Saturday, November 25, 2017

My dead girlfriend keeps messaging me on Facebook. I’ve got the screenshots. I don’t know what to do.

Malam ini akan menjadi perubahan penting untuk post ini. Aku baru saja menerima pesan lagi, dan yang ini lebih parah dari yang lain.

Pacarku meninggal pada 7 Agustus 2012. Dia terlibat dalam kecelakaan 3 mobil saat pulang kerja ketika ada seseorang yang menerobos lampu merah. Dia tewas dalam hitungan menit di TKP.

Kami sudah bersama selama 5 tahun saat itu. Dia tidak terlalu memikirkan pernikahan (terasa kuno, katanya, membuatnya merasakan gelenyar aneh), tapi jika dia mau, aku pasti sudah menikahinya sejak tiga bulan hubungan kami. Dia sangat bersemangat; tipe gadis yang akan selalu memilih tantangan. Dia paling bahagia saat kemping, tapi juga seorang technophile—penggemar teknologi. Dia selalu beraroma seperti kayu manis.

Cukup dikatakan, dia tidak sempurna. Dia selalu mengatakan hal semacam, “Jika aku mati duluan, jangan hanya mengatakan hal baik tentangku. Aku tak suka. Jika kau tak menurutiku, kau yang rugi. Aku punya banyak kekurangan, dan itu adalah bagian dari diriku.” Jadi, ini untuk Em: musik yang katanya dia sukai dan musik yang memang dia sukai sangat berbeda. Cara dia menunjukkan kasih sayang adalah memeluk dari samping. Dia punya jari yang sangat panjang, seperti simpanse.

Aku tahu memang berhubungan, tapi aku tak suka membicarakan dia tanpa kalian tahu dirinya yang sesungguhnya.

Intinya, Em sudah meninggal selama hampir 13 bulan saat pertama kali dia mengirim pesan padaku.


4 September 2013.

Emily:
hello

Nathan:
Siapa ini?
Aneh sekali mendapat pesan dari akun Emily

Nathan:
??
oke, baiklah
selanjutnya, tolong kirim pesan dari akunmu jika ingin membicarakan halaman miliknya

Emily:
hello

Nathan:
Susan? Kau di akunnya Emily


Ini saat semua dimulai. Aku membiarkan akun Facebook Emily aktif agar bisa mengiriminya pesan sekali-sekali, menulis di dindingnya, melihat album-albumnya. Aku merasa sudah di penghujung waktu untuk mengenangnya (dan melupakannya). Aku ‘berbagi’ akses dengan ibunya (Susan)—yang artinya, ibunya punya akses login dan password dan telah menghabiskan sekitar 3 menit di website (atau di komputer). Setelah sedikit kebingungan, kupikir itu adalah dirinya.


    16 November 2013.

    Emily:
    hello
    ayo keluar Minggu ini

    Nathan:
    Siapa ini?

    Emily:
    the wheels on the bus

    Nathan:
    Tolong katakan siapa dirimu

    Aku menerima konfirmasi dari Susan bahwa dia tak pernah masuk ke akun Facebook Emily sejak minggu kematiannya. Em punya banyak sekali kenalan, jadi aku langsung beranggapan ini adalah salah satu ‘teman’ canggihnya yang sedang bermain-main denganku dengan cara yang paling keterlaluan.

    Aku langsung mengetahui bahwa siapapun yang mengobrol denganku hanya memposting ulang obrolanku dengan Emily dahulu.

    Komen ‘the wheels on the bus’ adalah saat kami mendiskusikan lagu yang akan kami mainkan di perjalanan yang tak pernah terwujud. ‘hello’ ditulis jutaan kali.


    Sekitar Februari 2014, Emily mulai mengetag dirinya sendiri di fotoku. Aku akan mendapat notifikasinya, tapi tagnya akan langsung dihilangkan begitu aku mengeceknya. Pertama kalinya aku memergoki satu, rasanya seperti seseorang baru saja menonjok perutku. ‘Dia’ akan mengetag dirinya sendiri di lokasi yang masuk akal menjadi tempat Emily berada, atau di tempat biasanya dia nongkrong. Aku punya dua screenshotnya (dari April dan Juni; hanya ini yang kupergoki, jadi mungkin akan keluar dari garis waktu yang ingin kutulis):

    http://i.imgur.com/X9G5agJ.png

    http://i.imgur.com/55FwXKt.png

    Pada periode itu, aku mulai tak bisa tidur. Aku terlalu marah untuk tidur.

    Dia akan mengetag dirinya di foto secara acak setiap beberapa minggu. Beberapa teman yang mengetahuinya berpikir itu adalah bug yang menjengkelkan; aku baru saja tahu bahwa ada teman yang juga mengetahuinya dan tidak berkata apa-apa. Beberapa dari mereka sudah menghapusku dari daftar pertemanan Facebook.

    Sampai di sini, beberapa dari kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku tak mematikan saja profil Facebookku. Kuharap aku bisa. Aku melakukannya sebentar. Di hari ketika aku tak bisa keluar, senang rasanya punya teman yang bisa diajak ngobrol. Senang rasanya mengunjungi halaman Em pada saat lingkaran hijau tak ada di samping namanya. Aku sudah menjadi orang yang tertutup saat Em masih hidup; kematiannya mengubah diriku menjadi nyaris seperti pertapa, dan Facebook serta MMOs adalah satu-satunya tempatku bersosial.


    Pada 15 Maret, aku mengirim pesan pada orang yang kukira peretas pesan Em.

    Nathan:
    Kenapa kau lakukan ini?
    Kenapa kau terus mengetag dirinya?


    Pada 25 Maret, aku mendapat balasan.

    Emily:
    hello

    Emily:
    hello
    hello

    Emily:
    hello

    Nathan:
    Ini sangat menyiksaku.
    Aku tak tahu kenapa kau menikmatinya.

    Emily:
    omg lilin aroma kayu manis

    Nathan:
    enyahlah

    Emily:
    Kenapa kau lakukan ini?

    Baru beberapa bulan kemudian, saat aku memeriksa percakapan itu, aku menyadari dia hanya mengulang kata-kataku.

    Tanggapanku agaknya kurang bersemangat di sini. Aku dengan sengaja membuat ‘pancingan’ emosional (‘Ini sangat menyiksaku.’) untuk membuatnya tetap bersemangat pada permainannya; aku melakukannya dengan asumsi bahwa orang yang mau melakukan ini pastilah orang yang senang atas kesusahan orang lain. Aku mengepost di forum tekno, mencari tahu cara melacak orang ini, menghubungi Facebook. Aku harus tetap menahan si pelaku agar bisa mengumpulkan ‘bukti’.

    Sebelum ada yang menjawab, ya, aku sudah mengubah password dan semua info keamanan tak terhitung banyaknya.


    16 April. Aku menerima ini.

    Emily:
    Kenapa kau lakukan ini?

    Emily:
    kita harus membuat selai kita sendiri
    astaga Samantha :/
    nggak, beda
    tak bisa lewat
    tak bisa lewat
    berapa banyak?
    pintu samping garasi
    geser
    l*
    tak bisa lewat

    Terlihat seperti gado-gado. Seperti semua percakapan kami sejauh ini, ini hanya pengulangan dari pesan yang pernah dikirm Em.


    29 April.

    Emily:
    kacang panggang di pemanggang
    Aku tak tahu. Aku Cuma bilang ‘yo tanya Nathan’
    Nathan’
    Nathan’
    Nathan

    Nathan:
    Aku tak tahu apa yang terjadi
    Aku tak tahu kenapa kau masih melakukan ini
    kumohon hentikan

    Emily:
    kumohon hentikan
    Aku tak tahu apa yang terjadi
    Nathan
    Aku tak tahu apa yang terjadi

    Aku belum menemukan petunjuk apapun. Facebook sudah memberitahuku lokasi pengakses halaman Emily, tapi sejak kematiannya, tempat-tempat itu adalah tempat yang aku kenal (rumahku, tempat kerjaku, rumah ibunya, dsb). Tanggapanku di sini bukanlah pancingan. ‘yo tanya Nathan’ adalah lelucon internal yang tak perlu dijelaskan, tapi melihatnya mengatakannya lagi benar-benar melumpuhkanku. Reaksiku di kehidupan nyata sedikit lebih baik. Aku tak mengharap hubunganku kembali.

    Beberapa pesan terakhirnya mulai membuatku takut, tapi aku tak akan mengakuinya untuk saat ini.


