Skip to main content

All You Can Eat


All You Can Eat - Ketika aku masih kecil, ayahku selalu berkata, "Jika kau membunuh sesuatu, kau harus memakannya." Kurasa itu kedengarannya cukup wajar, tapi ayahku selalu berlebihan dalam reaksinya
Aku ingat pertama kali itu terjadi. Usiaku 3 tahun. Aku menginjak sekelompok semut. "Kumpulkan dan makan mereka nak!" dia menggeram. Aku tidak bisa melakukannya. Aku menangis dan melarikan diri, tapi ayahku menahanku dan menyuapkan semut itu satu satu. Aku muntah setelahnya
Ketika aku berusia 4 tahun, ayah menangkapku saat sedang mencabuti sayap lalat. "Kau bisa memakannya sekarang atau nanti." katanya. Aku menangis dan dia kembali menyuapiku sayap lalat tersebut secara paksa. Untuk seminggu kedepannya aku merasakan ada lalat terbang di perutku.

Aku berusia 6 tahun, saat aku membuat panah dan busur dari kayu dan benang. Di belakang rumah, aku tidak sengaja menembak seekor burung yang terbang dan mati di tempat. Ayahku menatapku dari jendela dan berteriak. "Bawa itu kedalam!"
Ayahku mengawasi saat aku mencabuti bulunya, membersihkan, dan menguliti burung itu. Setelahnya, dia merebus burung tersebut sampai matang. Dia menaruh piring berisi burung tersebut di depanku. Burung itu terlihat seperti anak ayam sekarang. "Sekarang makan itu!" Dia membentakku
Tangis mengalir di pipiku. Ayahku mengawasi sampai aku menghabiskan seluruhnya.

All You Can Eat - Tapi, ayahku ternyata tidak sejahat itu. Dia menghadiahkanku anak anjing di ultahku ke 8. Sebulan kemudian, dia mengajarkanku cara menyetir. Saat kami sedang belajar, aku mendengar bunyi sesuatu yang retak dan mengerem. Aku menangis saat menyadari itu adalah anak anjing kesayanganku.
"Kau tahu aturannya," Ayahku berkata.
Aku menggelengkan kepalaku sambil menangis, "Tidak! Tidak! Tidak!"
Dia mengambil mayat anjing tersebut, tapi aku berlari ke arah ladang. Aku menghabiskan 2 hari 2 malam tidur di hutan. Kedinginan, dan lapar melandaku, tetapi aku takut untuk pulang ke rumah.
Di malam ketiga, aku menunggu sampai tengah malam dan saat semua lampu sudah dimatikan. Diam-diam kupanjat jendela dapur dan melihat ke dalam kulkas.
"Makan malammu ada di meja." Ayahku berkata dalam kegelapan
Dia menyalakan lampu dan mendongakkan kepalanya ke piring besar di meja. Disana terdapat anjing kesayanganku, sudah terpanggang kering dengan apel di antara mulutnya.
Aku berusaha lari, tapi sia-sia. Aku tidak bisa berhenti berteriak dan menangis, tapi dia tidak perduli.
Dia mengambil garpu dan pisau sambil mengiris daging tersebut dan membuatku memakannya sampai perutku hampir pecah

Sesuatu dalam diriku hancur malam itu. Aku tidak bisa menerima ini lagi. Akhirnya, aku berencana untuk kabur dari rumah.
Pagi subuh, sebelum matahari terbit, aku bersiap-siap dan mengepak barangku. Dengan perlahan dan berjinjit, aku berjalan melewati kamar ayahku.
"Mau kemana kau?" Kata ayahku sambil tertawa kecil.. Ternyata dia sudah menungguku di atas tangga.
All You Can Eat - Aku berusaha melewatinya tapi dia menghalangiku. Tanpa sengaja aku menabraknya dan dia kehilangan keseimbangannya.
Semuanya kelihatan bergerak dalam tempo lambat. Aku melihat ayahku jatuh dan aku berusaha menangkap tangannya, tapi aku gagal.

