Setelah tinggal di sana dalam beberapa hari sendiri, dia menyadari ada beberapa hal yang aneh sering terjadi, ketika dia baru saja pulang dari kampus tirai kamarnya selalu tertutup padahal dengan jelas dia mengingatnya meninggalkan tirai itu dalam keadaan terbuka pada pagi harinya. di kesempatan lainnya, beberapa barang-barang miliknya terlihat sudah dipindahkan bahkan hilang – tak pernah ditemukan.
Kejadian-kejadian aneh ini mulai menakuti Bryan, jadi pemuda tersebut mencoba menceritakan hal ini kepada teman-temannya, Trisha dan Alex. Mereka bertemu di kedai terdekat dan setelah menyeruput kopinya, dia mulai menceritakan semua hal-hal aneh yang disadarinya.
“Mungkin saya hanya sedang paranoid,” kata Bryan. “Tapi saya benar-benar curiga bahwa seseorang telah merangsek masuk ke dalam apartemenku di siang hari, ketika saya masih di kampus dan …”
“Dan apa?” potong Alex. “Merubah tirai jendela dan memindahkan barang-barangmu? Siapa yang begitu gila hanya melakukan itu?”
“Ini memang terdengar gila, tapi mungkin saja seseorang sedang mengintaimu.” kata Trisha. “Itu mungkin saja. Dan jika ini benar, saya rasa menghubungi polisi adalah jalan yang terbaik.”
“Apa yang polisi bisa lakukan?” tanya Alex. “Mereka tidak akan menghabiskan waktu hanya untuk menjaga apartemenmu. Di samping itu, tidak ada bukti kerusakan pada barang-barang. Tidak ada tanda-tanda seseorang mendobrak masuk. Singkatnya, kau tidak memiliki bukti.”
“Jadi apa yang bisa kulakukan?” tanya Bryan. “Saya tak tahu harus berbuat apa.”
“Saya tahu apa yang bisa menenangkan pikiranmu.” usul Trisha. “Mudah saja. Taruh sebuah kamera video di kamarmu, dan tetap nyalakan ketika kau keluar ke kampus. Jika benar kau memiliki penguntit, kau bisa menunjukkan rekamannya nanti ke polisi sebagai bukti.”
“Kau tahu, itu adalah sebuah ide bagus.” kata Bryan.
“Dan jika kau benar-benar hanya paranoid atau gila, kau bisa menunjukkannya kepada psikiater.” ledek Alex.
Malam itu, Bryan meminjam kamera video Trisha dan membawanya ke rumah. Pada subuh-subuh sekali esok paginya, dia menyembunyikan kamera itu di bawah beberapa laci mejanya. Sebelum dia pergi ke kampus, dia menekan tombol rekam dan meninggalkannya tetap menyala.
Video Camera - Sepanjang hari itu, ketika dia duduk dalam bangku kuliah, pemuda ini sudah melupakan tentang kamera video itu. Tapi akhirnya dia mengingatnya ketika sudah sampai di rumah dan masuk ke kamarnya.
Mengambil kamera itu dari tempat persembunyiannya, dia menekan tombol berhenti. Lalu mengambil ponselnya dan menghubungi temannya.
“Hey, Trisha.” katanya. “Saya baru saja pulang. Saya akan menonton videonya.”
“Keren.” kata Trisha. “Jangan tutup teleponnya. Beritahu saya jika kau melihat sesuatu.”
Dia menekan tombol play-nya dan menonton rekaman video itu dari layar kecilnya. Dia melihat dirinya berjalan meninggalkan kamarnya untuk ke kampus pada pagi hari dan menutup pintunya. Lalu, tidak ada apa-apa yang terjadi. Dia menekan tombol untuk mempercepat dan menyaksikan seluruh rekaman itu. Ruangan itu benar-benar kosong.
“Masih tidak ada apa-apa.” katanya.
“Saya sudah bosan menunggu,” timpal Trisha. “Tapi, acara televisi sedang buruk jadi tidak ada yang bisa ku tonton.”
“Ya Tuhan!” jerit Bryan memencet tombol play secara bersamaan.
“Apa? Ada apa?” tanya Trisha bersemangat.
“Pintunya terbuka!” kata Bryan. “Itu seorang wanita …”
“Apa yang dilakukannya?” tanya Trisha.
“Hanya berdiri di sana … menutup pintu … dan berjalan kesana-kemari …”
“OMG! Aneh sekali! Bagaimana rupa wanita itu?”
“Saya tidak bisa melihat wajahnya … Rambut panjang, hitam, tipis … dengan pakaian sobek-sobek …”
“Kau mengenalnya?”
“Tidak, saya tidak mengenalnya sama sekali … Dia membawa sebuah pisau … Pisau dapur yang besar … Dia berjalan melewati tempat sampah … Sekarang, dia mengambil pakaianku dan merobek-robeknya.”
“Ugh! Gila! Ada apa dengannya?”
“Dia berjalan ke kamar kecil sekarang … Dia masuk ke sana.”
“Segera percepat dan lihat apa yang dilakukannya lagi.”
Bryan memperhatikan layarnya dengan seksama beberapa saat, tapi ruangan itu tetap kosong.
“Kau tahu apa artinya,” kata Bryan. “Sekarang saya punya bukti ini dan saya bisa ke kantor polisi agar mereka menjagaku.”
“Saya tahu,” kata Trisha. “Mereka pasti melakukan itu.”
“Alex pasti gila kalau melihat ini.”
“Pasti. Dia tidak percaya ceritamu. Cuma saya yang percaya.”
“Saya tahu. Kau memang teman yang baik … Ya Tuhan!”
“Apa? Apa?”
Bryan menekan tombol play kembali.
“Pintu depan terbuka lagi.” kata Bryan.
“Siapa itu?” tanya Trisha.
“Oh, bukan apa-apa.” jawab Bryan. “Itu hanya saya yang pulang dari kampus.” Dia menyaksikan dirinya sendiri di layar, sedang mematikan kamera.
“Ayo ke kantor polisi sekarang,” kata Trisha. “Saya akan ikut denganmu. Kita bisa menunjukkan video itu.”
“Ok. Saya akan menemuimu di jam makan malam 15 menit lagi.” kata Bryan mengambil kamera video itu.
“Ok … tapi tunggu dulu.” kata Trisha. “Kau bilang dia masuk ke kamar kecil. Apakah dia pernah keluar? Bryan, apakah dia pernah keluar?!”
Bulu kuduk Bryan tiba-tiba berdiri. Di belakangnya, dia mendengar pintu kamar mandinya menyeret terbuka.
“Bryan! Keluar dari sana!” teriak Trisha di telepon, tapi sudah terlambat.
Teleponnya mati. Dan ketika dia mencoba menghubunginya kembali, tidak ada jawaban.
Petang itu, polisi menemukan tubuh tak bernyawa mahasiswa 18 tahun itu terbaring di atas genangan darahnya sendiri – tertikam sebanyak 21 kali. Kamera video masih tergenggam erat di tangan kaku dan dinginnya. Ketika polisi memeriksa kamera itu, kartu memorinya sudah hilang. Tidak ada satupun jejak wanita itu pernah ditemukan. Video Camera
Sekarang, mungkin saja dia bersembunyi di kamar mandimu
No comments:
Post a Comment
Creepypasta Indonesia, Riddle Indonesia, Cerita Seram, Cerita Hantu, Horror Story, Scary Story, Creepypasta, Riddle, Urban Legend, Creepy Story, Best Creepypasta, Best Riddle, short creepy pasta, creepypasta pendek, creepypasta singkat