    8 Mei. Aku sungguh tak punya kata untuk ini.

    Emily:
    I*
    I*
    -12
    -15

    Emily:
    jumperku di dalam pengering dan sangat dingin di luar :(
    sangat dingin di luar
    dingin
    dingin
    Nathan
    tolong hentikan
    I*
    dingin
    FRE EZIN G
    Aku tak tahu apa yang terjadi

    ‘FRE EZIN G’ adalah kata asli pertama yang dia buat. Ini memberiku mimpi buruk yang baru mulai akhir-akhir ini. Aku selalu bermimpi dia sedang di dalam mobil sedingin es, membeku biru dan abu-abu, dan aku berdiri di luar dalam kehangatan menjerit padanya untuk membuka pintu. Dia bahkan tak tahu aku di sana. Kadang tungkainya akan di luar bersamaku.


    24 Mei.

    Nathan:
    Aku sangat mabuk
    Aku merindukanku
    Siapapun di akun ini, aku tak peduli
    Aku selalu pulang kerja dan berharap untuk bertemu denganmu di komputer
    haruskah aku mulai membiasakannya sekarang?

    Emily:
    biar kubantu berjalan

    Aku tidak benar-benar mabuk. Dia bukanlah gadis pengasih, dan dia selalu malu untuk mengucapkan ‘i love you’, pelukan, berbicara soal seberapa berartinya diri kami masing-masing. Dia lebih nyaman dengan semua itu saat aku sedang mabuk. Aku sering pura-pura mabuk.

    Jawaban inilah yang membuatku memutuskan untuk mememorial halamannya, mungkin ini bisa membantu mengandalikan perilaku ini. Terlihat tidak berbahaya jika dibandingkan dengan pesan-pesan sebelumnya—ini di-paste dari percakapan lama sewaktu aku berusaha meyakinkan dirinya untuk membiarkanku mengantarnya pulang dari rumah seorang teman.

    Dalam tabrakan itu, dasbor mobil menggencet tubuhnya. Tubuhnya terputus dalam garis diagonal dari pinggang kanannya ke tengah paha kirinya. Salah satu tungkainya ditemukan terselip di bawah kursi belakang.


    Ke masa lalu. 7 Agustus 2012.

    Nathan:
    Hei, kau sedang dalam perjalanan?
    Emily?

    Nathan:
    Jika sudah membaca pesan ini tolong telepon aku
    Langsung
    Aku menelepon dan mereka bilang kau pergi pukul 16
    Aku mulai panik
    Perutku mual. Tolong tolong telepon aku

    Nathan:
    Emily
    Emily
    Jawab teleponmu

    Itu adalah percakapan di hari kematiannya. Dia biasanya pulang jam 16.30. Ini, bersama beberapa pesan suara, adalah terakhir kali aku bicara padanya di bawah anggapan dia masih hidup. Kau akan tahu kenapa aku segera menunjukkan ini.


    Kemarin. 1 Juli 2014.

    Emily Memorial:
    Hei, kau sedang dalam perjalanan?

    Emily Memorial:
    Emily

    Emily Memorial:
    Saat kau membaca pesan ini tolong telepon aku
    Langsung
    kumohon hentikan
    Aku menelepon dan mereka bilang kau pergi jam 17
    Aku mulai panik
    kumohon hentikan
    dingin

    Emily Memorial:
    Emily
    Emily
    Jawab teleponmu
    Aku tak tahu apa yang terjadi
    dingin
    FREEZING

    Aku mememorial halamannya beberapa hari setelah menerima pesan soal jalan-jalan. Hingga hari ini, dia berubah diam; bahkan dia sudah tidak mengetag dirinya sendiri di fotoku.

    Aku tak tahu apa lagi yang harus kulakukan. Haruskah kumatikan halaman memorialnya? Bagaimana jika itu benar dirinya? Aku mau muntah. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi.

    Aku baru saja mendengar bunyi notifikasi Facebook. Aku terlalu takut untuk berganti jendela dan memeriksanya.

    Today I Learned: The Beheaded Can Communicate For Up to Four Minutes

    Ricky selalu terobsesi dengan hal-hal yang sangat aneh. Obsesi terakhirnya sangat kelewatan hingga aku tak bisa berhenti memikirkannya. Bahwa katanya menurut sejarawan ada efek aneh setelah pemenggalan kepala: Setelah terpisah dari kepalanya, penggalan kepala bisa mendengar, melihat, membuat ekspresi wajah dan berkomunikasi.

    Kau tidak salah baca, si orang yang kepalanya baru saja dipotong bisa melihat dan mendengarmu. Ricky sangat terobsesi dengan temuannya hingga dia meriset fenomena itu, bahkan mengutip hasil pada percobaan pemenggalan tikus, tikus bisa tetap sadar selama empat menit.

    Kukatakan pada No Sleep beberapa waktu lalu soal Ricky di Fapper. Dulunya dia adalah anak baru di SMA kami dan selalu dibully karena dia terlihat aneh. Alasannya, Ricky punya warna kuning pada kulitnya, mata dan rambutnya, dan dia juga memakai pakaian yang aneh. Tak heran jika dia menjadi sasaran penindasan. Ricky bahkan melakukan balas dendam, tapi balas dendamnya juga unik, dia tidak mengatakan apa pun atau melakukan hal fisik. Yang dia lakukan adalah menggambar sketsa gaib yang mengerikan. Mahakarya artistik yang meramalkan hari terakhir anak-anak atau mengungkapkan rahasia tergelap mereka.

    Apa yang tidak tega kutuliskan hingga sekarang adalah bagaimana Ricky meninggal. Kematian Ricky terbukti menjadi 4 menit paling jelas dan paling mengerikan dalam hidupku.

    Itu bermula saat aku datang ke rumah Ricky yang rendah dan bergaya peternakan. Hal terakhir yang kuharapkan adalah itu akan menjadi hari terakhirnya untuk selamanya, atau hari terakhir kami bersama. Saat dia membawaku ke garasinya dan menunjukkan guillotine yang terlalu jenius sebagai buatan sendiri, aku tahu bahwa bagi Ricky, sudah tak ada jalan untuk kembali.

    “Kau tak perlu melakukan apa-apa, oke?” dia berkata. “Alatnya akan bekerja saat kutarik tuas ini,” yang kemudian dia tarik, menjatuhkan pisau miring berat menuju landasan berbentuk setengah lingkaran dan mengirim listrik dingin yang merayapi punggungku. “Yang kubutuhkan darimu adalah kau tinggal duduk dan menonton, kawan.”

    “Sial, tidak.” Aku berbalik pergi. Begitu aku sampai di pintu belakang menuju dapur, Ricky mengatakan satu-satunya hal yang penting dan dengan keputusasaan yang dalam di suaranya, aku membeku.

    “Aku tak ingin mati sendirian. Kau orang terakhir yang kumiliki.” Dia benar. Ibu dan ayahnya meninggal saat dia di bangku kuliah, dia tak punya saudara, anjing terpercayanya Rukus sudah mati sebulan sebelumnya, yang artinya, aku benar-benar satu-satunya teman yang dia miliki.

    “Kau bisa duduk di sana dan... hanya di sana, agar aku tak sendirian, kemudian pergilah, tak ada seorangpun yang akan tahu.”

    Aku berjalan masuk lagi dan duduk dan melihat ke temanku yang sudah lama menderita, “Lalu apa, Ricky?”

    “Mudah, satu kedipan untuk ya, dua untuk tidak. Dan, untuk jaga-jaga, jika aku buka mulut artinya sungguh luar biasa. Aku tak akan bilang-bilang jika ternyata mengerikan, kau tak perlu tahu hal itu.”

    Aku tak sanggup bicara dan pemikiran bahwa aku akan kehilangan temanku hari itu membuatku kewalahan. Tubuhku gemetar dengan duka mendalam yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Lalu aku memandang Ricky dan melihat dia tersenyum, dia bahagia.

    “Tanyakan pertanyaan ya atau tidak, bicaralah padaku dan tanyalah apa saja. Ini kesempatan langka; ini sesuatu yang harus aku ketahui. Di semua percobaan yang kubaca, katanya aku akan punya maksimal 4 menit setelah pemotongan, jadi tanyakan apa aku merasakan sakit, apa aku melihat cahaya putih atau malaikat atau apa aku melihat rahasia kehidupan dan alam semesta.”