Dia jatuh, dan mendarat dengan bunyi keras. Aku terguncang ketika melihat lehernya yang patah dan mata melototnya ke arahku. Aku menangis keras saat melihatnya.

Aku masih menangis sambil menyalakan oven, dan menuju ke gudang untuk mengambil kapak.

Comments

Popular posts from this blog

THE SCRATCHING CURSE

THE SCRATCHING CURSE - "Krekkk..krrekk kreett..." kudengar suara berderit-derit dari arah jendela teras. Aku pun melongok keluar, memeriksa keadaan. Sepi. Kosong. Melompong. Mungkin hanya perasaanku. Ya sudahlah. Esok malamnya, pada jam yang sama, "Krreeeeek... kreeeeeekkkk... kreeeerrrkk..." Lagi-lagi suara itu mengusik indera pendengaran. Namun kali ini terdengar dari luar pintu kamar. Bunyinya pun lebih keras dan seolah lebih dekat. Maka segera kubuka pintu kamar. Nihil. Kosong. Melompong. Sunyi. Ya sudahlah, mungkin engsel pintu kamar ini agak berkarat, pikirku sambil-lalu. Kemudian, keesokan malamnya, lagi-lagi... "Grrrreeekk... gggrrrrreeekkk.... grgrhrekkk!!!," Kali ini aku benar-benar tidak salah dengar, ada suara garukan. Terdengar lebih jelas. Amat jelas, karena... itu berasal dari kolong bawah ranjangku! Deg! Jantungku seketika berdegup tegang. Oleh sebab nalar yang menyadari suatu keganjilan, entah apakah itu, semakin mendekat... da...

KARMA

KARMA Catatan 1 Aku membuat kesalahan yang amat besar. Kupikir aku hanya paranoid awalnya, namun sekarang aku tahu bahwa dia mengikutiku. Dia tidak pernah membiarkan aku melupakan sebuah kesalahan bodoh itu. Aku tidak begitu yakin seperti apa wujudnya. Satu-satunya nama yang bisa kusebutkan adalah Karma. Kupikir dia akan melindungiku … namun aku salah. Mari kita mulai sejak dari awal. Ada sebuah ritual yang tidak begitu terkenal memang, dia disebut sebagai Pembalasan Karma. Untuk alasan yang bisa kalian pahami, aku tidak bisa menjelaskan detil ritual ini. sungguh terlalu berbahaya. Aku diceritakan mengenai ritual ini. Mitos yang mendasari ritual ini adalah, setelah kalian melakukan ritual sederhana ini, Karma akan mengadilimu, membalasmu. Jika dia memutuskan bahwa kalian merupakan orang baik-baik, maka hidup kalian akan seperti di sorga, disisi lain … well, itulah alasan kenapa aku menulis ini semua. Aku pasti telah melakukan kesalahan. Aku benar-benar orang yang baik, setidaknya...

WRITING ON THE WALL

WRITING ON THE WALL  - Ketika aku masih muda, ada sebuah bangunan hancur di bawah jalan. Semua anak-anak di daerah di jauhkan dari tempat itu, karena isu dan berita bahwa tempat itu angker. Dinding beton lantai dua dari bangunan tua yang sudah retak dan runtuh. Jendela yang rusak dan pecahan kaca bertebaran di lantai di dalamnya. Suatu malam, untuk menguji keberanian, sahabatku dan aku memutuskan untuk mengeksplorasi tempat tua yang menyeramkan itu. Kami kami naik melalui jendela belakang gedung. Seluruh tempat kotor dan ada lapisan Lumpur di lantai kayu. Saat kami membersihkan diri kami, kami melihat dan terkejut melihat bahwa seseorang telah menulis kata-kata "AKU SUDAH MATI" pada dinding langit-langit. "Mungkin hanya beberapa remaja yang mau mencoba untuk menakut-nakuti anak-anak", kataku. "Ya, mungkin saja...", jawab temanku dengan nada gugup. Kami mengeksplorasi lebih dari kamar di lantai dasar. Dalam sebuah ruang yang tampaknya pernah menjadi se...