku tidak akan tanya Ben. Dia tidak banyak bercerita setelah insiden itu. Kapanpun kami bertanya apa yang dia lihat malam itu, wajahnya memucat dan kehilangan ekspresi dan segera menutup tirai. Ben (Kisah Nyata)

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...