    “Ya ampun, Ricky, pemotongan? Ini gila, kawan.” Ricky menunduk dan mengangguk, lalu melihat padaku lagi, kali ini ada air mata di mata kuningnya yang aneh dan aku tahu aku akan membantu temanku, tak peduli betapa kacaunya hal itu.

    “Aku ingin melakukan ini sebelum rasa sakitnya mulai. Penyakit sialan yang kuderita ini, aku membaca katanya akan sangat menyiksa di akhir nanti. Aku ingin mengalahkannya dengan caraku sendiri, dengan mencurangi kematian.”

    Kami duduk-duduk selama beberapa waktu di garasi aneh itu sebelum Ricky mati. Dia sudah melakukan semua persiapannya, dia sudah merencanakan segalanya, hingga ke mana kepalanya akan mendarat—di tempat tidur Rukus si anjing tua. Rukus, anjing yang pernah menjadi temannya satu-satunya.

    Ricky akan meletakkan kepalanya miring di guillotine seperti saat dia tidur miring di ranjang. Aku akan duduk menatapnya di lantai dan kami akan berkomunikasi.

    “Kau tahu, hidupku menjadi lebih baik karena dirimu. Aku tak pernah memberitahumu itu. Ini memalukan dan aku tak pintar dengan emosi, tapi bertemu denganmu di SMA membuat semua hal kacau menjadi bisa ditoleransi.”

    Mataku penuh dengan air mata yang aku takut akan jatuh, aku tak mau ambil resiko dengan menjawab Ricky. Yang kutahu adalah, aku menyayangi Ricky dan tak akan pernah bisa mengatakannya.

    Sureal adalah rasa ketika aku melihat Ricky berlutut di guillotine, berbaring dan memiringkan kepalanya. Dia mengatur kepalanya perlahan di dasar alat prakaryanya sendiri. Kemudian, sebelum aku sempat berkedip, pisau miring sialan itu melesat turun saat Ricky berkata, “Terima ka—“

    Tapi napas Ricky terputus dan kata terakhirnya terhenti. Dalam satu detik yang janggal, kepala temanku tergeletak di tempat tidur Rukus dan matanya yang terbuka menatap mataku. Bukan mata mati. Mata cokelatku, pada mata kuningnya yang sangat hidup.

    Aku berusaha tidak melihat lehernya, tapi meski tak langsung, aku melihat darah merah di tunggul lehernya dan pusat tulang belakangnya yang putih terpotong. Tanganku gemetar tanpa sengaja saat aku memaksa diriku untuk melihat ke dalam mata Ricky.

    “Ricky, kau bisa mendengarku?” Satu kedipan cepat, untuk 'ya'. Astaga, ini pasti tak nyata.

    “Apakah sakit, seperti apa sakitmu?” aku menyembur. Ricky berkedip dua kali untuk tidak.

    “Bisakah kau melihatku?” Satu kedipan cepat.

    “Apa kau melihat malaikat atau semacamnya?” Dua kedipan.

    “Apakah aneh?” Lagi, dua kedipan untuk tidak. Kemudian dia berhenti dan syukurlah mulutnya terbuka, menampakkan giginya dan bahkan malah terlihat seperti seringai pelawak, aku tahu itu artinya apapun yang dia lihat atau rasakan, itu sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang tak perlu ditakuti.

    “Jadi, kau tidak takut?” Dua kedipan dan lagi, mulutnya terbuka. Sungguh melegakan.

    Tiba-tiba, aku kehabisan pertanyaan, tapi kami masih berkomunikasi. Ricky menatap mataku dan rasanya menenangkan, terasa aman—jika itu masuk akal. Kemudian mata Ricky tertutup dan aku khawatir jika itulah saatnya, bahwa dia pergi demi kebaikan. Aku harus memikirkan sesuatu, jadi aku berkata cepat: “Ricky apa kau melihat hal-hal sekarang, seperti rahasia alam semesta atau kehidupan atau apa saja?”

    Matanya terbuka lebih pelan kali ini dan dia berkedip sekali dan aku bersumpah mulutnya bergerak seakan dia sedang berusaha untuk bicara, aku ketakutan mengetahui bicara bukanlah hal yang bisa dia lakukan, tidak tanpa paru-parunya, jadi aku bergegas ke pertanyaanku selanjutnya, “Apakah mengerikan? Apakah mati adalah hal mengerikan?”

    Lagi, matanya membuka lebih pelan dan dia mengedip dua kali untuk tidak.

    “Apakah ada yang lain, orang lain di sekitarmu? Apa mereka orang baik?”

    Dia mengedip sekali untuk ya, tapi aku tak bisa bertanya siapa mereka, meski dia tahu orang-orang disekitarnya.

    Akhirnya, aku tak punya pertanyaan lagi, karena pada saat itu, tak ada lagi pertanyaan yang penting.

    Setelah itu, aku dan Ricky tetap bertatapan dan waktu tampaknya menyertai kami. Hingga tiba-tiba matanya melebar dan dia memandang melampauiku, dan aku melihatnya tersenyum. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang bisa dia lihat dan aku tak bisa lihat, apapun itu, yang jelas adalah hal baik. Tapi kemudian, Ricky melakukan sesuatu yang tak ada dalam rencana, dia berkedip empat kali dengan cepat sebelum dia pergi demi kebaikan. Dan begitulah Ricky meninggal.

    “Ricky? Empat? Apa arti kedipanmu! Ricky!” Aku jelas menghitungnya empat kali dan sial, dia tak pernah mengatakan apa-apa soal empat. Aku kebingungan, aku syok dan lebih besar lagi, hatiku sedih karena kehilangan temanku.

    Aku pasti duduk di sana memandanginya untuk waktu yang lama, karena saat aku bangkit untuk pergi, di luar sudah gelap. Saat aku menghidupkan lampu dapur aku melihat map di meja dengan sebuah nama tertulis.

    Di dalamnya adalah surat wasiat dan catatan Ricky. ‘Menjengkelkan aku tak pernah bisa memberitahumu betapa berartinya persahabatanmu bagiku. Terima kasih mau berteman dengan si aneh. Kau teman terbaikku. Itu arti empat kedipan, aku menyayangimu, kau teman terbaikku.’

    Ricky meninggalkan segalanya untukku, rumah, yang aku tinggali sekarang dan empat ribu dollar tunai. Setelah membayar kremasi, aku mengirim separuh uangnya ke fasilitas anak-anak terlantar setempat, separuhnya lagi untuk tempat perlindungan hewan untuk mengenang Rukus. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk pria yang hidupnya telah dipenuhi dengan kesedihan, dan aku tahu, Ricky pasti akan menyukainya.

    Saturday, November 18, 2017

    Don't Eat The School Meal


    Semua orang di sekolah menikmati makanan yang disajikan oleh kantin, dan memang kubilang semua orang. Ketika kantin menyajikan kentang goreng, taco, burger, dan makanan penuh lemak lainnya, bahkan anak-anak penderita kelainan kebiasaan makan pun ikut memakannya.
    Secara pribadi, aku tidak  mempermasalahkan makanan di sini. Aku akan melahap nacho dari sekolah dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Nacho di sini sangat lezat, dan saat saus keju dengan potongan kecil keju padat, benar-benar tampak sedap. Jika sesuatu terlewatkan.

    Tetapi, aku tidak makan siang jika menunya daging giling atau taco.

    Tidak, bukan berarti aku benci taco atau daging. Aku karnivora sepenuh hati, aku cinta daging. Tapi, aku tidak percaya pada olahan daging yang sekolah sajikan. Dari penampilannya terlihat tidak beres dan aromanya berbeda. Lebih seperti bau sesuatu yang membusuk. Aku benci aromanya karena tercium sepeti bau bangkai di jalan. Baunya tidak mengenai hidung dengan benar. Itu tersembunyi di balik tambahan bau garam dan merica dan bahan lainnya dengan aroma yang pekat.

    Rasanya juga tidak biasa. Dagingnya penuh dengan bagian keras yang terasa seperti susu, dan susah untuk di kunyah. Bagian keras ini sedikit mirip dengan tulang, tapi seperti digoreng. Saat kucoba mengunyah dagingnya, rasanya tidak sepenuhnya segar atau semacamnya. Ada sedikit rasa seperti logam. Aku memuntahkannya langsung setelah mencobanya dan aku tidak akan pernah lupa rasanya. Itu meninggalkan perasaan pahit dalam perutku. Aku berakhir sakit selama jam-jam setelahnya. Tak ada yang sadar akan rasa dan baunya kecuali aku. Aku bertanya pada orang-orang apakah mereka merasakan rasa atau bau yang aneh dari makanannya, tapi setiap orang mengabaikannya seakan itu tidak penting. Yah, itu bukan tidak penting. Itu bukan sekedar hal aneh yang kusadari cuma karena keberuntungan murni. Para guru bertingkah aneh ketika daging atau taco disajikan dalam menu, hampir seperti tampak lebih bahagia. Lebih santai. Kalian mungkin berpikir kalau mereka mungkin hanya karena mereka suka taco, tapi bukan cuma karena itu. Kau tak bisa berkata padaku kalau daging dari sekolah itu tidak apa-apa. Kau tidak bisa langsung menolak dan mengabaikan semua petunjuk ini. Sesuatu yang buruk terjadi ketika mereka mengolah daging di sekolah.

    Aku tidak mengira mungkin kalian menyadari hal ini tapi murid-murid yang sedang dalam hukuman mulai tidak masuk sekolah setelahnya. Murid-murid mulai hilang selama mereka sedang dihukum sendirian, tapi tak ada satupun yang menyadari kalau mereka menghilang karena mereka pembuat onar, tukang jahil, orang-orang yang tidak bisa diatur. Orang tua mereka sadar kalau anak mereka hilang ketika mereka tidak pulang setelah sekolah dan menghabiskan waktu mereka, lalu polisi dipanggil dan poster orang hilang mulai ditempel di tiang telepon. Mereka tidak pernah ditemukan, hidup atau mati, dan mereka tidak pernah terlihat lagi. Para guru ditanyai dan mereka berbohong. Mereka bohong kalau mereka tidak ingat anak-anak itu pernah menjalani hukuman hari itu. Polisi menutup kasusnya setelah tidak ada perkembangan dan mereka pergi. Begitu juga dengan sekolah.

    Jadi, apa kalian pernah berpikir apa yang ada dalam daging itu, dan apa yang terjadi pada anak-anak yang hilang, yang tubuhnya tidak pernah ditemukan?

    Friday, November 17, 2017

    Tanah

    "Well, halo pria kecil." Aku berlutut di sisinya. "Namaku Suzie. Kalau namamu?"
    "Aku Aiden!" Klaimnya bangga.
    "Nama yang bagus, Aiden. Maukah kamu main denganku?"
    "Ok."
    "Aku tahu permainan asik. Tapi kamu gak boleh bilang siapa-siapa, ini rahasia. Kamu bisa jaga rahasia?"
    "Ya!"
    "Oke, sekarang ikut aku dan akan kuajak kamu ke tempatnya. Aku yang setir mobilnya."
    Kutuntun si anak ke mobilku, dan ia mengikat dirinya sendiri di kursi belakang. Dengan semangat mahluk itu bertanya selagi aku menyetir.
    "Kemana kita pergi?"
    "Ke hutan. Kita akan main bersama anak-anak lain di sana."
    "Apa nama permainannya?"
    "Tanah."
    ...
    Kuhentikan mobil di sebuah setapak tanah tua, di hadapan jalan yang terlalu sempit untuk dilalui mobil.
    "Kita harus jalan dari dini, mobilnya gak muat melewati pepohonan. Tak jauh, kok."
    Mahluk itu berjalan melompat di sampingku sepanjang sisa perjalanan.
    Kemudian kami sampai di lokasi, tanah luas tanpa rumput dikelilingi pepohonan lebat. Tak jauh dari salah satu di antara barisan pepohonan yang menjulang menghalangi langit, terpampang sebuah lubang dangkal, hanya sedalam dua kaki, di sebelahnya ada setumpuk tanah yang seharusnya mengisi lubang itu.
    "Di sini. Kita bisa main sekarang."
    "Bagaimana mainnya?"
    "Kamu sembunyi di lubang itu dan menghitung sampai sepuluh. Nanti anak yang lain akan bergabung denganmu."
    Mahluk itu dengan tegang turun ke lubang, memastikan agar tidak jatuh. Ia menutupi matanya dan mulai menghitung.
    "Satu. Dua. Tiga..."
    Kumelangkah mendekati lubang, meletakkan tanganku di atas kepalanyadan mulai mendorongnya jatuh. Ia terjerembab seraya menjerit, menggores dirinya sendiri pada permukaan lemah padat. Kutekan tanganku di atas dadanya, menguncinya. Ia berteriak, tapi kami terlalu jauh untuk bisa terdengar siapapun. Semakin kutekan dia ke tanah saat ia menggelinjang, melawan, tapi semua usahanya tak berguna.
    Kuraih sekop kecil dengan tanganku yang bebas, menumpukan beratku pada tubuhnya. Kugunakan sekop untuk mengembalikan tumpukan tanah ke lubangnya. Pertama-tama kututup kakinya dulu, untuk membuatnya tak sanggup melarikan diri. Kupadatkan tanahnya dengan sekop, memastikan semua tertutupi dengan sempurna. Dan ini sempurna. Bagus. Kau tak akan menginginkan lubang yang terlalu dangkal, atau tanahnya tidak akan cukup berat untuk menahan anak itu di dalam. Terlalu dalam, dan lenganmu tak akan sanggup meraih tanah untuk mengubur si anak. Cuma sedalam dua kaki akan sempurna.
    Aku mulai bekerja di sekitaran lubang juga, mengubur dadanya terakhir ali agar aku bisa melepas tanganku. Aku berdendang seraya menyerok
    tanah ke dalam lubang. Setelah beberapa menit bekerja, teriakannya
    mulai teredam ketika wajahnya tertutup tanah. Tak lama kemudian
    suasana jadi benar-benar hening.
    Lengannya masih terangkat di permukaan, melambai-lambai kasar, tapi
    tidak bebas. Meski tidak sepenuhnya tertutup, mahluk itu tak akan bisa
    melepaskan diri. Tanah jauh lebih berat dari kelihatannya. Aku bangkit
    dan menggunakan sekop yang lrbih besar untuk mengisi celah yang
    tersisa. Dada si anak telah tertutup sempurna, kemudian lengan yang
    menyembul itu menjadi semakin pendek. Sedikit demi sedikit ia
    tertutupi, dan sedikit demi sedikit lubang terisi. Kugunakan sekop
    untuk memukul permukaannya, memastikan tanahnya padat. Memang padat.
    Bagus. Tak ada yang lebih melegakan selain mengetahui pekerjaanmu
    selesai.
    Mereka biasanya tak akan bertahan lama di dalam tanah, jadi dia pasti
    sudah kesulitan di bawah sana. Kukumpulkan peralatanku, dan mulai
    kembali ke mobil, melewati lubang-lubang yang tertutup rapi di tanah.

    Thursday, October 19, 2017

    Masked Girl

    Dont Forget to Share, Like & Comment.
    Masked Girl
    Masked Girl


    Ada seorang gadis kecil bernama Holly yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang keenam. Pada suatu malam Halloween, orang tuanya memutuskan untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka dengan makan malam di restauran. Karena saat itu Halloween, mereka kesulitan menemukan seorang pengasuh untuk menjaga putri mereka. Akhirnya, mereka menelepon seorang remaja bernama Jessica yang tinggal di ujung jalan. Lalu, mereka bertanya apakah ia bisa mengasuh anak mereka.

    Saat Jessica tiba, orang tua Holly memberinya nomor telepon genggam mereka, lalu memberitahunya untuk menghubungi mereka jika ada keadaan darurat. Setelah mereka pergi, si pengasuh memberi makan malam untuk Holly. Kemudian, ia duduk di sofa untuk menonton televisi.

    Saat Holly selesai makan, ia bertanya, "Bolehkah aku makan makanan penutup?"



    "Oke," balas Jessica. "Apa yang kau sukai?"



    "Es krim!" kata Holly sambil tersenyum lebar.



    Si pengasuh bangun untuk mencari es krim di kulkas.



    "Aku tidak bisa menemukan es krim di sini,",kata Jessica.



    "Itu ada di mesin pendingin di lantai bawah tanah," kata Holly.



    Jessica membuka pintu lantai bawah tanah, lalu memencet saklar untuk menghidupkan lampu. Tapi, lampu tidak mau menyala. Ia berjalan menuruni anak tangga yang berkeriat-keriut sampai ke ruang bawah tanah. Ia akhirnya menemukan mesin pendingin, kemudian mengangkat penutupnya. Saat ia mengeluarkan sekotak es krim vanila, mendadak ia melihat keluar jendela. Dalam kegelapan, ia melihat seorang gadis cilik dengan rambut pirang yang panjang sedang berdiri di luar.



    Gadis itu memakai kaos berwarna merah. Ia berdiri memunggungi jendela. Jessica tidak bisa melihat wajahnya, tapi ia melihat bahwa gadis itu memakai sesuatu berwarna hitam di kepalanya. Si pengasuh tidak terlalu menaruh perhatian. Saat itu malam Halloween, ada banyak anak-anak kecil yang berkeliling di sekitar sana.



    Jessica berbalik naik ke lantai atas, lalu memasukkan beberapa sendok es krim ke dalam mangkuk. Ia menaruhnya di depan Holly. Gadis kecil itu malah menatapnya.



    "Bisakah aku minta sirup cokelat?" tanya Holly.



    "Baiklah. Dimana sirup cokelatnya?" tanya Jessica.



    "Di lantai bawah tanah," balas Holly.



    Jessica patuh. Ia kembali berjalan ke lantai bawah tanah yang gelap. Saat ia sedang mencari sirup cokelat, ia menatap ke luar jendela lagi. Si gadis kecil masih berdiri di luar, tapi kali ini ia menatap jendela. Jessica melihat jika jika ia memakai sebuah topeng yang aneh. Topengnya hitam dengan garis berwarna merah. Mulutnya tertutup gambar gigi putih yang besar dan tajam. Hal itu membuat Jessica ketakutan.



    Si pengasuh telah mendapatkan sirup cokelat, sehingga ia berjalan kembali menaiki tangga. Di dapur, ia menuangkan sirup cokelat di atas es krim Holly.



    "Makasih," kata Holly. "Biasakah kau menaburkan permen di atasnya juga?"



    Jessica mengeluh. "Biar kutebak... permennya di lantai bawah tanah?"



    "Ya," kata Holly sambil terkikik.



    Si pengasuh kembali menuruni tangga ke lantai bawah tanah yang gelap. Saat ia menyusuri lemari kaca, ia melihat keluar jendela. Gadis kecil yang memakai topeng sedang berdiri di luar. Kali ini, si gadis kecil memegang sebuah pisau besar di tangannya.



    Jessica mulai merasa sangat tidak nyaman. Ia mencoba berpikir rasional. Mungkin, itu hanyalah bagian dari kostum si gadis kecil. Namun demikian, hal itu terlihat aneh karena ada orang tua yang mengizinkan anaknya berkeliling dengan menggenggam pisau. Merasa ngeri, Jessica segera naik ke lantai atas setelah menemukan permen. Ia melompati dua anak tangga sekaligus, ingin sekali keluar dari ruang bawah tanah.



    "Terima kasih!" pekik Holly gembira saat si pengasuh menaruh butiran permen di atas es krimnya. "Sekarang aku cuma butuh cherry..."



    Jessica menatap Holly dengan jengkel. "Apakah kau yakin cuma butuh itu? Ini terakhir kalinya aku turun ke ruang bawah tanah."



    "Aku janji," seringai Holly.



    Si pengasuh melangkah perlahan-lahan ke lantai bawah tanah yang gelap. Ia membuka lemari kaca untuk mencari cherry. Ia melihat keluar jendela, lalu memperhatikan bahwa tidak ada tanda-tanda dari gadis bertopeng yang menakutkan. Jessica bernapas lega. Ia senang gadis itu telah pergi. Segala situasi tadi mulai membuatnya ketakutan. Ia mengambil segenggam cherry, lalu menaiki tangga untuk terakhir kalinya.



    Saat ia memasuki dapur, ia disapa oleh pemandangan yang mengerikan. Holly menunduk di atas mangkuk es krimnya. Genangan darah menyebar di sekitar tubuhnya. Tenggorokannya yang kecil terbuka.



    Jessica menjerit. Cherry yang digenggamnya berjatuhan di lantai. Ia lari ke kamar mandi, lalu mengunci pintu di belakangnya sebelum menghubungi 911. Ia duduk di lantai, air mata mengalir di pipinya. Ia putus asa menunggu kedatangan polisi.



    Setelah kira-kira satu jam, Jessica mendengar suara sirine di luar. Lalu, pintu depan didobrak. Terdengar suara seorang polisi memanggilnya. Ia cepat-cepat membuka pintu kamar mandi. Polisi mencari ke seluruh rumah, tapi tidak ada jejak dari penyusup.



    Beberapa menit kemudian, ayah dan ibu Holly datang. Mereka terkejut melihat mayat anak perempuan mereka diusung ke dalam mobil jenazah. Si ayah terduduk di tangga luar, tangannya menutupi kepalanya. Ibunya yang histeris menghampiri Jessica. Matanya merah karena menangis.



    "Apa yang terjadi?" tanya si ibu.



    "Ya Tuhan... Saya minta maaf," kata si pengasuh. Ia gemetar karena emosi. "Saya sedang turun ke lantai bawah tanah. Saya melihat keluar jendela. Ada seorang gadis yang memakai topeng. Ia memiliki pisau. Ia hanya berdiri di luar jendela ruang bawah tanah. Ia pasti yang membunuh Holly!"



    "Tapi Jessica, itu tidak mungkin," kata ibu Holly. "Tidak ada jendela di ruang bawah tanah. Hanya sebuah cermin."

    Wheelchairs

    Dont Forget to Share, Like & Comment.
    Wheelchairs
    Wheelchairs

    Pada tahun 1984, ada seorang wanita tua yang tinggal sendirian di sebuah mansion berlantai dua. Si wanita lumpuh dari pinggang ke bawah, sehingga ia terpaksa memakai kursi roda. Ia benar-benar tidak bisa bergerak. Ia juga tidak bisa merawat dirinya sendiri. Sejak kematian suaminya, ia memiliki seorang perawat yang mengunjunginya setiap hari untuk membantunya beraktivitas.

    Ada sesuatu yang membuatnya tambah kesulitan, yaitu kenyataan bahwa dua lantai di mansionnya hanya dihubungkan oleh sebuah tangga tua. Saat si wanita tua butuh pindah dari lantai satu ke lantai lainnya, si perawat harus mengangkatnya lalu membawa tubuhnya yang lemah seperti bayi, baik naik maupun turun tangga.

    Suatu hari, polisi menerima panggilan dari seorang janda tua yang ketakutan. Ada sebuah pembunuhan. Karena saat itu tidak ada banyak unit polisi sedangkan pembunuhan telah terjadi, maka mereka hanya mengirim seorang detektif untuk memberikan laporan awal di tempat kejadian perkara.

    Saat detektif tiba, ia menemukan si perawat terbaring di lantai dalam genangan darah. Lengan dan kakinya miring dalam posisi aneh. Tenggorokannya juga telah sobek. Si wanita tua duduk di kursi rodanya di atas tangga sambil menonton si detektif. Ia diam saja, terlihat sangat terkejut. Si detektif tidak segera mencurigai wanita tua karena ketidakmampuannya bergerak menaiki dan menuruni tangga. Juga karena ia terjebak di atas sana pada saat pembunuhan terjadi. Hal itu mirip dengan kematian suaminya beberapa tahun yang lalu. Laki-laki itu mati lemas dalam tidurnya saat berada di lantai bawah.

    Si detektif memakai sarung tangan, lalu mengambil foto korban. Ia juga mengumpulkan bukti-bukti yang ada, kemudian menutup mayat si perawat sampai petugas koroner datang. Ia mencari ke setiap ruangan di lantai bawah untuk mencari petunjuk. Lalu, ia bertanya pada si wanita tua apakah ia boleh melihat ke lantai atas. Wanita tua itu bersikeras bahwa ia berada di lantai atas sepanjang waktu. Tapi si detektif tetap menaiki tangga sementara si wanita tua di atas kursi roda bergeser dengan ragu-ragu.

    Dekat tangga, ada sebuah koridor sempit dengan tiga pintu yang tertutup. Si detektif memeriksa belakang setiap pintu, hanya ada ruangan kosong. Tidak ada apa pun. Di kamar mandi juga tidak ada apa-apa. Ia mulai gelisah saat melangkahkan kakinya secara perlahan-lahan ke kamar terakhir dimana si wanita tua biasa tidur. Ia membuka pintunya, segalanya tampak normal. Ada ranjang, lemari, dan meja tidur dengan lampu. Ia memeriksa setiap dinding dengan ketakutan. Bukan karena apa yang ia temukan, tapi apa yang tidak ia temukan yang membuatnya membeku di tempat. Ia pelan-pelan meraih pistol. Itu merupakan detail kecil yang mereka cari saat melakukan investigasi terhadap kasus kematian sang suami.
    Tidak ada telepon di lantai atas.
    Si detektif menarik keluar pistol dari sarungnya. Ia berlari terburu-buru ke arah koridor. Saat ia sampai di puncak tangga, ia hanya menemukan kursi roda yang kosong.
    ***

    Cotard's Syndrome

    Dont Forget to Share, Like & Comment.
    Cotard's Syndrome
    Cotard's Syndrome

    Hari dimana aku melakukan bunuh diri adalah hari pertemuanku dengan cinta. Tentu saja dia tak dapat melihatku, namun aku sungguh terpesona akan caranya berjalan, caranya menyentuh orang lain, dan caranya meraba barang-barang di sekitarnya-seolah ia sangat menghargai hidup ini. Ia memiliki segala hal yang selalu kudambakan.

    Jadi kuputuskan untuk menghantui rumahnya. Aku mengamatinya saat tidur. Namun, tentu saja aku tak dapat menyentuh raganya, ia sendiri juga tak menyadari kehadiranku. Kadang kala kutinggalkan hadiah-hadiah kecil untuknya, seperti sebatang coklat dan lain lain. Berusaha meyakinkan ia bahwa ada seseorang yang sangat menyayanginya.

    Cintaku padanya begitu kuat bahkan sesekali ia dapat merasakannya. Kemarin pun ia memanggil-manggil, berseru apakah ada seseorang di rumahnya. Itu membuat hatiku tersentuh. Aku tahu kelak nanti saat kematian datang menjemputnya, kami akan bersatu. Dan dia akhirnya dapat memandang sosokku, menatap lekat mataku yang berkaca-kaca seraya berkata bahwa ia juga mencintaiku.

    Hari ini sungguh berat untukku. Dia pasti sudah menelepon seseorang. Aku rasa mereka adalah semacam dukun atau cenayang. Mereka berpakaian serba biru. Dan mereka berusaha memisahkan aku darinya. Dengan kasar, mereka menyeretku keluar dari rumahnya, rumah KAMI. Dan memasukanku ke sebuah ruangan putih lalu memberondongiku dengan berbagai macam pertanyaan. Aku yakin bahwa tempat ini adalah alam akhirat, di mana seharusnya aku berada dan bukannya bergentayangan di alam orang hidup. Mereka semua berpakaian putih. Mereka terus mencercaku dengan kebohongan.
    Mereka terus berkata bahwa aku belum mati. Teganya lagi, mereka menuduhku masuk dan tinggal tanpa ijin di rumah seorang pria buta. Mereka menganggap aku gila. Tapi aku tahu mereka yang berdusta.
    Sekarang aku dalam perjalanan ke dunia manusia, aku bahkan harus menyakiti seorang malaikat berbaju putih untuk merampas kuncinya. Aku akan menemui cinta sejatiku, dan akan kubawa dia bersamaku menuju alam kematian.

    Three Wishes

    Dont Forget to Share, Like & Comment.

    Seorang laki-laki tua sedang duduk sendirian di sebuah jalan setapak yang gelap. Ia tidak yakin akan pergi ke arah mana. Ia lupa mau pergi kemana. Ia juga tidak ingat siapa sebenarnya dirinya.

    Ia duduk selama beberapa menit untuk mengistirahatkan kakinya. Tiba-tiba, ia melihat seorang wanita tua di depannya. Kulit wanita itu mengkerut dengan warna keabu-abuan. Hidungnya bengkok. Kutil menutupi janggutnya.

    Wanita tua tersebut menyeringai menampakkan gigi-giginya.

    Ia berkata, "Sekarang adalah permintaan ketigamu. Apa itu?"

    "Permintaan ketiga?" tanya laki-laki tua dengan heran. "Bagaimana bisa tiga permintaan kalau kau belum mengabulkan permintaan pertama dan kedua?"

    "Kau punya dua permintaan sebelumnya," kata si wanita tua. "Tapi permintaan keduamu untukku adalah mengembalikan semuanya sebelum kau membuat permintaan pertamamu. Itulah mengapa kau tidak ingat apa pun, karena semuanya ini terjadi sebelum kau membuat permintaan." Ia berkata pada si laki-laki malang, "Jadi, sekarang hanya tinggal satu permintaan."

    "Baiklah," kata laki-laki tersebut dengan ragu-ragu. "Aku tidak percaya ini, tapi aku kesulitan. Kuharap aku bisa tahu siapa diriku sebenarnya."

    "Lucunya," kata si wanita tua sambil mengabulkan permintaan si laki-laki. "Itu adalah permintaan pertamamu..."

    Wish - Permintaan

    Dont Forget to Share, Like & Comment.

    Ada seorang gadis bernama Veruca Snott yang memiliki sikap yang sangat buruk. Ia selalu menyebabkan masalah, sehingga orang tuanya tidak bisa mengendalikannya. Di sekolah, ia membully anak-anak yang lain, bahkan ia juga memukul mereka. Ia tidak memiliki teman karena seluruh anak yang ada di kelas membencinya.

    Pada suatu pagi, Veruca sedang berjalan ke sekolah saat seorang laki-laki asing melangkah keluar dari semak-semak dan menghadangnya. Laki-laki itu berpakaian serba hitam dari kepala sampai ujung kaki. Matanya bersinar dengan cahaya yang menakutkan.

    "Siapa kau?" tanya Veruca.

    "Well, aku punya banyak nama," jawab laki-laki itu sambil tersenyum licik. "Beberapa orang memanggilku Beelzebub. Yang lainnya lagi mengenalku sebagai Belial, Old Nick, atau Lucifer. Kau mungkin mengenalku sebagai Setan." 1

    "O, ya?" cemooh Veruca. "Buktikan."

    "Baiklah," kata iblis tersebut. "Aku akan memberimu tiga permintaan yang harus kau bayar dengan jiwamu."

    Veruca berpikir keras selama semenit, kemudian ia mengangkat bahunya dan berkata, "Oke, aku setuju."

    "Apa permintaan pertamamu?" tanya si iblis.

    "Well... Aku pernah membaca cerita seperti ini sebelumnya," kata Veruca. "Saat orang memberimu permintaan, mereka biasanya berakhir dengan konyol, tapi aku terlalu cerdas. Jadi, permintaan pertamaku adalah aku meminta permintaan yang tak terbatas."

    Si iblis menaikkan alisnya. "Sangat pintar," katanya. "Permintaanmu kukabulkan."

    "Aku tahu," balas Veruca dengan seringaian di pipinya.

    "Apa permintaan keduamu?" tanya si iblis.

    "Umm... Permintaan keduaku, aku ingin menjadi milyuner," katanya. "Maksudku seorang milyuner dolar Amerika, jadi jangan menipuku dengan mata uang lain yang aneh-aneh."

    Si iblis tersenyum angkuh. "Permintaanmu kukabulkan."

    Veruca membuka tas sekolahnya. Ia menemukan tasnya penuh dengan bundelan uang.

    "Bagus! teriaknya. "Oke, permintaan selanjutnya, aku ingin menjadi gadis populer di sekolah."

    "Permintaanmu kukabulkan," kata si iblis.

    Setelah itu, Veruca mendengar bel sekolah berbunyi di kejauhan.

    "Oh tidak!" teriak Veruca. "Lihat apa yang telah kau lakukan. Kau membuatku terlambat sekolah. Sekarang, guru pasti akan memberiku hukuman! Oh, kuharap aku mati!"

    Kemudian, tiba-tiba, Veruca mati.

    Tuesday, October 17, 2017

    Wet Pants

    Beberapa tahun yang lalu, aku menjadi seorang pemandu kemah. Setiap perayaan Halloween, kami akan memandu kelompok-kelompok anak kecil untuk piknik di dekat Danau Arrowhead. Setelah kami selesai memasang tenda, kami selalu membuat api unggun di pinggir danau. Kami lalu duduk melingkar sambil berbagi cerita seram.

    Anak-anak itu terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berumur antara 12 sampai 14 tahun. Aku tidak bisa membayangkan mimpi buruk yang membawaku pada seorang anak laki-laki yang istimewa.

    Salah satu anak mulai menceritakan sebuah cerita seram tentang pembunuh gila yang membawa pisau besar sambil berkeliling untuk mengintai orang-orang yang berkemah. Saat ia menceritakan cerita menyeramkan tersebut, semua orang saling duduk berdempetan. Satu per satu seluruh tokoh dalam ceritanya menjadi korban si orang gila dengan pisau besar tersebut.

    Saat cerita sampai pada bagian yang paling menyeramkan, anak lelaki yang menceritakan cerita itu mendadak berteriak dengan keras. Keheningan pecah ketika semua orang ikut menjerit. Kemudian, si anak lelaki menyadari bahwa semua orang berhasil ia bodohi. Akhirnya, semuanya tertawa.

    Namun demikian, salah satu anak lelaki mendadak melompat dari tempat duduknya. Ia mulai berlari ke arah kegelapan. Karena aku seorang pemandu, maka aku harus mengejarnya. Aku berteriak padanya saat ia berlari kencang ke arah danau. Kupikir ia akan berhenti di pinggir air, tapi ternyata tidak.

    Aku melihat ia menceburkan diri ke dalam danau.

    Aku hanya bisa berteriak, "Hentikan!"

    Dalam kegelapan, aku cepat-cepat berlari ke arah dimana ia menceburkan diri. Anak-anak yang lain melihat dengan terkejut saat aku menyelam untuk menyelamatkannya. Air danau hanya setinggi empat kaki, tapi saat itu merupakan musim dingin. Aku menyambar kerahnya, lalu menariknya dari dalam air.

    Ia basah kuyup dari kepala sampai ujung kaki. Seseorang membawakan selimut, lalu menyelimuti sekujur tubuhnya. Kemudian, kami berjalan kembali ke perkemahan. Saat ia telah duduk, aku ikut duduk di sebelahnya agar bisa berbicara padanya. Aku ingin tahu mengapa ia sangat ketakutan oleh cerita itu.

    Ia berkata bahwa ia tidak ketakutan oleh cerita tersebut. Tapi, si tukang cerita yang mendadak berteriak membuatnya kehilangan kendali. Ia tidak sengaja pipis di celana. Ia tidak ingin merasa malu di depan semua orang. Berpikir cepat, ia lari lalu menceburkan dirinya ke dalam danau untuk menyembunyikan celananya yang basah.
    ***

    Bestfriend Forever (BFF)

    Bestfriend Forever (BFF)


    Ada dua orang gadis berumur 15 tahun yang bernama Alice dan Sarah. Mereka merupakan sahabat sejak kecil. Mereka tinggal di lingkungan yang sama, bersekolah di sekolah yang sama, dan menghadiri kelas yang sama. Tidak lama, mereka menjadi tidak terpisahkan. Namun demikian, mereka memiliki sifat yang sangat berbeda satu sama lain. Alice merupakan gadis yang ceria dan supel, sementara Sarah sangat pemalu dan pendiam.

    Pada suatu hari, Sarah dan Alice sedang mengobrol tentang persahabatan.

    "Apakah menurutmu kita akan bersahabat selamanya? tanya Alice.

    "Kupikir begitu," balas Sarah. "Mengapa tidak?"

    "Entahlah," kata Alice. "Kadang-kadang saat seseorang semakin tua, mereka akan berpisah."

    "Aku punya ide!" kata Sarah. "Ayo lakukan sumpah darah!"

    "Lakukan apa?" tanya Alice terkejut.

    "Sumpah darah," kata Sarah. "Dengarkan, kita berdua harus bersumpah bahwa kita akan menjadi sahabat selamanya. Jika kita berpisah, kita berdua bersumpah bahwa kita akan bersama selamanya."

    "Itu konyol, Sarah," kata Alice. "Kita tidak berpisah. Kita selalu bersama-sama."

    Tapi Sarah terus menerus mendesak Alice. Dengan campuran rasa penasaran dan tidak percaya, Alice akhirnya setuju dengan tawaran Sarah.

    Sarah mencari dua buah jarum, lalu menyerahkan salah satunya pada Alice. Gadis-gadis itu mengambil selembar kertas dan menulis "Sahabat Selamanya", kemudian mereka menandatangani kertas tersebut dengan nama mereka. Mereka menghidupkan lilin, lalu memanaskan ujung jarum di atas api. Gadis-gadis itu lalu menusukkan ujung lilin pada jari mereka. Mereka berdua lalu meneteskan darah di samping nama masing-masing. Sumpah darah mereka sekarang telah selesai.

    Tahun berlalu, gadis-gadis itu tumbuh dewasa dan lulus dari sekolah. Alice pergi kuliah ke kota lain, sementara Sarah tetap tinggal di kota asal mereka. Ia bekerja di sebuah toko. Kedua gadis tersebut memiliki pacar yang mencintai mereka. Gadis-gadis tersebut tetap berhubungan baik lewat telepon. Mereka saling menelepon satu sama lain setidaknya seminggu sekali.

    Saat Alice telah menyelesaikan kuliahnya di jurusan hukum, ia mendapat pekerjaan dan memutuskan unntuk menikah. Pasangan itu membeli sebuah rumah. Beberapa tahun kemudian, mereka memiliki seorang bayi laki-laki yang tampan. Alice sangat sibuk dengan keluarganya sehingga ia jarang memiliki waktu untuk menelepon Sarah. Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama, panggilan telepon itu benar-benar berhenti. Kedua sahabat tersebut kehilangan kontak satu sama lain. Meskipun Alice kadangkala masih memikirkan sahabatnya sejak kecil, tapi ia tidak pernah sempat mengambil telepon untuk menghubungi sahabatnya. Pada akhirnya, kehidupan menggiring kedua wanita itu ke jalan yang berbeda. Mereka tidak pernah bertemu satu sama lain sejak lulus dari sekolah.

    Pada suatu malam, Alice memimpikan sesuatu yang buruk. Ia sedang mengemudi melewati jalan yang tidak berujung ketika mendadak sebuah truk di depan mobilnya mulai berbelok ke arahnya. Truk tersebut selip, kemudian bertabrakan dengan mobilnya.

    Ia bangun dengan penuh keringat. Baru saja ia mencoba menenangkan dirinya sendiri, ia mendengar bel di pintu depan berbunyi. Ia menatap jam di sebelah tempat tidurnya, menyadari bahwa saat ini telah pukul tiga pagi. Suaminya masih tertidur nyenyak di sampingnya.

    Pada saat itu, bel pintu kembali berbunyi. Penasaran siapa yang datang berkunjung pada tengah malam, Alice bangun. Ia merapikan piyama tidurnya dan turun ke lantai bawah.

    Saat ia membuka pintu depan, ia terkejut melihat seorang wanita sedang berdiri di beranda. Wanita itu sangat pucat dan sangat kurus. Ia memiliki luka berdarah yang sangat besar di dahinya. Walaupun wanita itu telah berubah total, Alice bisa mengenalinya dengan cepat. Itu adalah sahabat lamanya, Sarah.

    "Ya Tuhan, Sarah! Apa yang terjadi?" teriak Alice.

    Sarah hanya menatap padanya.

    "Masuklah, di luar hujan," kata Alice. "Apakah kau terluka?"

    Sarah tidak bergerak dari tempatnya berdiri.

    "Ada apa, Sarah?" tanya Sarah.

    "Lama tidak jumpa, Alice!" desis Sarah. "Aku datang untuk memenuhi janjiku. Aku datang untuk memberitahumu bahwa aku telah mati."

    Alice kehilangan kata-kata. Sarah mengangkat tangannya, lalu menunjuk Alice dengan jari telunjuknya. Jarinya meneteskan darah.

    "Hidup telah memisahkan kita," lanjut Sarah. "Tapi kita akan bersama sampai mati. Aku akan menunggu..."

    Alice pingsan dan tak sadarkan diri.

    Pagi harinya saat Alice bangun, ia menemukan dirinya berbaring di tempat tidur di samping suaminya. Ia menggosok-gosok matanya dan penasaran apakah kejadian tadi malam hanyalah sebuah mimpi buruk.

    Saat sarapan, ia menghidupkan televisi. Apa yang ia lihat membuatnya sangat ketakutan. Penyiar warta berita lokal mengatakan bahwa malam sebelumnya pada pukul tiga pagi, ada sebuah kecelakaan tragis. Sebuah truk bertabrakan dengan mobil hingga jatuh korban jiwa.

    Pengemudi mobil itu seorang wanita yang bernama Sarah.

    Sejak kejadian itu, hidup Alice menjadi seperti neraka. Ia makan sambil melamun, lupa menjemput anak-anaknya dari sekolah. Saat ia pergi bekerja, ia tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya.

    Setiap malam, ia mengalami mimpi buruk yang sama. Ia akan bangun karena mendengar suara bel pintu depan. Ia akan menemukan Sarah berdiri di sana dengan telunjuk penuh darah yang diarahkan kepadanya. Setiap waktu, ia akan mengatakan hal yang sama, "Aku akan menunggu..."

    Setiap pagi, Alice bangun dengan keringat dingin. Ia melihat ke bawah, lalu sprei akan penuh dengan darah. Ia merasakan sakit yang luar biasa di jari telunjuknya. Saat ia melihat jari tersebut, telunjuknya akan penuh dengan darah.

    Suami Alice tidak mengerti apa yang telah terjadi. Ia membawa istrinya ke dokter dan psikiater, tapi tidak ada yang bisa menjelaskan apa penyakit istrinya. Kondisi Alice malah semakin memburuk. Dalam mimpi buruknya, Alice mulai melihat Sarah berdiri di samping ranjangnya sambil menunjuk pada dirinya dengan jari yang berdarah.
    Pada suatu malam, si suami dibangunkan oleh suara berisik. Itu merupakan suara kaca yang pecah. Ia berlari ke dalam kamar mandi dan menemukan bahwa kaca jendelanya telah pecah. Laki-laki itu mengintip keluar, ia melihat Alice berbaring di sisi jalan. Tubuhnya dalam posisi yang aneh. Laki-laki yang khawatir itu berlari dengan cepat keluar dari pintu depan. Ada genangan darah di sekitar kepala istrinya.
    Di samping kepalanya, seseorang menulis dengan darahnya: SAHABAT SELAMANYA.
    ***

    SUPERMODEL

    Dua tahun yang lalu, ada seorang supermodel yang sangat kusukai. Ia benar-benar salah satu wanita paling cantik yang pernah kulihat. Suatu hari, saat aku mencari alamat website-nya, aku melihat bahwa ia memiliki akun facebook. Aku mengiriminya permintaan pertemanan. Pada hari berikutnya, ia menerimanya.
    SUPERMODEL


    Di facebook, ia memiliki ribuan penggemar. Kapan pun ia memposting sebuah foto baru, ia akan menuliskan beberapa baris kalimat yang memberitahu semua orang tentang apa yang terjadi di hidupnya. Penggemarnya akan mengirimkan komentar, biasanya berisi tentang betapa cantik dirinya sehingga mereka mengaguminya.

    Setiap hari, si supermodel mengganti foto profilnya dengan foto baru. Kadangkala, ia mengganti tatanan rambutnya tanpa mengenakan make up. Kadang-kadang ia akan mengenakan sebuah kostum.

    Setiap pagi saat aku sampai di tempat kerja, aku akan mengecek facebook-nya untuk melihat foto baru yang ia posting. Namun demikian, suatu hari saat aku mengecek akunnya, ia tidak memposting apa pun. Aku sedikit kecewa.

    Kemudian, aku melihat komentar terakhir yang ia kirim:

    "Kupikir, ada yang menguntitku. Tapi, aku benar-benar yakin. Seseorang sedang ada di dalam kamarku saat aku keluar. Pada hari lainnya, aku merasa seperti ada seseorang yang mengikutiku. Apakah salah satunya adalah kalian? Aku akan menghubungi polisi besok."

    Ada banyak komentar dari penggemarnya yang memberitahunya bahwa mereka khawatir tentang dirinya. Mereka juga memohon padanya untuk memberitahu mereka bahwa ia baik-baik saja. Hal itu sedikit menakutkan, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.

    Setelah lebih dari seminggu, si supermodel tidak menulis apa pun lagi, tapi foto profilnya diperbarui setiap hari. Senin adalah foto close up hidungnya. Selasa adalah mulutnya. Rabu adalah telinganya. Kamis adalah lengannya. Jumat adalah betisnya. Dan Sabtu adalah kakinya.

    Pada komentar setiap foto, penggemarnya terlihat semakin khawatir.

    Saat aku melihat gambar yang ia unggah pada hari Minggu, aku terlonjak saking kagetnya. Itu adalah foto seorang pria yang sedang tersenyum sambil memegang mayat yang sudah termutilasi. Kepala si supermodel yang telah terpenggal ditaruh di atas perutnya. Ada beberapa pesan yang tertulis:

    "Ini adalah supermodel kalian yang berharga! Tidak ada satu pun dari kalian yang bisa memilikinya. Ia milikku sekarang. Aku tidak akan membaginya dengan orang lain. Password-nya terlalu mudah ditebak. Itu adalah tanggal ulang tahunnya!"

    Hal itu benar-benar mengerikan. Segera setelah aku melihatnya, aku menelepon polisi untuk melaporkan kejadian tersebut. Tapi, mereka tidak menanggapinya dengan serius. Aku memutuskan untuk datang sendiri ke kantor polisi. Aku memberi mereka alamat akun facebook si supermodel. Saat mereka membukanya, aku menyadari bahwa fotonya telah berganti kembali.

    Itu adalah gambar kepala laki-laki yang terpenggal.

    Polisi segera ke alamat si supermodel. Saat mereka menemukan apartemennya, mereka mendobrak pintu apartemen tersebut. Di dalam, mereka menemukan mayat dari seorang laki-laki dan seorang wanita. Keduanya telah dimutilasi.

    Polisi dihadapkan pada sebuah kasus yang janggal. Mereka tahu siapa yang membunuh si supermodel, tapi mereka tidak bisa menemukan siapa yang membunuh si pembunuh. Sampai hari ini, kasus itu termasuk dalam kasus yang tak terpecahkan.

    Clean Kill


    Saat itu malam yang dingin dan berangin. Karen Ledger sedang berdiri di dermaga sambil menenteng koper, menunggu sebuah perahu dengan perasaan cemas. Saat itu gelap, ia menatap sekitar dengan gelisah. Ia memiliki perasaan aneh bahwa seseorang sedang mengawasinya.

    Tiba-tiba, ia mendengar bunyi gemerisik dari semak-semak di belakangnya. Saat ia memutar kepalanya, ia terkejut melihat seorang laki-laki berdiri di sana. Lelaki itu berpakaian kumal. Ia juga membawa sebuah kapak di tangannya.
    Clean Kill


    "Si... Siapa kau?" tangis Karen.

    "Tidak penting," jawab si laki-laki sambil tersenyum. "Kau terlihat cantik... Sangat cantik... Aku bertaruh rasamu juga enak..."

    Karen mengeluarkan teriakan penuh ketakutan saat lelaki itu mengangkat kapak di atas kepalanya. Psikopat itu mengayunkan kapaknya dengan keras. Mata pisau kapaknya membentur tengkorak kepala Karen dan membunuhnya saat itu juga.

    Si lelaki merasa senang. Itu adalah cara membunuh yang bersih. Ia segera menyambar kaki Karen dan menyeret tubuhnya ke semak-semak. Ia membawa mayat gadis itu melewati hutan untuk kembali ke pondoknya.

    Ia menaruh mayat Karen ke dalam bak mandi. Setelah melepas pakaiannya, lelaki itu keluar untuk mengasah gergajinya. Itu adalah pekerjaan yang berat, tapi setelah beberapa menit ia sudah memotong-motong tubuh Karen.

    Si lelaki memanggang kedua kaki Karen di dalam oven. Ia juga membuat sup dari bola mata dan potongan jari-jari. Kemudian, ia duduk di meja makan dan melahap masakannya sebanyak yang bisa ia makan. Ia begitu menikmati rasa daging manusia.

    Setelah malam itu, ketika ia mengeluarkan isi kantong mantel milik Karen, ia menemukan sebuah surat. Selama membaca surat itu, matanya terbuka lebar dan wajahnya menjadi pucat.

    "Nona Ledger,
    Hasil tes Anda sudah keluar. Kami menyesal menginformasikan bahwa Anda menderita penyakit kusta yang bisa menular. Kami sudah merencanakan untuk mengobati Anda di klinik isolasi. Klinik ini terletak di pulau seberang lautan. Sebuah perahu akan menjemput Anda di dermaga pada Jumat malam pukul 23.00. Tolong pastikan Anda ada di sana."